Foto: dok. detikFinance
Jakarta - Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada) DKI Jakarta tinggal menghitung hari. Dua calon gubernur yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Joko Widodo (Jokowi) bakal bertarung. Apa pesan pemerintah pusat kepada gubernur pemenang nanti?
Pada 20 September 2012 akan ditentukan sosok pemimpin ibukota dalam 5 tahun mendatang. Sosok yang menang diharapkan mengatasi persoalan laten yang selalu menghantui kehidupan warga Jakarta, salah satunya adalah tingginya laju pertumbuhan penduduk yang meningkat akibat laju migrasi kaum urban dari daerah.
Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas Max Pohan menyatakan, kepadatan penduduk di Jakarta terjadi karena begitu besarnya daya tarik kota ini dibandingkan daerah lain. Hal ini selain menyebabkan kepadatan penduduk yang tidak merata tersebut, juga membuat tidak berkembangnya daerah lain karena kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang kebanyakan bermigrasi ke ibukota.
Untuk itu, lanjut Max, pemerintah pusat berharap agar Gubernur DKI Jakarta terpilih tidak hanya berpikir mengenai pembangunan lokal tetapi berpikir secara menyeluruh guna mempercepat pembangunan nasional.
"Siapapun gubernur baru yang terpilih nanti sesuai dengan pilihan rakyat, saya punya harapan satu, gubernur ini bisa menjadi bagian dari pelaksanaan kebijakan nasional untuk mengurangi ketimpangan atau kesenjangan secara nasional. Jadi dia harus menempatkan diri sebagai agen pembangunan nasional," ujarnya kepada detikFinance, Senin (17/9/2012).
Max menyebutkan terdapat beberapa cara guna melaksanakan tugas tersebut, yaitu dengan mengurangi daya tarik kota Jakarta. Hal ini, lanjutnya,guna meringankan tekanan Jakarta yang sudah terlalu besar.
"Caranya mengurangi tekanan, saya sering mengatakan sementara ini tingkat daya tarik Jakarta agak dikurangi dulu yang menarik para pekerja. Tekanan para pencari kerja dan migrasi tidak mengarah ke daerah Jakarta dan Bodetabek," ujarnya.
Pasalnya, Max melihat kebanyakan para pekerja yang datang ke ibukota ini justru mereka yang memiliki pendidikan rendah sehingga pendatang ini untuk menjadi beban pemerintah kota yang belum mampu memenuhi segala kebutuhan hidup mereka secara wajar.
"Migran yang masuk kebanyakan kurang berpindidikan sehingga masuk ke sektor informal, masuk dalam tingkat perekonomian yang paling rendah, jadi lebih banyak yang kaitannya di sektor informal. Kalau mereka tidak cukup untuk pemukiman kemudian menjadi urban squatters di kawasan-kawasan kumuh, di mana tingkat sanitasi, kesehatan,higienis tidak diperhatikan, ini membuat masyarakat yang tidak sehat," paparnya.
Dengan pengurangan tekanan di Jakarta ini, Max menyatakan pemerintah kota akan memiliki ruang guna membenahi segala infrastruktur dan pelayanan untuk warga DKI.
"Dengan berkurangnya tekanan jadi ada kesempatan atau ruang gerak untuk membenahi semua yang wajib dilayani pemerintah kota kepada publik, pelayanan publik, infrastruktur termasuk jalan, transportasi, air minum, sampah, penerangan jalan umum, sanitasi atau saluran-saluran seperti parit, kalau sekarang kan baru dibenahi sudah datang lagi migrannya," ungkapnya.
Selain itu, Max yakin dengan berkurangnya daya tarik Jakarta, maka secara tidak langsung pusat perekonomian pun akan bergeser ke daerah lain.
"Artinya kita harus merangsang perekonomian juga di daerah lain, bagaimana supaya para pencari kerja tidak semata-mata menjadikan Jakarta sebagai tempat tujuan," tegasnya.
Max menambahkan tugas ini bukan saja merupakan tugas pemerintah kota tetapi juga legislatif, yaitu DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap pembangunan Jakarta. Max melihat sejauh ini pengawasan yang dilakukan DPRD masih sangat minim sehingga belum mampu turut membantu menyelesaikan masalah di ibukota.
"Yang paling penting, tidak hanya gubernur yang terpilih tetapi juga para wakil rakyat di DPRD agar bisa menjadi agen pengawasan dalam standar tingkat pelayanan pemerintah atau eksekutifnya. Di DPRD kan hanya sekitar 75 orang, bagaimana mampu mengawasi Jakarta yang luas populasinya baik siang maupun malam hari, maka perlu mekanisme pengawasan yang lebih baik," tandasnya.
Pada 20 September 2012 akan ditentukan sosok pemimpin ibukota dalam 5 tahun mendatang. Sosok yang menang diharapkan mengatasi persoalan laten yang selalu menghantui kehidupan warga Jakarta, salah satunya adalah tingginya laju pertumbuhan penduduk yang meningkat akibat laju migrasi kaum urban dari daerah.
Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas Max Pohan menyatakan, kepadatan penduduk di Jakarta terjadi karena begitu besarnya daya tarik kota ini dibandingkan daerah lain. Hal ini selain menyebabkan kepadatan penduduk yang tidak merata tersebut, juga membuat tidak berkembangnya daerah lain karena kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang kebanyakan bermigrasi ke ibukota.
Untuk itu, lanjut Max, pemerintah pusat berharap agar Gubernur DKI Jakarta terpilih tidak hanya berpikir mengenai pembangunan lokal tetapi berpikir secara menyeluruh guna mempercepat pembangunan nasional.
"Siapapun gubernur baru yang terpilih nanti sesuai dengan pilihan rakyat, saya punya harapan satu, gubernur ini bisa menjadi bagian dari pelaksanaan kebijakan nasional untuk mengurangi ketimpangan atau kesenjangan secara nasional. Jadi dia harus menempatkan diri sebagai agen pembangunan nasional," ujarnya kepada detikFinance, Senin (17/9/2012).
Max menyebutkan terdapat beberapa cara guna melaksanakan tugas tersebut, yaitu dengan mengurangi daya tarik kota Jakarta. Hal ini, lanjutnya,guna meringankan tekanan Jakarta yang sudah terlalu besar.
"Caranya mengurangi tekanan, saya sering mengatakan sementara ini tingkat daya tarik Jakarta agak dikurangi dulu yang menarik para pekerja. Tekanan para pencari kerja dan migrasi tidak mengarah ke daerah Jakarta dan Bodetabek," ujarnya.
Pasalnya, Max melihat kebanyakan para pekerja yang datang ke ibukota ini justru mereka yang memiliki pendidikan rendah sehingga pendatang ini untuk menjadi beban pemerintah kota yang belum mampu memenuhi segala kebutuhan hidup mereka secara wajar.
"Migran yang masuk kebanyakan kurang berpindidikan sehingga masuk ke sektor informal, masuk dalam tingkat perekonomian yang paling rendah, jadi lebih banyak yang kaitannya di sektor informal. Kalau mereka tidak cukup untuk pemukiman kemudian menjadi urban squatters di kawasan-kawasan kumuh, di mana tingkat sanitasi, kesehatan,higienis tidak diperhatikan, ini membuat masyarakat yang tidak sehat," paparnya.
Dengan pengurangan tekanan di Jakarta ini, Max menyatakan pemerintah kota akan memiliki ruang guna membenahi segala infrastruktur dan pelayanan untuk warga DKI.
"Dengan berkurangnya tekanan jadi ada kesempatan atau ruang gerak untuk membenahi semua yang wajib dilayani pemerintah kota kepada publik, pelayanan publik, infrastruktur termasuk jalan, transportasi, air minum, sampah, penerangan jalan umum, sanitasi atau saluran-saluran seperti parit, kalau sekarang kan baru dibenahi sudah datang lagi migrannya," ungkapnya.
Selain itu, Max yakin dengan berkurangnya daya tarik Jakarta, maka secara tidak langsung pusat perekonomian pun akan bergeser ke daerah lain.
"Artinya kita harus merangsang perekonomian juga di daerah lain, bagaimana supaya para pencari kerja tidak semata-mata menjadikan Jakarta sebagai tempat tujuan," tegasnya.
Max menambahkan tugas ini bukan saja merupakan tugas pemerintah kota tetapi juga legislatif, yaitu DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap pembangunan Jakarta. Max melihat sejauh ini pengawasan yang dilakukan DPRD masih sangat minim sehingga belum mampu turut membantu menyelesaikan masalah di ibukota.
"Yang paling penting, tidak hanya gubernur yang terpilih tetapi juga para wakil rakyat di DPRD agar bisa menjadi agen pengawasan dalam standar tingkat pelayanan pemerintah atau eksekutifnya. Di DPRD kan hanya sekitar 75 orang, bagaimana mampu mengawasi Jakarta yang luas populasinya baik siang maupun malam hari, maka perlu mekanisme pengawasan yang lebih baik," tandasnya.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar