Seorang pemimpin tidak hanya mampu memimpin, tetapi juga harus mempunyai jiwa kepemimpinan, sehingga pemimpin itu mempunyai kharisma dan wibawa yang melekat pada dirinya. Pemimpin kalau tidak punya kharisma atau wibawa akan mendapat kesulitan untuk memimpin dalam kelompok atau organisasinya. Seorang pemimpin juga harus mempunyai ilmu pengetahuan dan memiliki kejujuran serta moralitas yang baik, karena dengan sifat itulah pemimpin mendapat simpati dan berkharisma serta berwibawa, dengan demikian pemimpin itu akan diteladani oleh masyarakat atau para pengikutnya.
Sorros and Butchatsky mengatakan bahwa pemimpin harus memiliki sifat kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam pembangunan.
Dalam memimpin seorang pemimpin harus punya komitmen yang jelas dan bertanggung jawab baik kepada diri sendiri maupun kepada orang yang dipimpin, karena kalau seorang pemimpin tidak bertanggungjawab terhadap orang yang dipimpinnya, maka pemimpin itu adalah seorang diktator dan dia selalu benar serta akan bertindak dengan kesewenang-wenangan.
Pemimpin di Minangkabau secara umum melekat pada dirinya 3 (tiga) sifat kepemimpinan yaitu kepemimpinan Islam (Nabi Muhammad. SAW), kepemimpinan Sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Kepemimpinan menurut adat Minangkabau (kearifan lokal), untuk itu penulis ingin menggambarkan secara sederhana dalam tulisan ini.
Pertama, kepemimpinan Islam (Nabi Muhammad. SAW), Minangkabau adalah suku bangsa yang mendiami Sumatera Barat dan mayoritas penduduknya beragama Islam yang dikenal dengan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato adat mamakai, maka pemimpin di Minangkabau sifat kepemimpin seperti sifat Nabi Muhammad. SAW harus dimilikinya.
Pemimpin itu harus bersifat Sidiq (benar), seorang pemimpin haruslah seorang yang jujur dan berbuat benar sasuai alua jo patuik (sesuai aturan, patut dan mungkin),Amanah (dipercaya) seorang pemimpin harus dapat dipercaya, maka pemimpin itu harus mempunyai integritas dan moralitas yang tinggi serta bertanggungjawab. Fathanah (cerdas) seorang pemimpin harus berilmu pengetahuan dan sudah dewasa atau sudah akhil baligh, dan Tabligh (menyampaikan), pemimpin berani menyampaikan apapun bentuknya, ajaran Islam mengatakan “sampaikanlah sepotong ayat itu sekalipun pahit”, yang baik adalah baik, yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, menyampaikan amar ma’ruh nahimungkar, pemimpin itu juga berperan sebagai seorang pendakwah.
Kedua, kepemimpinan menurut Sistem Pemerintah Republik Indonesia (KH. Dewantara), karena Sumatera Barat merupakan bagian integral dari NKRI, sifat kepemimpinan menurut Sistem Pemerintah Negara Republik Indonesia juga dimiliki oleh pemimpin di Minangkabau, seperti Ing ngarso sung tulodo, dimana pimpinan itu mempunyai sifat yang dapat diteladani oleh yang dipimpinnya. Artinya pemimpin itu selalu jadi perhatian bagi anggota yang dipimpinnya, sehingga setiap langkah dan perbuatannya akan dicontoh dan akan ditauladani oleh pengikutnya. Ing madyo mangun karso.
Pada suatu saat pemimpin itu juga dapat berfungsi sebagai kawan yang dapat menimbulkan semangat membangun oleh anggota atau bagi orang yang dipimpinnya sehingga tidak ada kekakuan dan ewuh pakewuh bagi anggotanya, namun anggotanya justru semakin menjadi simpati dan sangat menghargai pemimpinnya. Tut wuri handayani.
Pada suatu ketika pemimpin itu juga berfungsi sebagai pendorong dan motivator bagi anggotanya, artinya pemimpim itu juga mengarahkan agar anggotanya menjadi seorang yang lebih maju dan lebih hebat dari dirinya sendiri, legowo, menyerahkan kepimpinan dengan hormat kepada generasi selanjutnya, mengerti dan paham kapan masanya harus mundur sebagai pemimpin, prasaja, satya serta waspada. Sifat kepemimpinan ini juga dimiliki pula oleh pemimpin di Minangkabau karena merupakan sifat kepemimpinan dalam tatanan NKRI.
Ketiga kepemimpinan menurut adat Minangkabau, seorang pemimpin di Minangkabau harus memiliki sifat yang khas dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di Minangkabau yang juga mempunyai nilai-nilai falsafah yang dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.
Pemimpin di Minangkabau tersebut harus tau jo nan ampek (tahu dengan yang empat), entah kenapa di Minangkabau selalu ada 4 (empat), contohnya ada ampek jinih dan ada jinih nan ampek, syarat menggadaikan harta pusaka juga harus ada empat syarat, ulayat juga ada 4 (empat) jenis dan banyak lagi yang empat di Minangkabau.
Tau jo nan ampek (tahu dengan yang empat) maksudnya adalah kato mandata, kato mandaki, kato manurun dan kato malereang. Kenapa ada istilah seperti ini, karena di Minangkabau pemimpin itu hanyalah di dahulukan selangkah dan di tinggikan seranting, jadi pemimpin itu sedikit lebih tinggi dan sedikit pula lebih dahulu dari anggota yang dipimpinnya, maka cara bertindak dan bertingkahlakupun harus diperhatikan dan selalu jadi perhatian. Artinya di Minangkabau pemimpin bukanlah mempunyai kekuasaan sewenang-wenang dan bertindak seenaknya saja, tetapi ada norma-norma tata pergaulan yang harus diperhatikan.
Maksud dari nan ampek adalah, kato mandata (mendatar) adalah kata-kata dan sikap seorang pemimpin terhadap anggota yang sebaya atau kepada kawan dan kolega yang mungkin sama sepermainan, karena sama besar maka dalam suasana ini seorang pemimpin boleh bertindak dan berucap seperti biasa dan sewajarnya.
Kato mandaki (mendaki), dalam suasana ini seorang pemimpin berhadapan dengan orang yang mungkin lebih tua dari dirinya, sekalipun dia seorang pimpinan namun dalam menghadapi orang yang lebih tua dari dirinya ada aturan dan tatacaranya, tidak boleh memanggil waang (kamu) kepada yang lebih tua, mungkin di panggil uda (kakak), bapak, mamak, uni, amak, mande dan lain sebagainya.
Kato manurun (menurun), sikap atau perkataan menurun ini apabila seorang pemimpin bersikap atau berhadapan dengan orang yang mungkin lebih muda dari dirinya, pada level ini pimpinan boleh memanggil nama atau gelar, seperti adinda, angku tetapi tetap dengan tutur kata yang lemahlembut dan santun.
Kato malereang (melereng), adalah sikap seorang pimpinan dalam berhadapan atau berbicara dengan orang yang diseganinya, seperti urang sumando, ipar, bisan, dan sebagainya yang mungkin patut diseganinya. Pemimpin tidak boleh langsung mengatakan yang sebenarnya kepada orang atau kelompok ini tetapi melalui kiasan atau bahasa kias.
Dengan demikian dapat diketahui kebaikan budi dan indahnya basa-basi seorang pemimpin di Minangkabau tersebut, pepatah Minang mengatakan “Nan kuriak kund,i nan merah sago, nan baik budi, nan indah baso,” pepatah Minang juga mengatakan “nan tuo dihormati, nan ketek disayangi, nan samo gadang bao baiyo, nan lumpuah paalau ayam, nan buto pa ambuih lasuang, nan pakak palatuihan badia, nan cadiak tampek batanyo. ka lurah samo manurun, ka bukik samo mandaki, tatungkuik samo makan tanah, tatilantang samo makan ambun. Dari istilah ini menandakan di Minangkabau masyarakatnya egaliter (terbuka), saling menghargai, senasib sepenaggungan dan tatanan kehidupan yang sangat demokrasi.
Di samping itu untuk menjadi pemimpin di Minangkabau adalah nan cadiak candikio, orang yang berilmu pengetahuan dan memiliki intelektual serta seorang yang terpelajar, nan arif bijaksano yaitu seorang yang mempuyai sifat adil dalam mengambil kebijakan, bak pepatah Minangkabau mengatakan tibo dimato ndak dipiciangkan, tibo diparuik ndak dikampihkan, nan tau dirantiang dan kamanyangkuik, tau diunak nan kamancucuak, artinya selalu siap siaga dengan ancaman yang akan dihadapi.Tau jo angin nan basaru, tau di ombak nan badabua, tau dikarang nan taungguak, tau dipasang nan katurun naiak, alam takambang jadi guru. Artinya waspada dengaan keadaan sekarang dan tahu pula dengan keadaan yang akan datang, berani menghadapi tantangan ke depan.
Tau eriang jo gendeang, tau dibayang kato sampai alun bakilek lah bakalam, bakilek ikan dalam aie alah jaleh jantan jo batinonyo. Artinya tau dengan kiasan, punya misi yang akan dilaksanakan, punya visi atau pandangan jauh kedepan yang jelas, mampu membaca tanda-tanda zaman dengan gejal-gejala alam yang ada. Tau jo cupak nan duo, paham limbago nan sapuluah. Artinya berpengetahuan tentang adat istiadat dan paham ilmu agama (Islam) dan sifat-sifat Allah.
Nilai filosofi yang terkandung dari kearifan lokal Minangkabau ini menandakan bahwa seorang pemimpin di Minangkabau disamping ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah juga memperlihatkan kerendahatian dari seorang pemimpin tersebut di tengah masyarakat.
Pemimpin itu juga seorang cendikiawan yang mempunyai kadar intelektual yang tinggi, menguasai ilmu adat istidat Minangkabau yang berlandaskan kepada Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak mangato adat mamakai, alam takambang jadi guru.
Dengan sifat seperti ini pemimpin itu akan menjadi teladan pula bagi anggota yang dipimpinnya ditengah kehidupan bermasyarakat di Minangkabau. Begitu indah dan bagusnya cita-cita masyarakat Minangkabau menciptakan sosok pemimpin di Ranah Minang ini. Jangan sampai ada kalaimat “ndak tau jo nan ampek”.
DRS AKRAL MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar