KOMPAS/MUKHAMAD KURNIAWANTeman-teman Annisa menunggu di RS Koja, Jakarta Utara.
Empat pesan Annisa Azwar (20) beruntun masuk ke nomor Refniati Zaina (51), warga Pademangan, Jakarta Utara, Rabu (6/2/2013) sore. Isinya sama, ”Nte telp ca nte....”
Annisa meminta tantenya, Refniati, meneleponnya. Refniati segera menangkap kepanikan dari Ica (panggilan Annisa) keponakannya. ”Saat saya telepon, Ica seperti ketakutan, katanya salah jurusan. Saya minta dia segera turun, biar saya telepon untuk memastikan lokasinya. Namun, saat telepon lagi, justru seorang laki-laki yang mengangkatnya,” kata Refniati.
Laki-laki di ujung telepon itu mengabarkan bahwa Ica pingsan akibat kecelakaan. Polisi, sopir angkutan kota, dan seorang sopir bajaj mengantarnya ke Rumah Sakit Atma Jaya. Tanpa pikir panjang, Refniati pun meluncur ke rumah sakit bersama suaminya, Wendi (42).
Ica terluka di bagian kepala, lengan, pinggang, dan kaki. Dia tak sadarkan diri. Hasil analisis dokter, lanjut Refniati, Ica mengalami pendarahan di kepala. Ica sempat dirawat di RS Atma Jaya selama sehari. Kamis siang, keluarga memutuskan pindah ke RSUD Koja karena tak mampu menanggung uang jaminan Rp 12 juta yang diminta RS Atma Jaya untuk tindakan operasi.
Menurut Rita Bandari (35), kakak sepupu Ica, kondisi Ica sempat membaik pada Jumat dan Sabtu (9/2/2013). Dia sempat beberapa kali berbicara dengan kalimat yang terbatas. Ica juga menyebut nama beberapa saudara dan teman yang datang. Namun, pendarahan di otak diduga mengganggu ingatannya.
Sabtu malam, Ica masih berkomunikasi meski dengan usaha keras. Ayahnya, Azwar (48), menyemangati Ica dengan kalimat berulang, ”Kuatkan semangat, Ica harus sembuh.”
Keluarga sempat menduga Ica tertidur pulas. Namun, Ica justru sudah tidak bernyawa. Minggu (10/2/2013) sekitar pukul 03.00, Ica dinyatakan meninggal dunia.
Harapan keluarga
Kepergian Ica, mahasiswi semester IV Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) Universitas Indonesia (UI), menyisakan duka di hati keluarga dan teman- temannya. Sulung dua bersaudara itu harapan keluarga.
Ica adalah pekerja keras. Saat masih duduk di bangku sekolah, Azwar mengaku harus beberapa kali meminta Ica beristirahat, tidak belajar terus. ”Saat libur, saat seharusnya istirahat, dia belajar. Saya kadang menungguinya untuk memastikan dia beristirahat,” kata Azwar.
Prestasi Ica terbilang bagus. Selepas lulus dari SMA Negeri 3 Bukittinggi, kata Azwar, anaknya diterima di UI dan Universitas Andalas. Ica akhirnya memilih UI. Tahun 2011, Ica meninggalkan Kampung Balai Gurah, Kecamatan Ampat Angkat, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, untuk merantau ke Jakarta.
Ayahnya yang sehari-hari berdagang di Kabupaten Agam berharap Ica bisa memperbaiki kehidupan keluarganya. Dia juga menjadi panutan adiknya, Aulia Fazrina Azwar (15), yang kini duduk di bangku SMP.
Di kalangan teman-temannya, Ica dikenal sebagai anak yang lembut, berempati, dan aktif di organisasi. ”Annisa itu penuh empati terhadap teman yang kesusahan. Senang membantu. Almarhum pribadi yang menyenangkan. Ketika terlibat di kepanitiaan, Annisa menyelesaikan tugasnya dengan maksimal,” kata Ria Febriani, teman Ica di kampus.
Sebelum kepergiannya, Ica tidak menunjukkan gelagat yang aneh. Mella, teman sekelas Ica, mengatakan, tidak ada gelagat aneh yang ditampakkan almarhum di hari-hari terakhirnya. ”Dia sempat mengatakan hendak mengunjungi tantenya di Pademangan, Jakarta Utara. Semua disampaikan dengan biasa,” ujarnya.
Dosen FIK UI sekaligus Manajer Kemahasiswaan dan Hubungan Alumni, Etty Rekawati, menilai, almarhum adalah mahasiswi pintar. Indeks prestasi (IP) Ica semester lalu 3,5. Selain pintar, Enny melihat Ica juga pribadi yang supel.
”Dia pintar. IP-nya tinggi. Dia juga supel. Waktu membersihkan jenazah, saya lihat banyak temannya hadir. Dari UI, temannya di Badan Eksekutif Mahasiswa FIK UI banyak yang hadir. Bahkan, teman sekelasnya di SMA Negeri 3 Bukittinggi juga ada yang datang,” katanya.
Etty mengatakan, segenap fakultas berduka. Berita dukacita ini sampai dimasukkan ke dalam milis fakultas untuk menjadi warta belasungkawa warga fakultas. ”Ilmu Keperawatan berduka ditinggal mahasiswanya yang beprestasi,” ungkapnya.
Etty berharap penegak hukum menuntaskan kasus ini. Selain itu, dirinya juga meminta pemerintah membenahi keamanan transportasi umum.
”Saya tidak ingin ada Annisa-Annisa lainnya. Ini harus jadi yang terakhir,” ujarnya.
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar