PADANG – Sumatera Barat yang dikenal sebagai daerah industri otak, pencetak orang-orang hebat di Indonesia, agaknya hingga kini tetap melekat. Setidaknya, tercermin pada sosok Redian F. Guspardi yang kini tercatat sebagai doktor termuda di republik ini. Dia adalah urang awak.
Tepat di usia, 25 tahun 11 bulan, rang Agam ini meraih gelar S3 (PhD/Doctor of Philosophy) di Universitas Teknologi Malaysia (UTM). Dia berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji pada 18 Agustus lalu, dengan predikat lulus sedikit terkoreksi.
Disertasinya berjudul The Improvement of User Participation Based on Their Participation in Indonesia Government Context (Modul Pengembangan Framework Partisipasi Masyarakat dalam Konteks Pemerintah Indonesia). “Alhamdulillah, sukses,” katanya.
Predikat kelulusan yang didapatkan Dian, sapaan akrab Redian, luar biasa. Jarang-jarang terjadi. Kebanyakan hanya lulus dengan banyak terkoreksi. Sedangkan predikat lulus sempurna, sangat langka. “Itu kata tim penguji, setelah saya dinyatakan lulus,” katanya.
Untuk menembus program yang dituntaskan selama 3 tahun 8 bulan ini, langkah yang ditempuh Dian cukup unik. Setelah lulus cumlaude dari program sarjana (S1), Fakultas Ilmu Komputer di universitas terkemuka di negeri jiran itu, 2009, ia ikut program fast track (S1 loncat langsung mengikuti S3 tanpa menulis tesis).
Program ini dibuka 2005-2006, tapi akhirnya ditutup. 2010 dibuka lagi. Dian ikut. Persyaratan ekstra ketat, dilewati. Yang diminta seperti, IPK minimal 3,67, penguasan bahasa Inggris (Toefl) minimal 600, pengajuan proposal diterima pihak UTM, terpenuhi. Hanya Dian seorang yang lulus dari 28 sarjana ikut program ini.
“Hingga kini, paling banyak hanya 15 orang yang lulus program fast track sejak dibuka 2005. Tahun 2013, program ini ditutup lagi. Entah kapan dibuka lagi saya tidak tahu,” ujarnya.
Partisipasi masyarakat
Menurut dia, spesialisasi yang ditekuni adalah dalam bidang E-government Participation. Ia mengambil spesialis ini, karena realita di Indonesia, penerapan e-government masih jauh dari harapan.
Padahal, kalau itu diterapkan di segala lini, mulai pengurusan data kependudukan, perizinan dan lainnya, semua akan mudah. Masyarakat dan aparat pemerintah sama-sama senang.
Tujuan disertasi itu yang diambil Dian, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan e-government dengan cara menyerap, menganalisa dan menguji kebenaran dari persepsi mereka. Teori yang dikembangkan ialah TAMDOI+
Untuk memperdalam sekaligus menguji teori yang dikembangkan Dian dalam disertasinya itu, Dian menggunakan 150 responden di DKI Jakarta yang terbiasa menggunakan e-goverment. Hasil kuisioner ini lalu dianalisa, dikoreksi dan direvisi sehingga akhirnya terbentuk “new customized theory” yang sudah sah kesahihannya. Inilah teori redian.
“Dengan menggunakan teori baru ini, permasalahan yang ada di lapangan akan diberikan jawaban yang tepat dan akurat. Kemudian juga menghilangkan proses trial and error. sekaligus memberikan kepastian solusi dengan melalui tahap analisa yang dalam,” jelasnya.
Atas keberhasilan putra kelahiran Padang, 14 September 1988 ini,
Dekan Fakultas Komputer UTM, Prof Mohd. Azzaini mengatakan teori yang dikembangkan Dian meyakinkan dan sukses dipertahankan tim penguji.
“Umurnya masih sangat muda. Tetapi, bukan pada pemikirannya. Itu dibuktikannya dengan tampil prima dan memukau ketika sidang promosi doktor. Redian begitu pandai mengambil hati para penguji sehingga ia mampu lulus dengan sedikit koreksi,” kata dosen penguji internal UTM Prof. Naomie Salim
Ilmu Bisnis
Puaskah dengan gelar doktor itu? Bukan Dian namanya kalau tidak ingin menuntut ilmu terus. Dian akan mendalami ilmu manajemen bisnis di universitas terkemuka di Boston, AS. Enam bulan lalu sudah dijajaki dan terhitung 9 September, resmi kuliah.
“Saya berangkat ke Amerika, 1 September. Doakan agar sukses ya,” katanya.
Selain mendalami ilmu manajemen bisnis, sebetulnya hal lain yang dicari anak pasangan Guspardi Gaus dan Nurhusni ini, membangun networking dengan kalangan pebisnis sehingga ke depan, usaha bisnis yang mulai ditekuni Dian berkembang.
Guspardi sendiri senang punya ‘Guspardi yunior’ berotak brilian dan menjadi doktor termuda di Indonesia. Ia yakin, masih banyak anak-anak hebat dari Dian di Sumbar, tapi terbentur biaya dan kesempatan. Tak heran, sang ayahpun punya obsesi pula, suatu ketika nanti anak-anak hebat di Sumbar, bisa melanjutkan sekolah lebih tinggi lagi. Tentunya mendapat dukungan dari pemerintah.
Sebelumnya doktor termuda di Indonesia dari berbagai sumber antara lain, Firmansyah, staf khusus Presiden bidang ekonomi menjadi doktor (PhD) pada usia 29 tahun, lalu Ariawan Gunadi, dosen Universitas Tarumanegara menjadi doktor (PhD) pada usia 27 tahun dan Cindy Priadi, dosen di Uuniversirtait Paris, pada usia 26 tahun. Kini Redian, dalam usia 25 tahun 11 bulan. s
Tepat di usia, 25 tahun 11 bulan, rang Agam ini meraih gelar S3 (PhD/Doctor of Philosophy) di Universitas Teknologi Malaysia (UTM). Dia berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji pada 18 Agustus lalu, dengan predikat lulus sedikit terkoreksi.
Disertasinya berjudul The Improvement of User Participation Based on Their Participation in Indonesia Government Context (Modul Pengembangan Framework Partisipasi Masyarakat dalam Konteks Pemerintah Indonesia). “Alhamdulillah, sukses,” katanya.
Predikat kelulusan yang didapatkan Dian, sapaan akrab Redian, luar biasa. Jarang-jarang terjadi. Kebanyakan hanya lulus dengan banyak terkoreksi. Sedangkan predikat lulus sempurna, sangat langka. “Itu kata tim penguji, setelah saya dinyatakan lulus,” katanya.
Untuk menembus program yang dituntaskan selama 3 tahun 8 bulan ini, langkah yang ditempuh Dian cukup unik. Setelah lulus cumlaude dari program sarjana (S1), Fakultas Ilmu Komputer di universitas terkemuka di negeri jiran itu, 2009, ia ikut program fast track (S1 loncat langsung mengikuti S3 tanpa menulis tesis).
Program ini dibuka 2005-2006, tapi akhirnya ditutup. 2010 dibuka lagi. Dian ikut. Persyaratan ekstra ketat, dilewati. Yang diminta seperti, IPK minimal 3,67, penguasan bahasa Inggris (Toefl) minimal 600, pengajuan proposal diterima pihak UTM, terpenuhi. Hanya Dian seorang yang lulus dari 28 sarjana ikut program ini.
“Hingga kini, paling banyak hanya 15 orang yang lulus program fast track sejak dibuka 2005. Tahun 2013, program ini ditutup lagi. Entah kapan dibuka lagi saya tidak tahu,” ujarnya.
Partisipasi masyarakat
Menurut dia, spesialisasi yang ditekuni adalah dalam bidang E-government Participation. Ia mengambil spesialis ini, karena realita di Indonesia, penerapan e-government masih jauh dari harapan.
Padahal, kalau itu diterapkan di segala lini, mulai pengurusan data kependudukan, perizinan dan lainnya, semua akan mudah. Masyarakat dan aparat pemerintah sama-sama senang.
Tujuan disertasi itu yang diambil Dian, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan e-government dengan cara menyerap, menganalisa dan menguji kebenaran dari persepsi mereka. Teori yang dikembangkan ialah TAMDOI+
Untuk memperdalam sekaligus menguji teori yang dikembangkan Dian dalam disertasinya itu, Dian menggunakan 150 responden di DKI Jakarta yang terbiasa menggunakan e-goverment. Hasil kuisioner ini lalu dianalisa, dikoreksi dan direvisi sehingga akhirnya terbentuk “new customized theory” yang sudah sah kesahihannya. Inilah teori redian.
“Dengan menggunakan teori baru ini, permasalahan yang ada di lapangan akan diberikan jawaban yang tepat dan akurat. Kemudian juga menghilangkan proses trial and error. sekaligus memberikan kepastian solusi dengan melalui tahap analisa yang dalam,” jelasnya.
Atas keberhasilan putra kelahiran Padang, 14 September 1988 ini,
Dekan Fakultas Komputer UTM, Prof Mohd. Azzaini mengatakan teori yang dikembangkan Dian meyakinkan dan sukses dipertahankan tim penguji.
“Umurnya masih sangat muda. Tetapi, bukan pada pemikirannya. Itu dibuktikannya dengan tampil prima dan memukau ketika sidang promosi doktor. Redian begitu pandai mengambil hati para penguji sehingga ia mampu lulus dengan sedikit koreksi,” kata dosen penguji internal UTM Prof. Naomie Salim
Ilmu Bisnis
Puaskah dengan gelar doktor itu? Bukan Dian namanya kalau tidak ingin menuntut ilmu terus. Dian akan mendalami ilmu manajemen bisnis di universitas terkemuka di Boston, AS. Enam bulan lalu sudah dijajaki dan terhitung 9 September, resmi kuliah.
“Saya berangkat ke Amerika, 1 September. Doakan agar sukses ya,” katanya.
Selain mendalami ilmu manajemen bisnis, sebetulnya hal lain yang dicari anak pasangan Guspardi Gaus dan Nurhusni ini, membangun networking dengan kalangan pebisnis sehingga ke depan, usaha bisnis yang mulai ditekuni Dian berkembang.
Guspardi sendiri senang punya ‘Guspardi yunior’ berotak brilian dan menjadi doktor termuda di Indonesia. Ia yakin, masih banyak anak-anak hebat dari Dian di Sumbar, tapi terbentur biaya dan kesempatan. Tak heran, sang ayahpun punya obsesi pula, suatu ketika nanti anak-anak hebat di Sumbar, bisa melanjutkan sekolah lebih tinggi lagi. Tentunya mendapat dukungan dari pemerintah.
Sebelumnya doktor termuda di Indonesia dari berbagai sumber antara lain, Firmansyah, staf khusus Presiden bidang ekonomi menjadi doktor (PhD) pada usia 29 tahun, lalu Ariawan Gunadi, dosen Universitas Tarumanegara menjadi doktor (PhD) pada usia 27 tahun dan Cindy Priadi, dosen di Uuniversirtait Paris, pada usia 26 tahun. Kini Redian, dalam usia 25 tahun 11 bulan. s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar