DIa lincah bagai kijang. Gesit. Kulitnya hitam, bagai kulit bapaknya. Bujang tanggung ini bernama Aidil Usman Diarra. Ibunya dari Kota Solok, papanya dari Mali, sebuah negara di Afrika Utara. Ia ingin masuk televisi, sehingga papa dan bakonya di Mali bisa melihat.
Kijang kecil itu menarik napas, ia meliuk bagai ular di padang pasir, berlari, mengejar dan menendang.
Ia ingin merobek gawang lawan dengan sebuah tendangan indah, tendangan untuk papa.
“Diarra….Diarra….Diarra…!” Rekan-rekan satu tim Aidil Usman Diarra berteriak girang ketika si hitam itu menggiring si kulit bundar kala mengikuti seleksi Semen Padang Football Academy (SPFA) pada Jumat (22/2) petang di Lapangan Cubadak, Indarung.
Seleksi itu guna persiapan tim SPFA yang diundang khusus ke turnamen sepakbola ASEAN yang digagas Frenz Academy Malaysia pada April sampai Agustus mendatang.
Pesepakbola berusia 15 tahun itu petang itu memang banyak mendapat perhatian teman-temannya serta orang tua pemain dan penonton. Maklum
Ia ingin merobek gawang lawan dengan sebuah tendangan indah, tendangan untuk papa.
“Diarra….Diarra….Diarra…!” Rekan-rekan satu tim Aidil Usman Diarra berteriak girang ketika si hitam itu menggiring si kulit bundar kala mengikuti seleksi Semen Padang Football Academy (SPFA) pada Jumat (22/2) petang di Lapangan Cubadak, Indarung.
Seleksi itu guna persiapan tim SPFA yang diundang khusus ke turnamen sepakbola ASEAN yang digagas Frenz Academy Malaysia pada April sampai Agustus mendatang.
Pesepakbola berusia 15 tahun itu petang itu memang banyak mendapat perhatian teman-temannya serta orang tua pemain dan penonton. Maklum
Usman -begitu panggilan di keluarganya- sosok ‘pemain asing’ sore itu. Papanya bernama Diarra Ibrahim. Diarra menikah dengan gadis Minangkabau, Sapta Darnis, orang Solok.
Pertemuan kedua anak manusia beda negara itu terjadi di Jakarta. Diarra Ibrahim seorang importir peralatan olahraga. Sedangkan Sapta Darnis seorang penjaga toko sepatu bernama Barcelona milik saudaranya di Blok M Jakarta. Sering membeli sepatu maka benih cinta pun bersemi. Lalu keduanya mengikat dengan perkawinan. Setahun kemudian Aidil Usman Diarra lahir.
Gocekan, dribbling bola dan umpan Usman sore itu mumpuni. “Saya teringat pemain asing SP asal Afrika pula, Abdoulaye Djibril. Betul-betul terukur umpannya,” komentar pelatih Weliansyah.
Posisinya gelandang tengah alias gelandang pengangkut air dalam sepakbola modern.
“Teknik dan skill serta visi bermain bolanya bagus. Hanya power yang mesti ditambah lagi,” komentar Weliansyah dan dibenarkan pula oleh mantan pemain SP, Herman Pulalo dan Dirut PT KSSP H. Erizal Anwar.
Usman lahir di Jakarta 31 Januari 1998. Saat di Taman Kanak-Kanak Al-Islam di Jakarrta, Usman sudah diajarkan bermain sepakbola. Diarra Ibrahim yang selalu mengantarkan anaknya berlatih di SSB Indonesia Muda, Jakarta. “Kamu harus bisa menjadi pemain profesional nanti. kapan perlu bisa masuk timnas Mali,” begitu pesan Diarra Ibrahim yang ditirukan Sapta Darnis.
Sayang, Diarra Ibrahim yang juga mantan pesepakbola itu meninggalkan Usman disaat baru berusia 4 tahun. Diarra Ibrahim dikabarkan melancong ke Cina dalam perburuannya mencari peralatan olahraga. Cukup lama meninggalkan istri dan sang putra Diarra Ibrahim akhirnya mengizinkan sang istri untuk menikah lagi. Desakan ekonomi, Sapta Darnis pun mudik ke Tanah Garam, Solok. Setahun tidak ada kabar berita kemudian juga tidak lagi mengirimkan uang belanja dari Diarra Ibrahim, Sapta pun akhirnya memutuskan kembali menikah dengan Masrizal. Kini suami istri itu menjadi pedagang mainan anak-anak keliling di Kota Solok.
“Saya memang diizinkan oleh Diarra untuk menikah lagi. Karena ia sudah jarang ke Indonesia, jadi takut berdosa makanya dia meminta saya menikah lagi,” cerita Sapta saat dihubungi Singgalang, Jumat (22/2) malam.
Kini Usman sudah duduk di bangku kelas 3 SMP 6 Kota Solok. Pesan papanya, harus bisa menjadi pemain profesional membuat dirinya terus mengasah diri. Usman kini tergabung di SSB Sentra Kota Solok di latih oleh Son. “Saya akan selalu ingat pesan papa. Menjadi pemain profesional dan bisa membela tim nasional Indonesia,” tekad pemilik tinggi badan 163 cm dan berat badan 43 kg itu.
Makanya begitu ada seleksi di SPFA untuk ke Malaysia itu begitu bersemangatnya Usman. “Semoga saya masuk tim. Dan semoga papa bisa pula nanti tahu saya bisa membela Indonesia di usia muda ini. Saya betul-betul kangen sama papa. Hanya satu keinginan yakni ingin sekali memeluknya,” pinta pengidola Wayne Rooney dan Ronaldo serta Ahmad Bustomi itu berkaca-kaca.
Talenta bagus itu membuat salah seorang pemerhati sepakbola, Verry Mulyadi menganjurkan Usman berlatih rutin dengan pelatih Herman Pulalo di PSIP Indarung. Setiap Rabu, Jum’at dan Minggu Usman bolak balik Solok-Padang bersama 2 orang temannya Verliando dan Hasbi berlatih di PSIP Indarung.
“Kami sebagai pengurus membantu transportasinya karena mereka butuh biaya untuk transportasi. Harapan kami Usman bisa terpilih dalam skuad SPFA U-15,” papar Verry Mulyadi di sela-sela seleksi kepada Singgalang.
Dikatakan Verry, impian Usman ingin menjadi pemain terkenal. “Usman beranggan-anggan kalau dia menjadi pemain terkenal nanti bisa sering keluar televisi. Dengan harapan bapaknya bisa melihat atau keluarga bapaknya yang berada di Indonesia bisa pula mengetahui. Kami berterima kasih sekali Singgalang bisa memuat berita menyedihkan bagi saya ini,” ucap owner SSB PSIP itu.
Usman berkeringat. Ia merebut bola dari lawan. Seusai latihan ia berkata, setiap bola disepak, sesering itu ia ingat papanya. Lelaki itu kini entah dimana. Karena itu, ia ingin masuk televisi dan bisa dilihat papanya, yang entah di mana. Ia ingin menendang bola hingga gaungnya terdengar sampai ke Mali.
Pertemuan kedua anak manusia beda negara itu terjadi di Jakarta. Diarra Ibrahim seorang importir peralatan olahraga. Sedangkan Sapta Darnis seorang penjaga toko sepatu bernama Barcelona milik saudaranya di Blok M Jakarta. Sering membeli sepatu maka benih cinta pun bersemi. Lalu keduanya mengikat dengan perkawinan. Setahun kemudian Aidil Usman Diarra lahir.
Gocekan, dribbling bola dan umpan Usman sore itu mumpuni. “Saya teringat pemain asing SP asal Afrika pula, Abdoulaye Djibril. Betul-betul terukur umpannya,” komentar pelatih Weliansyah.
Posisinya gelandang tengah alias gelandang pengangkut air dalam sepakbola modern.
“Teknik dan skill serta visi bermain bolanya bagus. Hanya power yang mesti ditambah lagi,” komentar Weliansyah dan dibenarkan pula oleh mantan pemain SP, Herman Pulalo dan Dirut PT KSSP H. Erizal Anwar.
Usman lahir di Jakarta 31 Januari 1998. Saat di Taman Kanak-Kanak Al-Islam di Jakarrta, Usman sudah diajarkan bermain sepakbola. Diarra Ibrahim yang selalu mengantarkan anaknya berlatih di SSB Indonesia Muda, Jakarta. “Kamu harus bisa menjadi pemain profesional nanti. kapan perlu bisa masuk timnas Mali,” begitu pesan Diarra Ibrahim yang ditirukan Sapta Darnis.
Sayang, Diarra Ibrahim yang juga mantan pesepakbola itu meninggalkan Usman disaat baru berusia 4 tahun. Diarra Ibrahim dikabarkan melancong ke Cina dalam perburuannya mencari peralatan olahraga. Cukup lama meninggalkan istri dan sang putra Diarra Ibrahim akhirnya mengizinkan sang istri untuk menikah lagi. Desakan ekonomi, Sapta Darnis pun mudik ke Tanah Garam, Solok. Setahun tidak ada kabar berita kemudian juga tidak lagi mengirimkan uang belanja dari Diarra Ibrahim, Sapta pun akhirnya memutuskan kembali menikah dengan Masrizal. Kini suami istri itu menjadi pedagang mainan anak-anak keliling di Kota Solok.
“Saya memang diizinkan oleh Diarra untuk menikah lagi. Karena ia sudah jarang ke Indonesia, jadi takut berdosa makanya dia meminta saya menikah lagi,” cerita Sapta saat dihubungi Singgalang, Jumat (22/2) malam.
Kini Usman sudah duduk di bangku kelas 3 SMP 6 Kota Solok. Pesan papanya, harus bisa menjadi pemain profesional membuat dirinya terus mengasah diri. Usman kini tergabung di SSB Sentra Kota Solok di latih oleh Son. “Saya akan selalu ingat pesan papa. Menjadi pemain profesional dan bisa membela tim nasional Indonesia,” tekad pemilik tinggi badan 163 cm dan berat badan 43 kg itu.
Makanya begitu ada seleksi di SPFA untuk ke Malaysia itu begitu bersemangatnya Usman. “Semoga saya masuk tim. Dan semoga papa bisa pula nanti tahu saya bisa membela Indonesia di usia muda ini. Saya betul-betul kangen sama papa. Hanya satu keinginan yakni ingin sekali memeluknya,” pinta pengidola Wayne Rooney dan Ronaldo serta Ahmad Bustomi itu berkaca-kaca.
Talenta bagus itu membuat salah seorang pemerhati sepakbola, Verry Mulyadi menganjurkan Usman berlatih rutin dengan pelatih Herman Pulalo di PSIP Indarung. Setiap Rabu, Jum’at dan Minggu Usman bolak balik Solok-Padang bersama 2 orang temannya Verliando dan Hasbi berlatih di PSIP Indarung.
“Kami sebagai pengurus membantu transportasinya karena mereka butuh biaya untuk transportasi. Harapan kami Usman bisa terpilih dalam skuad SPFA U-15,” papar Verry Mulyadi di sela-sela seleksi kepada Singgalang.
Dikatakan Verry, impian Usman ingin menjadi pemain terkenal. “Usman beranggan-anggan kalau dia menjadi pemain terkenal nanti bisa sering keluar televisi. Dengan harapan bapaknya bisa melihat atau keluarga bapaknya yang berada di Indonesia bisa pula mengetahui. Kami berterima kasih sekali Singgalang bisa memuat berita menyedihkan bagi saya ini,” ucap owner SSB PSIP itu.
Usman berkeringat. Ia merebut bola dari lawan. Seusai latihan ia berkata, setiap bola disepak, sesering itu ia ingat papanya. Lelaki itu kini entah dimana. Karena itu, ia ingin masuk televisi dan bisa dilihat papanya, yang entah di mana. Ia ingin menendang bola hingga gaungnya terdengar sampai ke Mali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar