Hertanto Soebijoto | Senin, 4 Juli 2011 | 11:08 WIB
Dibaca: 21360
Komentar: 66
REUTERS
JAKARTA, KOMPAS.com — Gara-gara menjual iPad tanpa buku manual berbahasa Indonesia, Dian Yudha (42) dan Randy (29) ditangkap dan diadili. Mereka dituduh melakukan penjualan ilegal. Polisi bersikukuh bahwa penangkapan sesuai prosedur.
Kasus itu bermula saat Dian dan Randy menawarkan dua iPad 3G Wi Fi 64 GB di forum jual beli situs www.kaskus.us. Tiba-tiba saja hal itu membuat polisi Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan. Lantas, seorang polisi, Eben Patar Opsunggu, menyamar sebagai pembeli. Transaksi pun dilakukan pada 24 November 2010 di City Walk, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Hari itu juga, dua alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut ditangkap. Mereka kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya didakwa melanggar Pasal 62 Ayat (1) juncto Pasal 8 Ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena tidak memilild buku manual berbahasa Indonesia.
Keduanya juga dijerat dengan Pasal 52 juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi karena iPad belum dikategorikan sebagai alat elektronik komunikasi resmi. Ancamannya pidana penjara paling lama 5 tahun penjara. Kasus ini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus itu menyedot perhatian banyak pihak. Sepanjang dua hari terakhir, kasus ini menjadi pembicaraan hangat, terutama di forum-forum dunia maya. Banyak yang mempertanyakan karena penangkapan itu dilakukan hanya gara-gara menjual iPad tanpa buku manual berbahasa Indonesia. Padahal, Dian dan Randy cuma bermaksud menjual gadget yang dibelinya di Singapura.
Namun, polisi memiliki alasan sendiri. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar, Minggu (3/7/2011) siang, menjelaskan, proses penyidikan kasus itu berawal dari beredarnya iPad pada tahun 2010 yang saat itu mulai booming. Menurut Komisaris Besar Baharudin, diduga banyak iPad yang diperjualbelikan secara ilegal saat itu sehingga Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya berinisiatif untuk mengungkap dan melihat bagaimana perdagangan iPad ilegal tersebut.
"Dalam hal ini, kami berharap dapat mengungkap siapa yang mengimpor barang-barang yang tidak terdaftar itu dan siapa pelaku yang melakukan perdagangan secara ilegal ini," kata Komisaris Besar Baharudin.
Mantan Kabid Humas Polda Sumatera Utara itu mengatakan, iPad yang kali pertama beredar di Indonesia belum memiliki izin dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi. Selain itu, belum ada buku manual berbahasa Indonesia. Dua alasan inilah yang dijadikan dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penangkapan terhadap Dian dan Randy.
Polisi bersikukuh bahwa keduanya adalah penjual iPad ilegal. Jadi, penangkapan keduanya bukan asal tangkap. Proses penyelidikan dan penyidikan diperkuat oleh saksi ahli dari pihak Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) serta Kementerian Perdagangan (Kemdag).
"Pada saat itu (2010), aturan tentang penjualan barang ini (iPad) belum dikeluarkan oleh Ditjen Postel dan Departemen Perdagangan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penangkapan terhadap dua tersangka, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah berkoordinasi dengan Ditjen Postel dan Kemdag," kata Komisaris Besar Baharudin Djafar, Minggu.
Dari hasil koordinasi dengan dua instansi terkait, kata Baharudin, disebutkan bahwa penjualan barang-barang yang dimiliki Randy dan Dian tidak mendapatkan izin dari kedua lembaga tersebut. Dengan begitu, perbuatan keduanya dinilai melanggar suatu tindak pidana dan bisa diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Soal paspor dan faktur
Kepala Satuan Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Sandy Nugroho menjelaskan, Randy mengaku membeli iPad tersebut dari seorang penjual dan mengaku "beli putus".
"Namun ketika kami desak siapa penjualnya, dia tidak bisa tunjukkan siapa penjualnya. Dia bilang, enggak kenal sama penjualnya. Masa jualan banyak enggak kenal sama penjualnya, kan enggak mungkin," katanya.
Setelah didesak lagi, Randy kemudian mengaku mendapatkan barang tersebut dari Singapura. Namun, saat diminta petugas untuk menunjukkan paspornya, Randy tidak bisa menunjukkannya. "Kami minta dia tunjukkan paspor kalau dia ke Singapura, tetapi dia tidak bisa menunjukkannya," ujar Sandy.
Menurut Sandy, jika barang tersebut dibawa ke Indonesia melalui udara, seharusnya Randy memberitahukan barang yang dibelinya ke pihak Bea dan Cukai. "Boleh bawa barang dari Singapura, dengan catatan tidak boleh lebih dari 500 dollar AS dan untuk dipakai sendiri, bukan untuk diperjualbelikan," kata Sandy.
Randy juga sempat diminta menunjukkan faktur pajak atas barang yang dia beli dari luar negeri, tetapi lagi-lagi tak bisa menunjukkannya. "Kalau dia bayar bea cukai, tentu dia ada buktinya. Kalau barangnya mau dia jual, seharusnya dia punya faktur penjualan. Nah, sementara ini enggak ada," papar Sandy.
Tak hanya itu. Baharudin Djafar menambahkan bahwa Randy bukan hanya sekali ini menjual iPad. Sebelumnya, dia sudah pernah menjual 12 komputer tablet tersebut. "Pengakuan dia, dia pernah jual 12 iPad secara ilegal. Pengakuan itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP)," katanya.
Dalam kesempatan kemarin, Baharudin juga membantah telah menahan Dian dan Randy. "Sejak penangkapan, kami tidak melakukan penahanan kepada keduanya. Dia kooperatif, kemudian tidak ada indikasi melarikan diri dan mereka selalu hadir ketika diminta untuk hadir memberikan keterangan sehingga tidak ditahan," ungkapnya. (ded)
Kami minta dia tunjukkan paspor kalau dia ke Singapura, tetapi tidak bisa menunjukkannya
-- Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar
Hari itu juga, dua alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut ditangkap. Mereka kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya didakwa melanggar Pasal 62 Ayat (1) juncto Pasal 8 Ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena tidak memilild buku manual berbahasa Indonesia.
Keduanya juga dijerat dengan Pasal 52 juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi karena iPad belum dikategorikan sebagai alat elektronik komunikasi resmi. Ancamannya pidana penjara paling lama 5 tahun penjara. Kasus ini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus itu menyedot perhatian banyak pihak. Sepanjang dua hari terakhir, kasus ini menjadi pembicaraan hangat, terutama di forum-forum dunia maya. Banyak yang mempertanyakan karena penangkapan itu dilakukan hanya gara-gara menjual iPad tanpa buku manual berbahasa Indonesia. Padahal, Dian dan Randy cuma bermaksud menjual gadget yang dibelinya di Singapura.
Namun, polisi memiliki alasan sendiri. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar, Minggu (3/7/2011) siang, menjelaskan, proses penyidikan kasus itu berawal dari beredarnya iPad pada tahun 2010 yang saat itu mulai booming. Menurut Komisaris Besar Baharudin, diduga banyak iPad yang diperjualbelikan secara ilegal saat itu sehingga Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya berinisiatif untuk mengungkap dan melihat bagaimana perdagangan iPad ilegal tersebut.
"Dalam hal ini, kami berharap dapat mengungkap siapa yang mengimpor barang-barang yang tidak terdaftar itu dan siapa pelaku yang melakukan perdagangan secara ilegal ini," kata Komisaris Besar Baharudin.
Mantan Kabid Humas Polda Sumatera Utara itu mengatakan, iPad yang kali pertama beredar di Indonesia belum memiliki izin dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi. Selain itu, belum ada buku manual berbahasa Indonesia. Dua alasan inilah yang dijadikan dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penangkapan terhadap Dian dan Randy.
Polisi bersikukuh bahwa keduanya adalah penjual iPad ilegal. Jadi, penangkapan keduanya bukan asal tangkap. Proses penyelidikan dan penyidikan diperkuat oleh saksi ahli dari pihak Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) serta Kementerian Perdagangan (Kemdag).
"Pada saat itu (2010), aturan tentang penjualan barang ini (iPad) belum dikeluarkan oleh Ditjen Postel dan Departemen Perdagangan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penangkapan terhadap dua tersangka, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah berkoordinasi dengan Ditjen Postel dan Kemdag," kata Komisaris Besar Baharudin Djafar, Minggu.
Dari hasil koordinasi dengan dua instansi terkait, kata Baharudin, disebutkan bahwa penjualan barang-barang yang dimiliki Randy dan Dian tidak mendapatkan izin dari kedua lembaga tersebut. Dengan begitu, perbuatan keduanya dinilai melanggar suatu tindak pidana dan bisa diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Soal paspor dan faktur
Kepala Satuan Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Sandy Nugroho menjelaskan, Randy mengaku membeli iPad tersebut dari seorang penjual dan mengaku "beli putus".
"Namun ketika kami desak siapa penjualnya, dia tidak bisa tunjukkan siapa penjualnya. Dia bilang, enggak kenal sama penjualnya. Masa jualan banyak enggak kenal sama penjualnya, kan enggak mungkin," katanya.
Setelah didesak lagi, Randy kemudian mengaku mendapatkan barang tersebut dari Singapura. Namun, saat diminta petugas untuk menunjukkan paspornya, Randy tidak bisa menunjukkannya. "Kami minta dia tunjukkan paspor kalau dia ke Singapura, tetapi dia tidak bisa menunjukkannya," ujar Sandy.
Menurut Sandy, jika barang tersebut dibawa ke Indonesia melalui udara, seharusnya Randy memberitahukan barang yang dibelinya ke pihak Bea dan Cukai. "Boleh bawa barang dari Singapura, dengan catatan tidak boleh lebih dari 500 dollar AS dan untuk dipakai sendiri, bukan untuk diperjualbelikan," kata Sandy.
Randy juga sempat diminta menunjukkan faktur pajak atas barang yang dia beli dari luar negeri, tetapi lagi-lagi tak bisa menunjukkannya. "Kalau dia bayar bea cukai, tentu dia ada buktinya. Kalau barangnya mau dia jual, seharusnya dia punya faktur penjualan. Nah, sementara ini enggak ada," papar Sandy.
Tak hanya itu. Baharudin Djafar menambahkan bahwa Randy bukan hanya sekali ini menjual iPad. Sebelumnya, dia sudah pernah menjual 12 komputer tablet tersebut. "Pengakuan dia, dia pernah jual 12 iPad secara ilegal. Pengakuan itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP)," katanya.
Dalam kesempatan kemarin, Baharudin juga membantah telah menahan Dian dan Randy. "Sejak penangkapan, kami tidak melakukan penahanan kepada keduanya. Dia kooperatif, kemudian tidak ada indikasi melarikan diri dan mereka selalu hadir ketika diminta untuk hadir memberikan keterangan sehingga tidak ditahan," ungkapnya. (ded)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar