ilustrasi (telkom)
"Di sini harga kartu seluler bisa sampai Rp 2 juta," tutur Andi kepada detikFinance di Yangon Myanmar, Rabu (3/4/2013).
Hal senada juga diakui oleh AVP Sekdir & RM PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Gatot Indra. Menurutnya, infrastruktur telekomunikasi di Myanmar mirip seperti Indonesia pada tahun 1990-an. Hal ini tentunya berdampak pada akses jaringan dan mahalnya biaya telekomunikasi di Myanmar.
"Sinyal BlackBerry juga nggak aktif kecuali WiFi. Awalnya seperti masalahnya Telkom di Indonesia. Di sini juga perusahaan telekomunikasi hanya satu," paparnya.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) sendiri sedang mengikut proses tender pengembangan jaringan dan bisnis telekomunikasi di Myanmar. Setelah proses tender dilalui dan pada akhir April 2013, akan diketahui siapa pemenangnya.
Direktur Utama Telkom, Arief Yahya mengklaim misalkan Telkom dinyatakan sebagai pemenang tender, pihaknya sanggup menjual produk telekomunikasi seperti SIM Card dengan harga relatif terjangkau.
"Di sini demand and supply tidak seimbang. Sama dengan Timor Leste yang gap-nya tinggi. Demand jauh lebih besar. Setelah dikeluarkan izin yang baru seperti di Timor Leste, harga SIM Card bisa kembali normal," tutur Arief.
Emiten BUMN berkode TLKM ini, sekarang tengah mengikuti proses tender internasional pengembangan proyek telekomunikasi di Myanmar. Proyek ini bernilai USD 2 miliar atau Rp 19 triliun. Telkom yang masuk sebagai peserta tender ini, harus bersaing ketat dengan perusahaan telekomunikasi dunia seperti Airtel (India), Singapore Telecommunications (SingTel/Singapura), Axiata (Malaysia) dan Telenor (Norwegia).
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar