net
Ilustrasi
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Nani Suriyati mengaku terkejut ketika mengetahui Hasan mendekam di Rumah Tahanan Kota Cirebon. Nani adalah pemilik Toko Jihan, di Pusat Grosir Cirebon (PGC) Kota Cirebon. Toko itu kehilangan dua tas sekolah, yang diambil oleh Hasan, menjelang toko yang terletak di lantai satu itu tutup.
"Saya sudah memberikan maaf. Apalagi harga dua tas itu tidak lebih dari Rp 100 ribu. Saya pikir dia sudah bebas dan tidak jadi ditahan. Saya pun tidak pernah mempersulit masalahnya dan saya pikir sudah selesai," kata perempuan berusia 34 tahun ini ketika ditemui di tokonya, Jumat (5/8/2011).
Nani mengatakan, setidaknya sudah dua kali ada yang datang untuk memintanya mencabut tuntutan, yaitu istri Hasan, Sri Mulyati, dan sejumlah orang yang mengaku dari kalangan majelis taklim di sekitar rumah Hasan. Mereka bercerita bahwa Hasan orang yang baik.
"Ya, berarti memang orangnya baik karena sampai majelis taklimnya saja datang ke sini. Mungkin Hasan khilaf. Saya juga sebenarnya sudah bilang tidak usah diperpanjang, tapi tetap dilaporkan satpam ke polisi," ujar perempuan berambut pendek dan memiliki tiga petak toko ini.
Nani mengaku sudah menandatangani surat pencabutan perkara yang disodorkan langsung oleh Sri Muryati dan rombongan majelis taklim itu. Bahkan tidak sampai di situ. Pada saat sidang perdana, Nani juga menegaskan kepada majelis hakim agar tidak memperpanjang masalah lagi.
"Pada sidang pertama, saya justru bilang sama ketua hakimnya agar Hasan dibebaskan saja. Saya pikir setelah itu dia dibebaskan. Tapi ternyata belum, dan baru tahu kalau Hasan akhirnya ditahan. Ya, mungkin dia khilaf, kasihan," ujarnya.
Nani mengatakan, peristiwa pencurian yang dilakukan Hasan terjadi pada April. Dia ingat peristiwa itu terjadi pada saat dia dan sejumlah karyawannya duduk di depan toko. Karena tokonya terletak di pojok, bagian samping tidak ada yang mengawasi. Pada saat itulah Hasan mencuri dua buah tas.
"Dia ditangkap orang PGC. Memang hanya terlihat satu unit tas dibawa. Tapi ternyata setelah digeledah lagi, ditemukan satu tas, sepatu dua pasang, dan satu mainan anak yang dimasukkan ke karung. Dia minta maaf dan saya sih memberikan maaf. Kejadian itu saat toko hendak tutup sekitar pukul 20.00," katanya.
Sri Mulyati istri Hasan, warga Jalan Samadikun, Gang Empang 3, RT 04/03, Kecamatan Kejaksaan, Kota Cirebon, menangis di ruang Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Cirebon, Trijoko Sutanto, Rabu (3/8/2011). Sembari menggendong dua anaknya yang masih kecil, perempuan berusia 35 tahun ini mengadukan nasibnya.
Dia mengaku ditipu oleh seorang jaksa yang bernama NS, yang tertera di struktural Kajari menjabat sebagai Kasubsi Tut Pidum Kajari Kota Cirebon. Sri memberikan sejumlah uang agar suaminya, Hasan, dihukum ringan.
Namun, begitu uang Rp 2 juta sudah diserahkan, jaksa tersebut tidak pernah muncul dalam persidangan terakhir. Apalagi pada saat pembacaan vonis terhadap terdakwa pada 26 Juli, Hasan divonis empat bulan penjara. Bahkan, vonis itu masih banding.
"Yang penting dikembalikan saja uangnya buat makan dan anak sekolah. Uang itu juga merupakan utang kepada kakak saya. Saya berikan uang itu karena jaksa itu bilang bisa membantu meringankan hukuman suami saya," kata Sri.
Menurut Sri, uang sebesar itu begitu berharga, apalagi suaminya hanya bekerja sebagai sopir becak dan menyambi sebagai pemulung. Sri pun harus mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan empat anaknya seorang diri.
"Setelah saya bayar, jaksanya lain. Perempuan. Ada sekitar sembilan kali pengadilan. Nah, pada 26 Juli sudah putusan, tapi hukumannya tetap berat dan itupun banding," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar