Pepatah Minang mengatakan bahwa condong mato ka nan rancak condong salero ka nan lamak. Pepatah ini berlaku bagi selera orang Minang yang berada di kampung untuk memilih rasa nasi.
Orang Minang di nagari-nagari lebih menyukai rasa nasi yang agak berderai (pera, kadar amilosa e” 26 persen). Varietas padi yang memiliki rasa nasi pera di antaranya adalah IR-42, cisokan, anak daro, junjung dan lainnya yang telah biasa ditanam petani di Sumatera Barat.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian semenjak tahun 1978 sampai sekarang telah melepas sekitar 59 varietas padi sawah, sebahagian besar memiliki rasa pulen (sedikit bergetah dan lembut).
Memperhatikan keinginan penduduk Indonesia yang mengkonsumsi sebagian besar padi yang memiliki rasa nasi pulen dan sedikit mengkonsumsi nasi pera, maka Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam bidang perbanyakan varietas padi lebih diarahkan kepada padi yang memiliki rasa nasi pulen dan sedikit rasa nasi pera. Sehingga varietas padi yang ditanam oleh petani Sumatera Barat hanya IR-42, Cisokan dan beberapa varietas lokal.
Rendahnya keragaman varietas padi yang ditanam petani akan berakibat berkembangnya hama dan penyakit, karena keragaman genetik padi juga rendah. Keadaan ini memperbesar peluang kegagalan panen akibat serangan hama dan penyakit.
Di Sumatera Barat hama dan penyakit yang sering merusak tanaman padi antara lain, hama tikus (Rattus argentiventer), keong mas (Pomacea canaliculata), wereng hijau (Nephottetix virescens, N. Cinticeps, N. Nigropictus, N. Malayanus), wereng coklat (Nilaparvata lugens), dan kepinding tanah (Scotinophara coarctata). Hama tersebut merupakan hama utama yang selalu ada di lapangan. Sedangkan penyakit utama ditemukan adalah penyakit blas (jamur Pyricularia oryzae), tungro (virus tungro) , hawar pelepah (jamur Rhizoctonia solani Kuhn) dan hawar daun bakteri (bakterial leaf blight - BLB).
Hama dan penyakit tersebut berkembang dan merusak tanaman padi sangat tergantung kepada tingkat ketahanan tanaman dan dukungan faktor iklim. Jika di lapangan ditemukan hanya satu atau dua macam varietas padi yang memiliki gen ketahanan yang sama, maka satu varietas terserang hama atau penyakit, maka varietas satu lagi berpeluang besar akan terserang oleh hama atau penyakit yang sama. Dengan demikian keragaman atau banyak varietas di tanam petani dalam satu hamparan, perkembangan hama dan penyakit dapat ditekan.
Memperhatikan sebaran varietas padi sawah yang sempit dan terjadinya gangguan berbagai hama dan penyakit akhir-akhir ini, maka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat mengadakan kegiatan “Display Varietas Unggul Baru Padi Sawah” yang telah dimulai semenjak tahun 2009 di seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat.
Kegiatan ini memperkenalkan varietas unggul baru (VUB) padi sawah yang dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian kepada petani. Hasil kegiatan ini diharapkan petani dapat memilih varietas padi sawah yang cocok dikembangkangkan di lahannya dan sesuai dengan selera. Dari hasil kegiatan tahun 2010 ternyata padi sawah varietas Logawa, Tukad unda, Silugonggo, Inpari-12 dan Inpara-3 jauh mengungguli hasil dibanding varietas IR-42, IR-66, Cisokan, Anak daro, Junjung dan Ciredek di setiap kabupaten dan kota. Rara-rata hasil gabah kering panen varietas unggul baru di atas 7 t/ha, sedangkan varietas yang biasa ditanam petani hanya di bawah 4 t/ha.
Keunggulan hasil gabah varietas unggul baru ini tidak diikuti dengan keunggulan ketahanannya terhadap hama dan penyakit. Varietas Logawa dan Tukad unda di setiap kabupaten dan kota terinfeksi oleh penyakit tungro, sehingga varietas ini dianjurkan untuk tidak ditanam pada daerah endemik penyakit tungro.
Varietas Silugonggo dan Inpari-12 mempunyai umur yang pendek, yaitu berkisar antara 95 hari sampai 100 hari. Sedangkan varietas yang selama ini ditanam petani memiliki umur berkisar antara 110 sampai 120 hari. Sehingga varietas Silugonggo dan Inpari-12 dapat ditanam 3 sampai 4 kali setahun pada daerah-daerah yang berigasi baik dan teratur. Di samping itu varietas Inpari-12 cocok ditanam pada lahan tadah hujan sampai ketinggian 600 m dari permukaan laut.
Pada umumnya varietas unggul baru padi sawah yang diperkenalkan BPTP Sumatera Barat memiliki rasa nasi pera yang sama rasanya dengan rasa nasi varietas Cisokan, Ceredek, Anak daro, Junjuang dan varietas lainnya di Sumatera Barat. Tetapi dari segi harga gabah selalu mendapat tekanan dari para pembeli. Rata-rata harga gabah kering panen varietas unggul baru dibeli pedangan lebih rendah 20 persen sampai 25 persen dari harga gabah padi varietas Cisokan, IR-42, Anak daro, Junjung dan Ceredek.
Akibat penekanan harga gabah varietas unggul baru oleh pedagang, menyebabkan petani enggan menerima varietas unggul baru padi sawah. Sehingga perkembangan varietas unggul baru termasuk lambat di tingkat petani Sumatera Barat.
Pedagang melakukan penekanan harga gabah dengan alasan rasa nasi pulen (bergetah) yang terditentukan oleh kadar amilosa. Jika rasa nasi yang menjadi alasan pedagang untuk menekan harga, hal ini tidak benar. Berdasarkan hasil analisis kadar amilosa dari masing-masing varietas unggul baru tidak jauh berbeda dengan varietas yang biasa ditanam petani. Contohnya Varietas IR-42 kadar amilosa 27 persen, Cisokan kadar amilosa 26 persen, dan IR-66 kadar amilosa 26 persen, sedangkan Logawa kadar amilosa 26 persen, Tukad Unda kada amilosa 25 persen, Inpari 12 kadar amilosa 26 persen, Silugonggo kadar amilosa 26,9 persen dan Inpara 3 kadar amilosa 28,6 persen.
Sekarang, bagaimana tindakan pemerintah daerah terhadap permasalahan ini ?. Apa dibiarkan petani menanam varietas padi lokal atau varietas unggul yang sudah lama beredar, dengan menghadapi berbagai kendala yang dapat menyebabkan hasil rendah atau kegagalan panen.
Tentu pemerintah daerah tidak ingin Sumatera Barat yang selama ini menjadi pemasok beras bagi propinsi tetangga berubah menjadi penerima beras dari propinsi lain.
Karena itu pemerintah daerah harus berusaha mencari varietas unggul baru padi sawah dan mensosialisasikannya.
Harga gabah varietas unggul baru harus mendapat jaminan pemerintah, dengan cara memberi subsidi harga bagi varietas unggul baru atau Bulog membeli gabah varietas unggul baru dengan harga yang sama dengan varietas lainnya. Sosialisasikan rasa nasi varietas unggul baru pada berbagai pertemuan di tingkat petani. Sehingga petani mempunyai keyakinan rasa nasi varietas unggul baru sama dengan varietas yang biasa mereka tanam.
IRMANSYAH RUSLI
(Peneliti Utama Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar