Sebanyak 62 wanita terjaring dalam razia penyakit masyarakat di dua kota. Nyaris terjadi bentrokan dengan oknum aparat pembeking. Tak sampai semalam, semua wanita yang terjaring dilepas setelah didata. Tak jelas apa tujuan razia.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Padang dan Bukittinggi bergerak serentak melakukan razia, Kamis (17/5) malam. Tak tanggung-tanggung, 62 wanita malam terjaring dalam beberapa tempat hiburan dan objek wisata.
Satpol PP Padang menggelar razia gabungan bersama aparat TNI/Polri dan berhasil mengamankan 52 wanita malam. Sementara Satpol PP Bukittinggi mengamankan 10 wanita malam yang diduga pekerja seks komersial (PSK).
Operasi penyakit masyarakat (Pekat) oleh tim gabungan SK4, terjadi kericuhan di Markas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang antara petugas Provost Pol PP dengan salah seorang yang mengaku anggota Polresta Padang.
Aksi ini hampir saling pukul antara keduanya, beruntung Kasat Pol PP Padang meredamkan suasana dan mendamaikan kedua anggota ini, sehingga aksi ini hanya perang mulut saja.
Kasat Pol PP Kota Padang, Nasrul Sugana mengatakan, keributan yang terjadi di Mako Pol PP tersebut terjadi karena adanya kesalahan komunikasi antar sesama petugas ini.
“Dua personil yang terlibat perseteruan tersebut sama-sama tidak mengenal satu sama lain, sehingga dilakukan pertemuan dan diajak berunding tentang permasalahan tersebut. Kini masalah itu sudah selesai dengan cara damai,” kata Sugana.
Razia ini memokuskan kepada pemberantasan penyakit masyarakat dan juga perizinan tempat usaha di beberapa tempat ini menyisir daerah-daerah tempat hiburan malam dan objek wisata.
“Razia kali ini tidak tebang pilih, kita masuk ke tempat-tempat yang selama ini tidak pernah tersentuh dan sering mendapatkan laporan dari masyarakat. Termasuk rumah kost yang sering dijadikan tempat mesum. Hasilnya, sebanyak 52 wanita diamankan malam ini,” kata Nasrul Sugana.
Dari 52 wanita yang ditangkap, 31 orang dari di tempat hiburan malam kawasan Pondok dan Muara Batang Arau dan 11 orang di kawasan Atom Center Pasar Raya. Sedangkan 10 orang lainnya, di kawasan pantai dan Gor H. Agus Salim dan termasuk salah satu rumah kos yang berada di lokasi sekitar.
“Petugas mengamankan wanita ini karena tidak bisa memperlihatkan KTP, kepergok berbuat mesum di dalam mobil dan sedang minum-minuman keras. Dalam penangkapan, petugas juga mengamankan warga luar daerah Sumatera Barat dan anak di bawah umur,” kata Sugana.
Dari pantauan Haluan di Kantor Satpol PP Jumat (18/5) dini hari, saat melakukan pendataan kepada 52 wanita yang tertangkap, beberapa orang yang mengaku oknum aparat berwajib yang bertugas di Kota Padang meminta kepada Satpol PP untuk melepaskan dua teman wanitanya.
Merasa permintaannya tidak dipenuhi, oknum ini langsung mengancam sehingga kericuhan tidak dapat dihindari. Bahkan Kepala Kantor Satpol PP, Nasrul Sugana dan oknum tersebut hampir adu jotos. Namun kericuhan tidak berlangsung lama setelah aparat TNI datang melerai.
Kejadian yang berlangsung singkat ini sempat menjadi perhatian wanita yang tertangkap, wartawan, dan masyarakat yang berada di lokasi. “ Jangan mentang-mentang oknum aparat, bisa saja membentak anggota saya dan seenaknya melepaskan wanita malam yang terjaring. Kita sama-sama aparat yang harus taat terhadap aturan,” kata Sugana.
Pada Jumat pagi, ke 52 yang terjaring itu dilepaskan oleh Sat Pol PP setelah semuanya didata.
Di Bukittinggi
Sementara itu, pengunjung yang datang berliburan ke Bukittinggi selama masa liburan panjang pekan ini, agar ekstra hati hati membawa pasangan untuk liburan ke kafe-kafe yang ada di Bukittinggi. Pasalnya, Satpol PP setempat melakukan razia pekat (penyakit masyarakat) ke tempat tempat hiburan seperti kafé serta sejumlah tempat hiburan yang dianggap rawan maksiat.
Razia pekat yang dimulai Kamis (17/5) malam, berhasil menjerat 10 orang wanita ABG, dan paruh baya yang diduga PSK. Mereka ditangkap di dua tempat, lima wanita di Kafé Sani Kampung Cina dan lima wanita lainya di PUB Hotel Pusako.
Kasat Pol PP Bukittinggi Syafnir di sela sela merazia sejumlah tempat hiburan malam itu kepada Haluan menjelaskan, razia pekat selama musim libur panjang ini difokuskan pada tempat tempat hiburan malam seperti kafé dan PUB. Sementara hotel Melati yang biasa menjadi sasaran Razia Pol PP selama ini tidak lagi diganggu gugat, karena kata Syafnir, untuk menjaga kenyamanan pengunjung yang menginap di Bukittinggi selama musim libu panjang pecan ini.
“Hotel hotel Melati tidak kita lakukan razia, karena akan menganggu kenyamanan dan ketenangan pengunjung yang menginap di hotel-hotel Bukittinggi,” kata Syafnir.
Sepuluh wanita yang diduga PSK yang diamankan Satpol PP Kamis malam, dipulangkan kembali, setelah membuat surat pernyataan di kantor Satpol PP bahwa mereka tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang sama.
Perda Pekat Lemah
Meskipun dalam setiap kali razia pekat, Satpol PP acap kali menangkap pasangan ilegal atau penyakit masyarakat, namun hasil tangkapan mereka diselesaikan di atas selembar kertas putih yang dinamakan surat pernyataan, tanpa ada sanksi hukum yang membuat mereka jera.
Menurut pengamat pariwisata Bukittinggi Tasmon, tangkapan Satpol PP khusus pekat, harus jelas sanksi hukumnya dan perda pekat yang ada sekarang harus ditinjau ulang, agar pelaku pekat bisa jera.
“Harusnya DPRD ketika membuat Perda Pekat harus berkordinasi dengan Departemen Agama dan hearing dengan tokoh adat serta ulama Bukittinggi untuk meminta masukan, agar sanksi dari Perda tersebut bisa menjerakan pelaku,” kata Tasmon.
Selain itu, penegakan perda tersebut harus konsisten dilakukan oleh Satpol PP dan petugas penyidiknya. Sebab apabila pelaku maksiat sudah tiga kali berturut-turut melakukan hal yang sama, mereka sudah bisa diajukan ke hukum pidana di Pengadilan Negeri.
“Nah, konsisten dan keberanian petugas dalam menjalankan dan menegakan aturan ini yang tidak ada. Mereka sepertinya bertugas seperti permen karet saja, dan asal gugur kewajiban,” kata Tasmon. (h/ang/nas/jon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar