Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Ramadan dan awal bulan Syawal tahun pada 2014 Masehi. Kemungkinan penetapan itu akan berbeda dengan keputusan pemerintah.
“Kemungkinan awal Ramadan akan berbeda, karena pemerintah menggunakan rukyatul hilal dengan ketetapan jumkanurrukyah di atas 2 derajat,” kata Ketua Muhammadiyah bidang Tarjih dan Tajdid, Yunahar Ilyas, dalam konferensi pers di gedung PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Senin (16/5).
Yunahar menjelaskan, dari hasil perhitungan menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal yang dilakukan oleh Muhammadiyah, posisi hilal (bulan) dengan matahari berada di bawah 2 derajat. Sehingga tidak memenuhi kriteria jika menggunakan metode rukyatul hilal.
“Kalau sudah di atas 2 derajat, maka diterima. Tapi kalau di bawah 2 derajat, isitilahnya tidak ditolak, tapi dapat ditolak,” kata Yunahar.
Yunahar kemudian mencontohkan dengan lomba balap mobil. Dalam lomba itu, perhitungan finish dilakukan saat moncong mobil melewati garis batas finish, bukan saat seluruh badan mobil melewati finisih.
“Begitu sudah masuk garis, dianggap sudah finish kan,” katanya. Sehingga kemungkinan pemerintah akan menetapkan tanggal 1 Ramadan pada 29 Juni 2014, sehari setelah warga Muhammadiyah sudah mulai menjalankan ibadah puasanya.
Sementara untuk awal bulan Syawal, diprediksi akan bersamaan. Sebab dari hasil hisab Muhammadiyah, pada tanggal yang telah ditetapkan, yaitu 27 Juli, hilal telah mencapai 3 derajat 37 menit. Angka tersebut telah memenuhi syarat jumkanurrukyah yang dilakukan pemerintah di mana hilal harus lebih dari 2 derajat.
“Kemungkinan nanti lebarannya bersamaan,” kata Yunahar.
Meski terdapat perbedaan permulaan puasa, Yunahar mengimbau seluruh umat muslim untuk tetap saling menghargai. Perbedaan tata cara ibadah, menurutnya tidak perlu dipersoalkan.
“Kita ingin saling menghormati karena Muhammadiyah menetapkan awal Ramadan dengan pendekatan keagamaan murni bukan melalui politik keagamaan,” tutupnya.h
Tidak ada komentar:
Posting Komentar