PADANG, HALUAN— Dekan Fakultas Peternakan Universitas Andalas (Unand) Padang, Dr Ir Jafrinur menilai pemerintah perlu meninjau kebijakan impor bahan pangan dari sejumlah negara dan serius menggerakkan potensi dalam negeri. “Kita (Indonesia) hingga kini masih impor bahan pangan, di antaranya kedelai dan daging, serta jagung padahal potensi dalam negeri belum terkembangkan secara maksimal,” kata Jafrinur, Selasa. Menurut dia, Indonesia menghadapi ancaman krisis bahan pangan dan energi, seperti daging, susu dan kedelai serta tagung karena kebijakan selama ini lebih mengedepankan kepentingan pedagang eksport dan impor.
Padahal, bila kebijakan masalah pangan lebih pro terhadap rakyat, tentu bisa ditekan impor sejumlah bahan pangan itu, yang tentunya harus disejalankan dengan kebijakan untuk mendorong pengembangan potensi dalam negeri. “Kebijakan masalah yang berkaitan dengan ketersedian pangan masih penuh pro rakyat, sehingga potensi lahan yang tersedia belum tergarap maksimal,” katanya. Kondisi itu, bisa dilihat ketika petani ingin menjual hasil produksi tanamannya, misalkan jagung dihadapkan dengan harga murah, begitu juga dengan ternak harga merosok akibat pengaruh daging impor. Dampaknya mengurangi gairah petani untuk mengembangkan usaha sektor bahan pangan (pertanian dan peternakan) karena masih belum bisa menjanjikan bagi pendapatannya. Sementara itu, katanya, bila dilihat dari potensi ketersedian lahan, iklim untuk pengembangan komoditi dan sektor peternakan sangat mendukung. Justru itu, kebijakan pemerintah berkaitan dengan masalah impor bahan pangan harus ditinjau dan mesti menjadi titik perhatian pengembangan potensi dalam negeri. “Masyarakat negeri ini sekitar 84 persen bergerak di sektor pertanian dan peternakan, tapi bahan pangan masih menjadi ancaman. Kondisi ini, tentu ada masalah yang harus dikaji,” katanya. 65 Persen Impor Setidaknya 65% pasokan pangan Indonesia, masih diperoleh dengan cara impor. Produk-produk pangan seperti beras, daging, dan garam pun sebagian besar didapat dari luar negeri. “Impor pangan kita punya itu sudah 65%. Apa yang kita nggak impor sekarang? Beras, garam, sapi, bahkan anak ayam pun diimpor,”ungkap Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin, Natsir Mansyur. Karena itu, Natsir mengatakan, ekonomi pangan Indonesia seperti tersandera karena selalu bergantung oleh negara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Ini juga disebabkan karena pasokan pangan dari dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan penduduknya. “Ekonomi pangan kita ini tersandera. Suplainya (pasokan) sedikit, demand-nya (permintaan) banyak,” katanya. Tersanderanya ekonomi pangan Indonesia menurut Natsir juga didasari oleh sebagian orang yang memang mempunyai kuasa untuk mempengaruhi harga sehingga menyebabkan inflasi. Karena itu, Natsir menyampaikan sebagian besar inflasi didapat dari pangan. “Siapa yang berkepentingan di situ sehingga mempengaruhi harga, mempengaruhi inflasi. Inflasi kan sebagian besar dari bahan pokok pangan,” ujarnya.(d/ant)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar