Kompas/Mohammad Hilmi FaiqIlustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, menilai pemerintah perlu mencermati kesiapan infrastruktur dalam mengaplikasikan rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan menggunakan gas, yakni compressed natural gas (CNG) dan liquid gas for vehicle (LGV), serta BBM jenis pertamax. Jangan sampai opsi tersebut tidak bisa berjalan dengan semestinya karena infrastruktur tidak siap. "Itu sama saja dengan menipu rakyat. Opsinya ada, tapi tidak bisa dijalankan," ujar Satya kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2012).
Ia menilai kesiapan infrastruktur menjadi hal yang paling pertama untuk dilihat dalam menerapkan penggunaan LGV untuk kendaraan pribadi ataupun angkutan umum seperti taksi, dan penggunaan CNG untuk angkutan umum yang sifatnya massal. Ia menyebutkan, kedua jenis bahan bakar ini belum sepenuhnya tersedia merata seperti halnya premium.
Jadi, kata Satya, masyarakat yang tidak menerima BBM bersubsidi sebaiknya dibebaskan saja, apakah mereka mau memilih pertamax, bahan bakar gas, ataupun premium namun dengan harga keekonomian.
Mengenai infrastruktur tersebut, Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomo Hadi, pun menyebutkan jumlah SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas) tidak sampai 20 buah di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. "Enggak sampai 20 buah, yang beroperasi pun hanya 50 persen. Itu di luar busway," ujar Eri.
Di mana SPBG tersebut bisa dioperasikan untuk melayani CNG atau BBG. Sementara itu, kata dia, SPBU milik Pertamina sudah ada sekitar 10-20 buah yang bisa melayani LGV. "Kalau (untuk melayani) massal sekali belum. Tapi ini bisa jadi awal (untuk pengembangan SPBU dan SPBG)," tambah Eri. Di mana untuk mengembangkan fasilitas SPBU dan SPBG dibutuhkan waktu dan modal.
kompas.com
TERKAIT:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar