Hari ini, Senin (9/4) rencananya Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumbar memeriksa Kapolsekta Bukittinggi, Kompol Yesi Kurniati.
Ia diperiksa terkait dugaan penganiayaan oleh sejumlah anggota Polsek Bukittinggi terhadap Erik Alamsyah (22), tersangka pencurian kendaraan bermotor hingga korbannya tewas.
“Propam akan mendalami sejauh mana tanggung jawab ia sebagai pimpinan atas dugaan penganiayaan itu,” kata Pjs Kepala Bidang Humas Polda Sumbar AKBP Mainar Sugianto, Sabtu (7/4).
Menurutnya, penyidik Propam juga akan mengkonfirmasi prosedur penyidikan yang dilakukan personil Polsekta terhadap Erik.
Apalagi awalnya ada dugaan polisi akan merekayasa penyebab kematian korban. Kepada orang tua Erik, Alamsyafuddin (50), polisi sempat mengatakan Erik tewas karena kecelakaan sepeda motor, sehingga Alamsyafuddin mau saja menandatangani surat permintaan jasad anaknya tak divisum.
Melalui telepon genggam Alamsyafuddin mengatakan, Jumat (30/3) malam rumahnya didatangi tiga petugas Polsekta Bukittinggi dan seorang anggota Polsekta Talang. “Keempatnya memberitahukan kepada saya, anak saya meninggal Jumat sore akibat kecelakaan di Bukittinggi,” katanya.
Setelah mendapat kabar tersebut, dia langsung menghubungi mamak korban, Erianto (50) yang berada di Padang Panjang. Setelah tiba di Mapolsekta Erianto langsung ditemui Kapolsekta Bukittinggi dan disebutkan Erik meninggal akibat kecelakaan.
Untuk memastikan kondisi jasad korban, Erianto meminta kepada Kapolsek agar diperbolehkan untuk melihat kondisi jenazah. Namun, karena jasad itu berada di kamar jenazah, Erianto tidak bisa melihat kondisi Erik dan hanya bisa memastikan melalui buku daftar jenazah.
Setelah mendapat kepastian meninggalnya dari Erianto, pihak keluarga yang berada di Solok sepakat untuk memulangkan jenazah secepat mungkin untuk dikebumikan. Namun, saat Erianto mengurus kepulangan jenazah ke Solok, Sabtu (29/3) siang, ia ditemui anggota Polda Sumbar dan mengatakan jenazah Erik harus diotopsi dan belum bisa dibawa ke Solok
“Dihari yang sama, kami di Solok didatangi Kapolsekta Bukittinggi didampingi oleh tiga anggotanya menyodorkan surat pernyataan, agar korban tidak dilakukan otopsi. Namun, karena kami hanya mengetahui Erik meninggal akibat kecelakaan, maka surat itu pun ditandatangani,” jelasnya.
Dijelaskan Alamsyafuddin, dalam surat pernyataan dari polisi tersebut tertulis dengan jelas kematian Erik diakibatkan kecelakaan bermotor. Setelah rombongan Polsekta Bukittinggi pergi, pihak keluarga mendapatkan laporan dari Erianto bahwa Erik tidak meninggal akibat kecelakaan, melainkan ditangkap pihak kepolisian dan meninggal di dalam ruangan Subnit Opsnal Reskrim Polresta Bukittinggi, karena mendapatkan pukulan benda tumpul.
Sementara enam oknum Polsekta Bukittinggi Bripka M, Briptu B, Brigadir R, Brigadir BM, Brigadir DH, dan Brigadir F telah ditetapkan sebagai tersangka. Tiga di antaranya ditahan di Mapolresta Padang, dan sisanya di Polsekta Padang Utara.
Harus Jelas
Menanggapi penatapan tersangkanya, Direktur LBH Padang Vino Oktavia minta Polda Sumbar menjelaskan keterlibatan masing-masingnya. Pasalnya dua rekan Erik, Marjoni (21) dan Nasution Setiawan (20) juga mengalami kekerasan oleh oknum polisi saat diintrogasi.
“Harus jelas, yang ini terlibat penganiayaan yang mana, karena pasal yang menjerat juga berbeda, sehingga akan terlihat Polda memang transparan dalam mengungkap kasus ini,” katanya kemarin.
Kemudian katanya, peran Kapolsek tentunya tak bisa dilepaskan dalam hal ini. Minimal yang bersangkutan lalai dalam mengawasi kerja anggotanya.
Hal yang sama juga ditegaskan Ketua Komnas HAM Sumbar Ahli Ahmad. “Kita apresiasi sikap Polda yang segera menetapkan tersangka kasus ini, tetapi kita tentunya berharap Polda profesional, dan lebih transparan,” katanya. (h/aci/ang/nas)
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar