“Stop…” Jerit Rico melintasi daerah Tabiang, dekat pangkalan udara TNI AU yang dulunya Bandara Internasional kota Padang. Sontak mobil mengerem mendadak dan seluruh penumpang kaget. Maklum jetlagpenerbangan Sukarno Hatta-Minangkabau , guncangan keras mengingatkan turbulensi pesawat tadi pagi.
“Maaf kakak, pada kaget ya… aku cuma mau kasih tahu kalau di seberang stasiun Tabing ada Katupek Pitalah yang rasanya lezat”. Emosi di ubun-ubun langsung luruh mendengar kata makanan. Melihat kedai Fadhillah lengkap dengan gerobak dan ketupat tergantung seolah memanggil mesra setiap pengunjung.
“Mari… mari… makan saya”, ketupat mengerlingkan mata makin menggoda. Halusinasi perut lapar paska penerbangan pagi buta demicity tour . Sebelum pelayaran menuju Siberut nanti malam rencananya seharian akan menjelajah kota Padang.
Meja dan kursi panjang memenuhi kedai Fadhillah. Taplak meja kota-kotak biru senada dengan warna ruangan. Sang empunya sibuk meracik ketupat Pitalah. Lelehan sayur nangka terlihat menggiurkan di bibir tembikar tanah. Isinya hampir tandas, wah harus pesan cepat-cepat nih.
“Uda…. Katupek Pitalah ado?”. Rico , sahabat saya asal Padang yang didapuk jadi pemandu bertanya kepada penjual. Lalu keduanya berbincang dalam bahasa Minang yang tidak saya mengerti.
“Aman… semua menu masih lengkap. Kalau yang tidak suka sarapan ketupat sayur bisa mencoba bubur kampiun”.
Bubur kampiun , kuliner manis asal Sumatra Barat merupakan bubur dengan isian bergam yaitu :bubur sumsum, ketan hitam, pisang kepok, biji salak, kolang-kaling, dan sagu mutiara dalam saus santan dan gula merah. Sesuai dengan namanya kampiun atau champion, rasanya juara banget.
Asal Katupek Pitalah
Sambil makan ketupat – Katupek dalam bahasa Minang – Pitalah Rico bercerita bahawa kuliner ini bukan dari kota Padang. Pitalah, nama sebuah Nagari di kecamatan Batipuh kabupaten Tanah Datar, letaknya kira-kira 15 kilometer dari Pasar Padang Panjang. Di nagari asalnya ketupat menggunakan beras lokal bernama Saganggam Panuah . Konon rasa ketupatnya sangat lembut serta kenyal dan ketika dimasukan ke dalam kuah sayur tidak mudah hancur.
Sambil makan ketupat – Katupek dalam bahasa Minang – Pitalah Rico bercerita bahawa kuliner ini bukan dari kota Padang. Pitalah, nama sebuah Nagari di kecamatan Batipuh kabupaten Tanah Datar, letaknya kira-kira 15 kilometer dari Pasar Padang Panjang. Di nagari asalnya ketupat menggunakan beras lokal bernama Saganggam Panuah . Konon rasa ketupatnya sangat lembut serta kenyal dan ketika dimasukan ke dalam kuah sayur tidak mudah hancur.
Sayur aslinya tidak jauh berbeda dengan yang di hidangkan di kedai Fadhillah. Bahan bakunya rebung, nangka, lobak , kol dan ketimun. Semua bahan ini dimasak dalam kuah santan berbumbu kunyit, sere, jahe, lengkuas, cabai, kemiri , lada dan gula.
Katupek Pitalah tidak hanya dikenal di Sumatra Barat saja. Seperti nasi Kapau, dengan mudah kita bisa menjumpainya di daerah lain dengan cita rasa yang disesuaikan.
“Di Painan isian sayurnya bukan nangka atau rebung tapi pakis. Nanti kalau singgah di kampungku boleh mencicipi”. Rico mempromosikan keunikan kuliner di tanah kelahirannya yang berada di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.
Teman Makan
Agar Katupek Pitalah semakin nendang di lidah ada beragam camilan pendamping, seperti keripik ubi, bakwan atau mie. Tapi yang mengundang perhatian saya adalah sala lauak , bola-bola gurih. Sepintas tampilannya mirip mpek-mpek ada’an tapi terbuat dari tepung beras bukan tepung kanji. Rasanya kaya rempah karena ada potongan daun kunyit dan aroma bawang merah. Meski agak sedikit keras, bola-bola sala lauk menjadi empuk ketika di rendam di dalam kuah sayur nangka. Soal rasa jangan ditanya, sekali mencicipi sebuah sala lauak tidak akan cukup menemani sepiring Katupek Pitalah.
Agar Katupek Pitalah semakin nendang di lidah ada beragam camilan pendamping, seperti keripik ubi, bakwan atau mie. Tapi yang mengundang perhatian saya adalah sala lauak , bola-bola gurih. Sepintas tampilannya mirip mpek-mpek ada’an tapi terbuat dari tepung beras bukan tepung kanji. Rasanya kaya rempah karena ada potongan daun kunyit dan aroma bawang merah. Meski agak sedikit keras, bola-bola sala lauk menjadi empuk ketika di rendam di dalam kuah sayur nangka. Soal rasa jangan ditanya, sekali mencicipi sebuah sala lauak tidak akan cukup menemani sepiring Katupek Pitalah.
Menjejakan kaki di Sumatra Barat sudah disuguhi beragam kulinermenggugah selera. Ini baru kota pertama belum Bukittinggi atau Sawahlunto. Sarapan di kedai Fadhillah menjadi pembuka jelajahkuliner di Sumatra Barat sekaligus pelipur lara melewati cuaca penerbangan yang kurang bersahabat.
Meski perut rasanya begah kekenyangan tetap melanjutkan perjalanan menyusuri kota Padang, berharap ada kuliner seru untuk dicoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar