Berdasarkan data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, masih terdapat 183 kabupaten daerah tertinggal dan 8 diantaranya ada di Sumatera Barat.
“Hingga kini masih ada 183 kabupaten daerah tertinggal di Indonesia,” kata Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini, saat rapat kerja (raker) dengan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/1).
Sebaran 183 kabupaten daerah tertinggal di 27 pro vinsi minus Jambi, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Barat, yaitu 46 di Sumatera, 9 di Jawa, 16 di Kalimantan, 34 di Sulawesi, 28 di Bali Nusa Tenggara, 15 di Maluku dan Maluku Utara, serta 35 di Papua dan Papua Barat. Totalnya, 128 kabupaten daerah tertinggal atau sekitar 70 persen di KTI.
Provinsi yang jumlah kabupaten daerah tertinggalnya terbanyak ialah Papua memiliki 27 daerah tertinggal, Nusa Tenggara Timur (20), Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah (masing-masing 10), Sulawesi Tenggara (9), serta Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Papua Barat masing-masing 8.
Delapan kabupaten daerah tertinggal di Sumbar adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Solok, Sijunjung, Padang Pariaman, Solok Selatan, Dharmasraya dan Pasaman Barat. Tiga kabupaten terakhir adalah merupakan kabupaten baru hasil pemekaran.
Defenisi daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Wilayah kabupaten digunakan sebagai unit terkecil daerah tertinggal dalam strategi nasional sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang sepenuhnya diberikan kepada pemerintah kabupaten.
Penetapan kriteria daerah tertinggal memperhitungkan enam kriteria dasar, yaitu perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan keberadaannya di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik.
Umumnya daerah tertinggal memiliki kualitas sumberdaya manusia yang rendah, yang dicirikan oleh indeks pembangunan manusia (IPM), yaitu rendahnya rata-rata lama sekolah (RLS), angka melek huruf (AMH), dan angka harapan hidup (AHH). Daerah tertinggal umumnya juga memiliki keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya sehingga mereka kesulitan melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
Helmy berkeyakinan, pendekatan ekonomi dan intervensi pemerintah melalui pilar pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment akan mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal. Pijakan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal melakukannya berupa program pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi masyarakat di daerah tertinggal yang tersebar di 32.000 desa tertinggal dari 75.000 desa.
Dijelaskan Helmy, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2005, kementerian yang dipimpinnya melakukan fungsi fasilitasi, koordinasi, sinkronisasi, dan akselerasi pembangunan daerah tertinggal. (h/sam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar