JAKARTA - Presiden SBY akhirnya angkat bicara soal adanya seruan boikot yang dilakukan sejumlah LSM asing terhadap perkebunan kelapa sawit (CPO) di Indonesia.
"Saya dengar ada semacam aksi boikot melawan atau melarang perkebunan kelapa sawit. Saya terus terang kalau ada aksi itu menurut saya kurang fair. Karena kita hidup dalam percaturan global juga harus fair satu sama lain," ujar SBY saat berpidato di hadapan 128 Duta Besar asing di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2012) lalu.
Peringatan terhadap LSM asing ini adalah teguran kedua dari SBY. Sebelumnya, beberapa waktu lalu SBY sudah mengingatkan LSM asing tidak menggurui kebijakan kehutanan Indonesia.
"Harapan saya janganlah mengobrak-abrik seluruh Indonesia ini, seolah-seolah di negeri kita tidak ada negara, tidak ada pemerintah, dan tidak ada rakyatnya, dan seolah-olah Indonesia tidak ingin menyelamatkan lingkungan kita," ujar SBY di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (22/12/2011) lalu.
Koordinator Tim Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, Rudy Gani sangat mengapresiasi sikap pemerintah yang berani melawan intervensi pihak asing. Namun, Rudy juga berharap agar SBY tidak ragu menunjuk hidung LSM asing yang selalu menjelek-jelekkan nama Indonesia di panggung internasional.
“Padahal sudah jelas, LSM asing yang rajin berkoar-koar itu adalah Greenpeace. Karenanya saya berharap, sudah saatnya Presiden mengevaluasi keberadaan Greenpeace,” tegas Rudy kepada wartawan, Kamis (16/2/2012).
Rudy membeberkan sejumlah fakta betapa Greenpeace layak dibubarkan. Salah satunya laporan keuangan Greenpeace yang dinilai janggal. Selama ini, Greenpeace selalu mengklaim memiliki 30 ribu orang donatur. Tiap donatur menyumbang Rp 75.000 per bulan. Itu artinya, Greenpeace menerima sumbangan Rp 2.250.000.000 per bulan atau senilai Rp 27 miliar per tahun.
"Anehnya, dalam laporan keuangannya pada 2009 dan 2010 yang dimuat di Kompas dan Republika, edisi Kamis (25/10/2011), Greenpeace menyebutkan menerima donasi hanya Rp 6.5 miliar pada 2009, dan Rp 10,2 miliar pada 2010. Sisanya ke mana, apakah menguap? Wajar jika muncul dugaan ada penyimpangan dana," papar Rudy.
Masih dalam laporan keuangan yang sama, menurut Rudy, Greepeace Indonesia juga tercatat mengantongi dana sumbangan dari Greenpeace S.E.A Foundation sebesar Rp 1,2 miliar di tahun 2009 dan Rp 1,7 miliar di tahun 2010.
Greenpeace, lanjut Rudy, juga tercatat menerima dana bantuan asing dan dana judi Postcode Lottery, dari Belanda. Bukti yang tidak dapat dielakkan itu terpampang di situs Greenpeace sendiri dengan alamat http://www.greenpeace.nl/Doneren/Nationale-Postcode-Loterij/.
Dalam situs tersebut, terpampang foto perwakilan Greenpeace yang menerima dana haram dari lotere atau judi di Belanda dan Eropa. Untuk tahun 2010 saja, LSM yang bermarkas di Belanda itu menerima dana 2.250.000 poundsterling atau senilai Rp 31 miliar seperti terdapat di alamat www.postcodeloterij.nl.
Lebih parah lagi, sambung Rudy, dana juga mengucur dari kantor pusat Greenpeace di Belanda senilai 620.000 poundsterling atau senilai Rp 8,7 miliar untuk Greenpeace cabang Indonesia. Data itu terpampang di http://www.greenpeace.nl/Global/nederland/image/2011/PDF/Jaarverslag 2010.pdf.
"Pada halaman 19-20 disebutkan, salah satu proyek kampanye internasional Greenpeace adalah kampanye melawan Indonesia dan perusahaan perusahaan di Indonesia,” katanya.
Khusus untuk dana judi," lanjut Rudy,
Khusus untuk dana judi," lanjut Rudy,
LSM Greenpeace secara tegas sudah menyatakan menerima dana dari lotere atau judi.
"Seperti pengakuannya di Majalah Tempo (Lampu Merah untuk Greenpeace, Edisi 14/33), khusus mengantongi dana judi, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar sudah mengakui menerima dana haram itu," papar Rudy.
"Seperti pengakuannya di Majalah Tempo (Lampu Merah untuk Greenpeace, Edisi 14/33), khusus mengantongi dana judi, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar sudah mengakui menerima dana haram itu," papar Rudy.
Karenanya, jika tidak diaudit pemerintah, perilaku Greenpeace yang kerap dituduh membawa kepentingan asing dapat leluasa mengobok-obok kewibawaan Indonesia dengan dana besar yang dikantonginya.
"Kita tentu saja tidak ingin itu terjadi. Sebagai elemen bangsa, kami siap mengawal kedaulatan NKRI," tuturnya.
Penulis: Toni Bramantoro |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar