Mantan Menteri Luar Negeri Gareth Evans menyatakan, Pemerintah Australia sebaiknya minta maaf atas skandal penyadapan telepon Presiden Indonesia yang dilakukan oleh badan intelijen Australia.
Gareth Evans yang menjadi menlu Australia tahun 1988-1993 mengatakan, pemerintah perlu "secara tegas meminta maaf" kepada Indonesia. "Terima kenyataan saja. Tak diragukan lagi apa yang telah terjadi. Dan dalam situasi seperti itu kita harus mengatasi akibat yang ditimbulkan," katanya kepada ABC, merujuk pada tindakan mata-mata tersebut.
Evans yang dalam jabatannya sebagai menlu juga beberapa kali harus mengatasi terungkapnya kasus mata-mata menyatakan, aksi operasi intelijen Australia di Indonesia sudah memenuhi syarat untuk "meminta maaf". "Kita tidak boleh mengabaikan reaksi pengungkapan kasus ini, khususnya penyadapan telepon Presiden dan isterinya," tegas Evans.
Ia menyarankan dua hal bagi Pemerintahan PM Abbott. Pertama, secara tegas meminta maaf atas penyadapan itu. "Permintaan maaf akan dipandang, setidaknya bagi pihak Indonesia, sebagai sikap penyesalan atas kesalahan luar biasa dalam menilai siapa yang berisiko bagi Australia," katanya.
Kedua, kata Evans, pemerintah harus mereview prioritas dan proses pengumpulan informasi yang dilakukan kalangan intelijen.
Gareth Evans baru saja kembali dari Indonesia dan ia melihat sendiri bagaimana sentimen orang Indonesia ke Australia begitu dingin.
Ia kurang setuju dengan negosiasi mengenai kode perilaku yang akan didiskusikan kedua pihak. Menurutnya, hal itu akan menyeret kedua negara dalam pembicaraan yang berlarut-larut.
Evans optimis masalah ini akan bisa diatasi dan pandangan Indonesia terhadap Australia akan pulih dan meningkat.
"Yang ironis dalam kasus ini adalah, inilah pemerintah Indonesia yang paling pro Australia yang bisa diharapkan oleh Australia. Mereka betul-betul hanya ingin segera keluar dari persoalan ini," katanya.s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar