iapa sangka, di tengah pusat Kota Padang, masih ada para pelajar bertarung nyawa menimba ilmu. Mereka terpaksa menyeberangi sungai setiap hari demi sampai ke sekolah. Peristiwa rutin yang memilukan itu, terlihat di Kelurahan Pitameh Tanjuang Saba Nan XX, Kecamatan Lubuk Begalung.
Puluhan murid Sekolah Dasar (SD) 29 Pitameh dan SD 33 Tanjung Saba, terpaksa menyeberangi Batang Arau yang membelah kelurahan itu setiap hari. Hal ini dilakukan karena ketiadaan infrastruktur jembatan sebagai sarana untuk menyeberang.
Mereka meniti batu barajuik yang membentang di sungai yang lebarnya diperkirakan 50 meter dengan arus yang relatif deras. Walau kedalaman sungai rata-rata 50 Cm jika tidak musim penghujan, namun cukup membahayakan bagi mereka, bila terpeleset, nyawa jadi taruhannya.
Meski ada jalan alternatif, tapi harus menempuh jalan lingkar yang jaraknya mencapai 3 Km untuk sampai ke sekolah dengan membutuhkan waktu setengah jam lebih. Sementara bila melewati sungai hanya membutuhkan waktu 5 menit. Para murid lebih memilih menyeberangi sungai, meski banyak resiko yang dihadang.
Pelajar saat menyeberang, memilih berombongan agar tak mudah terseret arus. Meski bisa membahayakan keselamatan jiwanya, para siswa mengaku tetap nekad berusaha menyeberang sungai untuk pergi ke sekolah, baik saat cuaca cerah maupun hujan gerimis.
Salah seorang murid mengaku setiap hari bersama rekan-rekannya melintasi sungai itu. Agar tidak mudah terseret arus, para murid kerap menyeberang dengan cara berpegangan tangan sambil jalan membelah sungai. Ada juga orangtua murid membantu anaknya dengan menggendong, sambil tertatih-tatih melawan derasnya arus.
“Tidak ada jembatan penghubung, kami terpaksa memilih menyeberang sungai. Lewat sungai bisa sampai ke sekolah cuma lima menit. Kalau melintasi jalan lain, butuh waktu setengah jam untuk sampai ke sekolah,” jelas Don, salah seorang orangtua murid SD 29 Pitameh kepada Singgalang, Rabu (27/8).
Menurutnya, ia tiap hari mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah. Sebab khawatir anaknya masih kecil menyeberangi sungai sendirian.
Apalagi arus sungai yang dilalui cukup deras, bila terpeleset bisa berakibat fatal. Hal yang sama juga dilakukan orangtua murid lainnya.
Pelajar hanya memanfaatkan jalan alternatif atau jalan lingkar dari Pitameh Tanjung Saba terus ke Kelurahan Kampung Jua – By pass Lubeg (pabrik karet) dan terus Kelurahan Pitameh Tanjung Saba, membutuhkan waktu lama, bila saat cuaca kurang bersahabat. Sebab mereka khawatir arus Sungai Batang Arau deras dan bisa membahayakan keselamatan anak mereka.
Kepala SD 33 Tanjung Saba, Eliwarti menyebutkan, ada belasan siswa tiap hari melintasi sungai, meski pihak sekolah telah wanti-wanti melarang mereka. Namun murid tetap nekad, sebab melewati sungai membutuhkan waktu relatif singkat daripada melewati jalan lingkar sampai ke sekolah yang jaraknya mencapai 3 Km.
Sementara, mereka pun tidak bisa bersekolah ke SD di Kelurahan Kampung Jua, karena rayonnya ke SD 29 Pitameh dan SD 33 Tanjung Saba. Tidak ada alternatif lain, orang tua murid menyekolahkan anaknya ke dua SD tersebut.
Sejumlah warga mengaku sudah beberapa kali mengusulkan ke Dinas PU agar dibuat jembatan permanen, paling tidak jembatan gantung, agar memudahkan akses daerah tersebut, namun belum juga terwujud. Selain dimanfaatkan anak murid, juga sangat bermanfaat bagi warga sebagai jalan alternatif untuk sampai ke pusat perkotaan.s
Meski ada jalan alternatif, tapi harus menempuh jalan lingkar yang jaraknya mencapai 3 Km untuk sampai ke sekolah dengan membutuhkan waktu setengah jam lebih. Sementara bila melewati sungai hanya membutuhkan waktu 5 menit. Para murid lebih memilih menyeberangi sungai, meski banyak resiko yang dihadang.
Pelajar saat menyeberang, memilih berombongan agar tak mudah terseret arus. Meski bisa membahayakan keselamatan jiwanya, para siswa mengaku tetap nekad berusaha menyeberang sungai untuk pergi ke sekolah, baik saat cuaca cerah maupun hujan gerimis.
Salah seorang murid mengaku setiap hari bersama rekan-rekannya melintasi sungai itu. Agar tidak mudah terseret arus, para murid kerap menyeberang dengan cara berpegangan tangan sambil jalan membelah sungai. Ada juga orangtua murid membantu anaknya dengan menggendong, sambil tertatih-tatih melawan derasnya arus.
“Tidak ada jembatan penghubung, kami terpaksa memilih menyeberang sungai. Lewat sungai bisa sampai ke sekolah cuma lima menit. Kalau melintasi jalan lain, butuh waktu setengah jam untuk sampai ke sekolah,” jelas Don, salah seorang orangtua murid SD 29 Pitameh kepada Singgalang, Rabu (27/8).
Menurutnya, ia tiap hari mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah. Sebab khawatir anaknya masih kecil menyeberangi sungai sendirian.
Apalagi arus sungai yang dilalui cukup deras, bila terpeleset bisa berakibat fatal. Hal yang sama juga dilakukan orangtua murid lainnya.
Pelajar hanya memanfaatkan jalan alternatif atau jalan lingkar dari Pitameh Tanjung Saba terus ke Kelurahan Kampung Jua – By pass Lubeg (pabrik karet) dan terus Kelurahan Pitameh Tanjung Saba, membutuhkan waktu lama, bila saat cuaca kurang bersahabat. Sebab mereka khawatir arus Sungai Batang Arau deras dan bisa membahayakan keselamatan anak mereka.
Kepala SD 33 Tanjung Saba, Eliwarti menyebutkan, ada belasan siswa tiap hari melintasi sungai, meski pihak sekolah telah wanti-wanti melarang mereka. Namun murid tetap nekad, sebab melewati sungai membutuhkan waktu relatif singkat daripada melewati jalan lingkar sampai ke sekolah yang jaraknya mencapai 3 Km.
Sementara, mereka pun tidak bisa bersekolah ke SD di Kelurahan Kampung Jua, karena rayonnya ke SD 29 Pitameh dan SD 33 Tanjung Saba. Tidak ada alternatif lain, orang tua murid menyekolahkan anaknya ke dua SD tersebut.
Sejumlah warga mengaku sudah beberapa kali mengusulkan ke Dinas PU agar dibuat jembatan permanen, paling tidak jembatan gantung, agar memudahkan akses daerah tersebut, namun belum juga terwujud. Selain dimanfaatkan anak murid, juga sangat bermanfaat bagi warga sebagai jalan alternatif untuk sampai ke pusat perkotaan.s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar