TERKAIT:
TRIPOLI, KOMPAS.com — Perang di Libya berlanjut hingga Kamis (25/8/2011). Namun, Moammar Khadafy semakin tersudut. Hanya Presiden Venezuela Hugo Chavez yang kukuh membela walau makin banyak negara mendukung oposisi. Kabar terbaru, Khadafy berniat menjual emas untuk membiayai pelarian.
Menurut mantan Gubernur Bank Sentral Libya Farhat Bengdara, emas yang hendak dijual adalah milik negara. "Hasilnya untuk membiayai perlindungan diri dan biaya untuk melahirkan kekacauan di antara kelompok suku di Libya," kata Bengdara kepada harian Italia, Corriere della Sera, edisi Kamis, di Milan.
Bengdara mendapatkan informasi itu dari rekan nonwarga Libya. Dia menyarankan agar niat Khadafy yang disampaikan orang dekat Khadafy itu ditolak. Ada sekitar 25 ton emas dengan nilai sekitar 10 miliar dollar AS. "Tampaknya Khadafy tidak lagi di Tripoli dan sedang mengarah ke wilayah Aljazair," katanya.
Pencarian Khadafy masih menjadi fokus. Agen intelijen Perancis, Inggris, dan AS juga dikerahkan untuk itu. Pertempuran pada Kamis berlangsung di Sabha, kota dekat Aljazair. Pertempuran tidak saja terjadi di Tripoli, tetapi juga di beberapa titik di Libya, yang sudah lebih dari 95 persen dikuasai oposisi.
"Masih ada para penembak jitu berkeliaran," kata seorang anggota pasukan oposisi. Karena itu, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan, pertempuran belum usai walau frekuensi serangan loyalis Khadafy mulai menurun.
Dua petinggi membelot
Kelemahan posisi Khadafy juga makin nyata. Menteri Kesehatan Libya Mohammad Hijazi membelot ke kubu oposisi bersama Wakil Direktur Divisi Luar Negeri Intelijen Libya Jenderal Khalifah Mohammed Ali. "Saya ingin melayani negara dan meminta para jenderal dan tentara melayani negara," kata Ali kepada stasiun televisi Arabiya.
Hijazi mengatakan, ia memutuskan membelot sejak oposisi memasuki Libya pada hari Minggu, tetapi sudah berpikir sejak lama soal pembelotan. Ia menambahkan, keadaan tidak akan mudah meski oposisi menguasai Tripoli. "Rezim Khadafy punya banyak taktik dan bisa melakukan apa saja yang tak terduga," katanya.
Kepada stasiun televisi Al Jazeera, Abdel Salam Jalloud, tangan kanan Khadafy yang sudah membelot, mengatakan, Khadafy mengira rakyat tetap mendukungnya. Jalloud, yang turut membantu kudeta tahun 1969, menyatakan, Khadafy masih mungkin ada di Tripoli walau kompleks huniannya di Bab al-Aziziya sudah dikuasai oposisi dan rumahnya serta hunian putra dan putrinya dijarah.
Jalloud menyarankan oposisi agar membuka jalan-jalan di Tripoli. "Jika jalan dibuka, Khadafy mungkin tampil berpakaian wanita untuk meninggalkan Tripoli menuju perbatasan Chad atau Aljazair," ujar Jalloud yang mengatakan Khadafy haus akan kekuasaan.
Dalam perkembangan lain di lapangan, Libya mengalami kekacauan logistik, terutama pasokan untuk rumah sakit, tempat para anggota pasukan oposisi mendapatkan perawatan. Kepala pemerintahan oposisi Libya, Mahmoud Jibril, di Milan, seusai pertemuan dengan PM Italia Silvio Berlusconi, mengingatkan bahwa Libya memerlukan bantuan segera.
"Jika tidak, akan terjadi destabilisasi. Hal mendasar adalah perlunya Dewan Transisi Nasional membiayai semua operasional pemerintahan lewat pengadaan dana segera," ujarnya.
Sementara itu, Hugo Chavez menuduh Barat hanya ingin mengincar minyak Libya dan melancarkan serangan penjungkalan pemimpin di negara lain. "Target mereka selanjutnya adalah Suriah," kata Chavez. (AP/AFP/MON/MTH)
Menurut mantan Gubernur Bank Sentral Libya Farhat Bengdara, emas yang hendak dijual adalah milik negara. "Hasilnya untuk membiayai perlindungan diri dan biaya untuk melahirkan kekacauan di antara kelompok suku di Libya," kata Bengdara kepada harian Italia, Corriere della Sera, edisi Kamis, di Milan.
Bengdara mendapatkan informasi itu dari rekan nonwarga Libya. Dia menyarankan agar niat Khadafy yang disampaikan orang dekat Khadafy itu ditolak. Ada sekitar 25 ton emas dengan nilai sekitar 10 miliar dollar AS. "Tampaknya Khadafy tidak lagi di Tripoli dan sedang mengarah ke wilayah Aljazair," katanya.
Pencarian Khadafy masih menjadi fokus. Agen intelijen Perancis, Inggris, dan AS juga dikerahkan untuk itu. Pertempuran pada Kamis berlangsung di Sabha, kota dekat Aljazair. Pertempuran tidak saja terjadi di Tripoli, tetapi juga di beberapa titik di Libya, yang sudah lebih dari 95 persen dikuasai oposisi.
"Masih ada para penembak jitu berkeliaran," kata seorang anggota pasukan oposisi. Karena itu, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan, pertempuran belum usai walau frekuensi serangan loyalis Khadafy mulai menurun.
Dua petinggi membelot
Kelemahan posisi Khadafy juga makin nyata. Menteri Kesehatan Libya Mohammad Hijazi membelot ke kubu oposisi bersama Wakil Direktur Divisi Luar Negeri Intelijen Libya Jenderal Khalifah Mohammed Ali. "Saya ingin melayani negara dan meminta para jenderal dan tentara melayani negara," kata Ali kepada stasiun televisi Arabiya.
Hijazi mengatakan, ia memutuskan membelot sejak oposisi memasuki Libya pada hari Minggu, tetapi sudah berpikir sejak lama soal pembelotan. Ia menambahkan, keadaan tidak akan mudah meski oposisi menguasai Tripoli. "Rezim Khadafy punya banyak taktik dan bisa melakukan apa saja yang tak terduga," katanya.
Kepada stasiun televisi Al Jazeera, Abdel Salam Jalloud, tangan kanan Khadafy yang sudah membelot, mengatakan, Khadafy mengira rakyat tetap mendukungnya. Jalloud, yang turut membantu kudeta tahun 1969, menyatakan, Khadafy masih mungkin ada di Tripoli walau kompleks huniannya di Bab al-Aziziya sudah dikuasai oposisi dan rumahnya serta hunian putra dan putrinya dijarah.
Jalloud menyarankan oposisi agar membuka jalan-jalan di Tripoli. "Jika jalan dibuka, Khadafy mungkin tampil berpakaian wanita untuk meninggalkan Tripoli menuju perbatasan Chad atau Aljazair," ujar Jalloud yang mengatakan Khadafy haus akan kekuasaan.
Dalam perkembangan lain di lapangan, Libya mengalami kekacauan logistik, terutama pasokan untuk rumah sakit, tempat para anggota pasukan oposisi mendapatkan perawatan. Kepala pemerintahan oposisi Libya, Mahmoud Jibril, di Milan, seusai pertemuan dengan PM Italia Silvio Berlusconi, mengingatkan bahwa Libya memerlukan bantuan segera.
"Jika tidak, akan terjadi destabilisasi. Hal mendasar adalah perlunya Dewan Transisi Nasional membiayai semua operasional pemerintahan lewat pengadaan dana segera," ujarnya.
Sementara itu, Hugo Chavez menuduh Barat hanya ingin mengincar minyak Libya dan melancarkan serangan penjungkalan pemimpin di negara lain. "Target mereka selanjutnya adalah Suriah," kata Chavez. (AP/AFP/MON/MTH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar