Kejaksaan Agung sebaiknya tidak menjadikan tindak pidana korupsi pada teknis manajerial sebagai dalih yang dipaksakan untuk menjerat direksi pada badan usaha milik negara (BUMN) atau milik daerah sebagai tersangka korupsi. Pasalnya, hal ini dapat menghambat direksi menjalankan kinerja usaha perusahaan secara menyeluruh dalam menghadapi persaingan pelaku ekonomi global.
"Selama direksi telah menjalankan kebijakan sesuai payung hukum dan mengikuti asas kehati-hatian maka mereka harus dibebaskan dari sangkaan korupsi," ujar pengamat hukum yang juga Presiden Jaringan Pemberantasan Korupsi (JPK) Ery Setyanegara, kepada wartawan, Minggu (18/8/2013).
Menyikapi langkah Kejaksaan Agung yang banyak menyeret direksi BUMN dan BUMD sebagai tersangka korupsi, meskipun mereka tidak menjalankan tindak pidana korupsi seperti yang dijalankan manajerial di tingkat teknis Ery
mengatakan, sepak terjang kejaksaan menjadikan direksi BUMN dan BUMD menjadi tersangka korupsi harus hati-hati, karena ini menyangkut kepentingan BUMN dalam menjaga kedaulatan ekonomi nasional membendung pelaku ekonomi global.
"Jangan sampai langkah kejaksaan yang menjadikan direksi sebagai tersangka justru melemahkan BUMN dan BUMD, karena manajemen dicekam rasa takut menjalankan tugas-tugas mereka," kata Ery.
Menurut Ery, selama direksi telah menjalankan kebijakan sesuai aturan berlaku dan memiliki payung hukum disertai asas-asas kehati-hatian maka tindak pidana korupsi yang dijalankan pelaksana teknis manajerial tidak bisa serta merta disangkakan pula kepada direksi.
"Jangan sampai dosa anak yang sudah dewasa dibebankan kepada orangtuanya," katanya.
Ery melihat beberapa direksi BUMN dan BUMD menjadi korban dari tindak pidana korupsi yang dijalankan oleh pelaksana teknis manajerialnya. Direksi yang sudah menjalankan kebijakan sesuai aturan hukum disertai asas kehati-hatian terseret menjadi tersangka bahkan menjadi pesakitan.
Ery mencontohkan tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Direktur Utama PT Sang Hyang Sri, Edi Budiono, yang disidikKejaksaan Agung dengan sebelumnya menetapkan tiga pejabat teras di BUMN itu, Kaharuddin, Hartono, dan Subagyo, menjadi tersangka.
"Dalam perkara tindak pidana korupsi ini, saya melihat Kejaksaan Agung kurang bijaksana bila menyeret Pak Edi Budiono selaku direktur utama menjadi tersangka," katanya.
Menurut Ery, setelah dia pelajari dokumen internal perusahaan, Edi Budiono telah menjalankan kebijakan sesuai aturan hukum dan asas kehati-hatian yang tertuang secara tertulis, sehingga dia harus lepas dari dosa yang dibuat oleh anak buahnya.
"Saya yakin Kejaksaan Agung akan menjadikan dokumen internal sebagai pedoman asas kehati-hatian yang berlaku di Sang Hyang Sri sebagai bahan pertimbangan untuk tidak menjadikan pucuk pimpinan BUMN itu sebagai tersangka," tuntasnya.
Perlu diketahui, Edi Budiono pernah dimintai keterangan sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai Direktur Utama PT Sang Hyang Sri 2008-2012 dalam tindak pidana korupsi pengadaan benih bernilai Rp 500 juta yang menyeret pejabat teras BUMN itu, Kaharudin, Hartono, dan Subagyo, menjadi tersangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar