Selasa, 15 Juli 2014 | 17:40 WIB
Para pendukung Argentina terpukul melihat tim andalan mereka takluk 0-1 dari Jerman dalam final Piala Dunia 2014 di Rio de Janeiro, Brasil, Senin (14/7/2014) dini hari waktu di Indonesia. Pesta kemenangan pun berubah menjadi kerusuhan di Buenos Aires, Argentina.Amuk massa meledak setelah para pahlawan ”La Albiceleste” gagal merebut trofi juara. Warga Argentina kecewa karena ingin kembali memiliki trofi Piala Dunia yang pernah direbut pada 1978 dan 1986. Pada Piala Dunia di Italia tahun 1990, Argentina digulung Jerman Barat di final. Rasa sakit hati yang dialami Argentina 24 tahun lalu kembali terjadi di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Brasil.
Beberapa jam sebelum final digelar, puluhan ribu warga ibu kota Argentina, Buenos Aires, tumpah ke jalan-jalan, siap merayakan kemenangan. Massa berkumpul di Tugu Obelisk yang menjadi mercu tanda Buenos Aires. Mereka berkeliling kota sambil membawa bendera Argentina, meniup terompet vuvuzela, dan menabuh drum.
Piala Dunia menjadi hiburan warga Argentina yang negaranya tengah dibelit utang, inflasi yang tidak stabil, dan skandal politik. Lionel Messi dan kawan-kawan diharapkan membawa kegembiraan bagi Argentina. Namun, tendangan striker Jerman Mario Goetze saat perpanjangan waktu melenyapkan impian negara berpenduduk 40 juta orang itu.
Pencinta La Albiceleste semakin kecewa karena wasit Nicola Rizzoli dari Italia bergeming ketika kaki kiper Jerman Manuel Neuer menendang kepala Gonzalo Higuain. Menurut komentator Argentina, wasit seharusnya memberikan tendangan bebas untuk Argentina.
”Kami akan selalu mengingat penalti yang sudah lama sekali tidak pernah diberikan kepada kami,” kata komentator televisi Bebe Contemponi.
Melempar batuDi Buenos Aires, pendukung tim Argentina yang berusia remaja pun mengamuk. Para pendukung fanatik itu sudah mabuk minuman keras.
Mereka merusak toko-toko, bahkan masuk ke gedung teater. Massa yang beringas juga melempari polisi anti huru-hara dengan batu. Polisi membubarkan massa dengan gas air mata dan semprotan air. Sebanyak 15 polisi terluka dan 50 orang ditahan setelah kerusuhan.
”Saya sangat bersedih, ini sulit dijelaskan,” kata seorang warga Buenos Aires, Luiz Lanzzoni.
”Saya tidak bisa berhenti menangis. Namun, kami akan melewati semua ini dengan keberanian dan kebersamaan,” kata Gustavo Samuelian, seorang desainer pakaian.
Gelandang Javier Mascherano sangat memahami kekecewaan warga Argentina. Mascherano mengatakan, pemain Argentina pun merasa sangat kecewa. Padahal, mereka sudah memberikan yang terbaik. ”Kami meminta maaf kepada warga Argentina yang datang (ke stadion) ataupun berada di Argentina,” ujarnya.
Tidak semua pendukung Argentina larut dalam kesedihan. Sejumlah suporter masih memberikan dukungan meskipun kalah. Bahkan mereka menyambut kedatangan pemain di Buenos Aires, Senin.
”Ini sebuah tamparan di wajah. Tidak ada kegembiraan, tetapi kami berhasil menduduki peringkat kedua dan tidak dipermalukan di Brasil,” kata Eduardo Manfredi, seorang suporter.
Seorang mahasiswa, Marcelo Dailoff, merasa bangga menjadi warga Argentina. ”Memakai kostum (Argentina) di hari pertandingan final tidak ternilai harganya. Para pemain telah membawa kegembiraan ke seluruh Argentina setelah sekian lama. Terima kasih untuk para pemain,” katanya. k
Beberapa jam sebelum final digelar, puluhan ribu warga ibu kota Argentina, Buenos Aires, tumpah ke jalan-jalan, siap merayakan kemenangan. Massa berkumpul di Tugu Obelisk yang menjadi mercu tanda Buenos Aires. Mereka berkeliling kota sambil membawa bendera Argentina, meniup terompet vuvuzela, dan menabuh drum.
Piala Dunia menjadi hiburan warga Argentina yang negaranya tengah dibelit utang, inflasi yang tidak stabil, dan skandal politik. Lionel Messi dan kawan-kawan diharapkan membawa kegembiraan bagi Argentina. Namun, tendangan striker Jerman Mario Goetze saat perpanjangan waktu melenyapkan impian negara berpenduduk 40 juta orang itu.
Pencinta La Albiceleste semakin kecewa karena wasit Nicola Rizzoli dari Italia bergeming ketika kaki kiper Jerman Manuel Neuer menendang kepala Gonzalo Higuain. Menurut komentator Argentina, wasit seharusnya memberikan tendangan bebas untuk Argentina.
”Kami akan selalu mengingat penalti yang sudah lama sekali tidak pernah diberikan kepada kami,” kata komentator televisi Bebe Contemponi.
Melempar batuDi Buenos Aires, pendukung tim Argentina yang berusia remaja pun mengamuk. Para pendukung fanatik itu sudah mabuk minuman keras.
Mereka merusak toko-toko, bahkan masuk ke gedung teater. Massa yang beringas juga melempari polisi anti huru-hara dengan batu. Polisi membubarkan massa dengan gas air mata dan semprotan air. Sebanyak 15 polisi terluka dan 50 orang ditahan setelah kerusuhan.
”Saya sangat bersedih, ini sulit dijelaskan,” kata seorang warga Buenos Aires, Luiz Lanzzoni.
”Saya tidak bisa berhenti menangis. Namun, kami akan melewati semua ini dengan keberanian dan kebersamaan,” kata Gustavo Samuelian, seorang desainer pakaian.
Gelandang Javier Mascherano sangat memahami kekecewaan warga Argentina. Mascherano mengatakan, pemain Argentina pun merasa sangat kecewa. Padahal, mereka sudah memberikan yang terbaik. ”Kami meminta maaf kepada warga Argentina yang datang (ke stadion) ataupun berada di Argentina,” ujarnya.
Tidak semua pendukung Argentina larut dalam kesedihan. Sejumlah suporter masih memberikan dukungan meskipun kalah. Bahkan mereka menyambut kedatangan pemain di Buenos Aires, Senin.
”Ini sebuah tamparan di wajah. Tidak ada kegembiraan, tetapi kami berhasil menduduki peringkat kedua dan tidak dipermalukan di Brasil,” kata Eduardo Manfredi, seorang suporter.
Seorang mahasiswa, Marcelo Dailoff, merasa bangga menjadi warga Argentina. ”Memakai kostum (Argentina) di hari pertandingan final tidak ternilai harganya. Para pemain telah membawa kegembiraan ke seluruh Argentina setelah sekian lama. Terima kasih untuk para pemain,” katanya. k
Tidak ada komentar:
Posting Komentar