Keberhasilan Wali Kota Solo Joko Widodo dalam memimpin Kota Solo selama dua periode menuai banyak pujian. Jokowi--begitu sapaan dia--masuk dalam nominasi pemilihan 25 wali kota terbaik di dunia yang diselenggarakan The City Mayors Foundation London, Inggris.
Sebuah lembaga yang bernama Innovations For Successful Societies, Princeton University di Amerika Serikat juga membuat sebuah riset dan kajian tentangnya. Terhitung sejak terpilih pada pemilihan kepala daerah pertama secara demokratis di Solo pada Juli 2005 hingga periode kedua di tahun 2011, Jokowi berhasil menyita perhatian dunia.
Jokowi dibantu Wakil Wali Kota FX Hadi Rudyatmo langsung membuat gebrakan, mengubah imej Kota Solo yang sebelumnya diidentikkan sebagai kawasan jaringan teroris, layanan pemerintah yang kurang berfungsi, pengangguran yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lemah membebani setengah juta penduduknya.
Insinyur Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu mulai membangun aliansi dengan para pebisnis, pemimpin agama dan organisasi non-pemerintah sebagai bagian mewakili masyarakat miskin. Yang paling fenomenal Jokowi berhasil merelokasi ribuan pedagang kaki lima untuk mengurangi kemacetan lalu lintas tanpa menggunakan kekerasan.
"Ini menunjukkan keterampilan Jokowi dalam kepemimpinannya di tahun pertama, mengatur situasi yang sulit tanpa menggunakan kekerasan," ujar Arif, LSM KOMPIP, seperti dilansir laman www.princeton.edu.
Untuk pelayanan publik, Jokowi dan wakilnya menciptakan layanan satu atap 'one-stop service'. Hal itu ditujukan untuk mempermudah akses terhadap pengurusan lisensi bisnis dan layanan publik lainnya. Sebagai komitmennya dalam pelayanan publik yang bebas dari korupsi, ia menekankan pada akuntabilitas dan pelayanan gratis kepada masyarakat Solo.
"Orang-orang selalu mengeluh tentang kartu identitas. Mereka mengatakan bahwa ketika mereka meminta kantor kecamatan untuk kartu identitas, mereka harus membayar jumlah tambahan, dan butuh satu atau dua, kadang tiga minggu," kata Jokowi. Dia meyakini kemudahan masyarakat dalam memperoleh akses pelayanan publik yang baik, sangat penting dalam menjamin iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi Solo.
Sebagai orang yang memiliki latar belakang pengusaha, Jokowi awalnya awam politik. Ia mengandalkan wakilnya, FX Hadi Rudyatmo yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Solo, untuk urusan lobi politik. Dengan pengaruh politik Rudyatmo itu, Jokowi umumnya bisa mengandalkan dukungan dari DPRD Solo.
Soal gagasan dan ide, tak jarang Jokowi mengadakan pertemuan dengan LSM dan elemen masyarakat di Balai Kota maupun dalam kesempatan lain, untuk mendorong warga berbagi pandangan dan ide-ide tentang apa yang pemerintah lakukan dan bagaimana hal itu bisa membaik. "Dia mendapat banyak ide dari masyarakat. Ide-ide itu muncul dari stakeholderskota," ucap Sidik, aktivis LSM di Solo.
Sejak terpilih kembali pada periode kedua, Jokowi mengalihkan fokus perhatian ke proyek-proyek yang bakal meningkatkan kualitas infrastruktur transportasi dan konektivitas ke kota-kota sekitarnya. Proyek-proyeknya meliputi perluasan terminal bus untuk meningkatkan kapasitas dan pembangunan empat jembatan dan empat jalan di bagian utara kota. Dia juga menghubungkan wilayah utara yang jauh dengan pusat kota dan provinsi sekitarnya.
Namun, seorang Jokowi bukan tanpa kekurangan. Pria kelahiran Solo itu harus juga mengakui bahwa beberapa studi yang dilakukan oleh yayasan dan mitra lokalnya pada tahun 2007--di masa kepemimpinannya--pernah menyebutkan bahwa Kota Solo menduduki peringkat rendah (28 dari 42 kabupaten) pada sisi akuntabilitas, dan rata-rata (16 dari 42 kabupaten) tentang transparansi. Namun, mendapat peringkat tinggi pada partisipasi masyarakat (3 dari 42), dan memiliki anggaran sisa dana yang relatif rendah per tahun, sekitar 39 persen.
Jokowi juga mengakui bahwa reformasi layanan sipil berjalan perlahan. "Kami telah mencapai paling banyak 40 persen dari tujuan kami. Pencapaian ini masih terbatas pada tata pemerintahan yang baik. Jalan masih panjang untuk memiliki pemerintahan yang bersih," ujarnya.
Selain itu, Setyo Dwi Herwanto dari LSM Pattiro Surakarta mengritik bahwa pemberantasan korupsi tidak ditangani secara efektif oleh Wali Kota Jokowi. "Belum ada tindakan langsung," kata Herwanto. "Jokowi sedang mencoba untuk mengurangi korupsi tetapi dengan cara yang halus, seperti mempublikasikan anggaran melalui poster."
Selain itu banyak program yang dilakukannya dinilai tidak berhasil mencapai semua warga miskin kota. Banyak dari mereka yang tidak mengerti proses registrasi atau tidak percaya bahwa mereka benar-benar akan mendapatkan layanan tersebut.
Tantangan lebih berat menunggu Joko Widodo di Ibukota, jika ia berhasil memenangkan pilkada DKI Jakarta putaran kedua nanti. (kd)
http://nasional.news.viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar