PADANG – Eksekusi 12 rumah dan puluhan petak sawah di Binuang Kampung Dalam, Pauh, Padang, Kamis (13/12) gagal dilaksanakan karena mendapat perlawanan dari warga.
Juru sita Pengadilan Negeri Padang tak bisa berbuat apa-apa meski dikawal aparat gabungan dari Polresta Padang dan Polsek Pauh. Mereka ciut, melihat kerumunan warga yang bersenjatakan potongan kayu. Asap tebal dari ban bekas dan kayu yang dibakar pun membumbung tinggi.
Petugas sempat berupaya mendekat ke objek perkara. Kondisi ini kian memanaskan suasana. Emosi warga yang merasa lebih berhak atas lahan itu kian menjadi-jadi. Umpatan, makian, carut-marut membahana dari mulut induak-induak di lokasi padat rumah tersebut.
“Dima hati nurani kalian?! Kalau jadi dieksekusi, kami ka jadi gelandangan! Baa kok hak kami diambiak! Kami ndak takuik jo kalian doh!” Teriak ibu-ibu tersebut sambil mengacungkan potongan kayu.
Mereka merasa tertipu. Pasalnya tak pernah ke pengadilan, namun tiba-tiba saja sertifikat sudah pindah tangan. “Tanda tangan kami dipalsukan,” ujar Rosiani, seorang warga yang rumahnya masuk objek perkara.
Petugas sempat berupaya mendekat ke objek perkara. Kondisi ini kian memanaskan suasana. Emosi warga yang merasa lebih berhak atas lahan itu kian menjadi-jadi. Umpatan, makian, carut-marut membahana dari mulut induak-induak di lokasi padat rumah tersebut.
“Dima hati nurani kalian?! Kalau jadi dieksekusi, kami ka jadi gelandangan! Baa kok hak kami diambiak! Kami ndak takuik jo kalian doh!” Teriak ibu-ibu tersebut sambil mengacungkan potongan kayu.
Mereka merasa tertipu. Pasalnya tak pernah ke pengadilan, namun tiba-tiba saja sertifikat sudah pindah tangan. “Tanda tangan kami dipalsukan,” ujar Rosiani, seorang warga yang rumahnya masuk objek perkara.
Melihat kondisi demikian, pihak juru sita memutuskan menunda eksekusi tersebut. Rencananya baru akan digelar Maret 2013 mendatang.
Mencekam
Tanda-tanda eksekusi tersebut sulit dilaksanakan telah terlihat sejak pagi. Puluhan orang mulai dari anak-anak hingga orang tua yang selama ini menguasai lahan sekitar tiga hektare itu sudah siaga. Lelaki dan wanita menggenggam potongan kayu untuk mengantisipasi berbagai kondisi. Bahkan sebagian pemuda terlihat mengantongi kampak di pinggang.
Dua jalan masuk ke lokasi sengketa yang tak jauh dari Pasar Baru itu diblokir. Api pun disulut pada ban bekas dan kayu yang digunakan untuk pemblokiran tersebut. Alhasil asap pun membumbung tinggi di kawasan itu. Suasana pun terkesan mencekam.
Bahkan seorang warga yang berupaya menghalang-halangi wartawan mengambil foto sempat dikejar dengan parang. Pemuda setempat menuding pria yang diburu itu dari kelompok lain.
“Nyawa kami pertaruhkan untuk mempertahankan sejengkal tanah kami ini. Kami korban permainan,” kata Hendra, juru bicara Suku Koto, Binuang Kampuang Dalam yang selama ini menempati lahan itu.
Melihat situasi demikian, juru sita memutuskan untuk mengurungkan eksekusi.
Digugat anak pisang
Sengketa tanah itu sudah berlangsung sejak 2001 lalu. Dahar Repon, mamak kepala waris Suku Koto dan 12 warga yang menguasai lahan itu digugat Chairul Rajo Mudo yang juga merasa berhak atas tanah dimaksud.
Pengadilan Negeri Padang pun kemudian memenangkan Chairul yang merupakan anak pisang Suku Koto. Tak tinggal diam, Dahar kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut.
Pengadilan Tinggi Padang pun memenangkannya, dan membatalkan putusan Pegadilan Negeri Padang yang memenangkan Chairul. Rupanya tak berakhir di sana, Chairul kemudian melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Ia pun dimenangkan.
“Kami tak mengerti hukum. Tapi menilai putusan itu aneh. Anak pisang dinilai lebih berhak atas lahan yang sudah turun-temurun kami tempati. Bahkan ada juga warga kami yang tidak masuk digugat, tapi rumahnya ikut dieksekusi,” kata Hendra.
Setelah diselidikinya, ia menduga ada pemalsuan tanda tangan dalam ranji yang digunakan Chairul. Pihaknya pun telah melaporkan kasus ini ke Polresta Padang.
Chairul kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan pihak Kejaksaan Negeri Padang melalui surat nomor B-/805/N.3101/EPPP.1/06/2008 yang ditandatangani Kajari Zulbahri Munir tertanggal 29 Januari 2008 telah menyatakan berkas perkara tersebut lengkap (P21). Hanya saja, hingga saat ini penyidik kepolisian tidak menyerahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. (aci/wahyu)
Mencekam
Tanda-tanda eksekusi tersebut sulit dilaksanakan telah terlihat sejak pagi. Puluhan orang mulai dari anak-anak hingga orang tua yang selama ini menguasai lahan sekitar tiga hektare itu sudah siaga. Lelaki dan wanita menggenggam potongan kayu untuk mengantisipasi berbagai kondisi. Bahkan sebagian pemuda terlihat mengantongi kampak di pinggang.
Dua jalan masuk ke lokasi sengketa yang tak jauh dari Pasar Baru itu diblokir. Api pun disulut pada ban bekas dan kayu yang digunakan untuk pemblokiran tersebut. Alhasil asap pun membumbung tinggi di kawasan itu. Suasana pun terkesan mencekam.
Bahkan seorang warga yang berupaya menghalang-halangi wartawan mengambil foto sempat dikejar dengan parang. Pemuda setempat menuding pria yang diburu itu dari kelompok lain.
“Nyawa kami pertaruhkan untuk mempertahankan sejengkal tanah kami ini. Kami korban permainan,” kata Hendra, juru bicara Suku Koto, Binuang Kampuang Dalam yang selama ini menempati lahan itu.
Melihat situasi demikian, juru sita memutuskan untuk mengurungkan eksekusi.
Digugat anak pisang
Sengketa tanah itu sudah berlangsung sejak 2001 lalu. Dahar Repon, mamak kepala waris Suku Koto dan 12 warga yang menguasai lahan itu digugat Chairul Rajo Mudo yang juga merasa berhak atas tanah dimaksud.
Pengadilan Negeri Padang pun kemudian memenangkan Chairul yang merupakan anak pisang Suku Koto. Tak tinggal diam, Dahar kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut.
Pengadilan Tinggi Padang pun memenangkannya, dan membatalkan putusan Pegadilan Negeri Padang yang memenangkan Chairul. Rupanya tak berakhir di sana, Chairul kemudian melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Ia pun dimenangkan.
“Kami tak mengerti hukum. Tapi menilai putusan itu aneh. Anak pisang dinilai lebih berhak atas lahan yang sudah turun-temurun kami tempati. Bahkan ada juga warga kami yang tidak masuk digugat, tapi rumahnya ikut dieksekusi,” kata Hendra.
Setelah diselidikinya, ia menduga ada pemalsuan tanda tangan dalam ranji yang digunakan Chairul. Pihaknya pun telah melaporkan kasus ini ke Polresta Padang.
Chairul kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan pihak Kejaksaan Negeri Padang melalui surat nomor B-/805/N.3101/EPPP.1/06/2008 yang ditandatangani Kajari Zulbahri Munir tertanggal 29 Januari 2008 telah menyatakan berkas perkara tersebut lengkap (P21). Hanya saja, hingga saat ini penyidik kepolisian tidak menyerahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. (aci/wahyu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar