KOMPAS.com/ HUSEINBeginilah rute berlumpur yang harus dilintasi para pengojek di Luwu Utara. Tak heran jika tarifnya selangit.
Sederetan sepeda motor bebek yang telah dimodifikasi bentuknya menjadi mirip motor trail, dengan menggunakan ban berbalut rantai, terlihat parkir di pangkalan ojek di Desa Sabbang, Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Rata-rata motor milikpanggojek seko—sebutan masyarakat setempat sudah tak ada yang lazim bentuknya. Belum lagi motor-motor ini juga dipenuhi lumpur tebal. Jauh dari kesan bersih dan rapi.
Meskipun motor tersebut terlihat seperti motor rongsokan, tetapi tenaga yang dihasilkan dari mesinnya luar biasa. Pasalnya, pemilik motor telah mengganti sebagian besar onderdil yang disesuaikan dengan medan tanjakan dan berlumpur yang setiap hari dilintasi oleh para pengojek. Akan mengejutkan bila Anda tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk memakai jasa ojek-ojek ini.
Mungkin, tarif ojek di Seko menjadi tarif ojek termahal di Indonesia. Bayangkan saja, sekali naik ojek penumpang dikenakan tarif Rp 600.000 hingga Rp 700.000. "Tarif yang kami patok untuk penumpang tergantung dari melihat kondisi cuaca, jika dalam kondisi normal, kami pasang harga Rp 600.000. Namun, saat kondisi cuaca buruk, hujan, tarifnya naik Rp 700.000," ungkap Yusup, salah seorang tukang ojek
Tidak hanya membayar tarif yang "selangit", Anda juga harus mempersiapkan stamina. Sebab, jalur yang akan dilalui adalah jalan setapak di tengah hutan belantara yang jarang terdapat rumah penduduk. Jika dalam kondisi normal cuaca lagi cerah, perjalanan dari pangkalan ojek di Desa Sabbang hingga ke tempat tujuan di Kecamatan Seko dapat ditempuh dalam waktu delapan hingga sepuluh jam. Namun, jika kondisi cuaca buruk, maka bukan tak mungkin Anda harus menginap di jalan.
Medan yang dilalui tidak hanya menajaki gunung dan melewati beberapa anak sungai, tetapi sebagian jalan juga dipenuhi kubangan lumpur yang terkadang mengharuskan pengendara dan penumpang, saling bantu untuk mendorong motor dari jebakan lumpur. "Paling cepat kami tiba di Perkampungan Seko, itu 8 jam dari pangkalan ojek Sabbang, namun tidak jarang kami harus menginap di tengah perjalanan kalo turun hujan," ungkap Melki, salah seorang staf Pemda Luwu Utara, yang sering ditugaskan ke daerah Seko, Rabu (19/6/2012) kemarin.
Kecamatan Seko adalah salah satu daerah terpencil di Kabupaten Luwu Utara, di mana terdapat 12 desa di sana. Letaknya berada di Pegunungan Kambuno yang berada 2.985 meter di atas permukaan laut.
Masyarakat Seko sejak dahulu menggantungkan hidupnya dengan bertani, berkebun, dan beternak kerbau. Daerah ini juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi terbaik, baik untuk jenis kopi robusta maupun arabica.
Menuju ke Kecamatan Seko, dari Kecamatan Masamba, warga sehari-harinya menggunakan transportasi motor ojek, walaupun pemerintah telah membangun fasilitas bandara perintis yang berada di pusat Kecamatan Seko. Sebab, dengan jadwal penerbangan dua kali sepekan dan tidak berlangsung normal membuat warga tidak memilih moda transportasi ini. Selain itu, pesawat jenis Casa hanya bisa mengangkut maksimal 24 orang sehingga warga harus membeli tiket jauh-jauh hari sebelum rencana penerbangan. Tarif tiket Masamba-Seko sebesar Rp 180.000. Namun demikian, ojek seharga Rp 600.000 pun terpaksa menjadi pilihan mereka
http://regional.kompas.com
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar