PADANG, HALUAN — Ikan bilih dari Danau Toba, Sumatera Utara, yang masuk ke pasar-pasar tradisi di Sumatera Barat, besar kemungkinan menggunakan bahan pengawet formalin. Pihak terkait diminta untuk memeriksanya. Anggota DPRD Sumbar Rizanto Algamar minta dinas kesehatan Sumbar dan BPOM Padang melakukan pengujian atau tes labor terhadap ikan bilih yang dijual di pasar-pasar tradisional di Sumatera Barat. Diduga iklan bilih yang dijual di pasar itu, memakai cairan pengawet formalin. Sebagian besar ikan mirip ikan bilih itu tidak berasal dari Danau Singkarak, tetapi dari Danau Toba, Sumut.
“Ikan bilihnya relatif lebih besar dan kelihatan segar-segar. Biasanya ikan itu dibawa ke Ombilin dan dijual pada pedagang di sana. Oleh pedagang ikan tersebut dibawa lagi ke pasar-pasar, seakan-akan ikan tersebut dari Danau Singkarak. Padahal ikan tersebut berasal dari Toba, ikannya dibudidayakan,” kata anggota Fraksi PDIP DPRD Sumbar itu Minggu, (12/6) saat bincang-bincang dengan Haluan. Rizanto Algamar mengaku sudah berulang kali minta dinas terkait untuk melakukan peninjauan lapangan, terutama untuk tes labor terhadap ikan bilih yang ada di pasaran. “Pada dinas kesehatan pernah kami sampaikan, tapi tidak ada realisasi. Mengingat dinas itu mitranya Komisi IV, maka kami sampaikan juga pada komisi bersangkutan. Kenyataannya tidak juga ada,” ujarnya. Tes labor tersebut, katanya, sangat perlu dilakukan agar masyarakat dalam mengkonsumsi ikan, lebih terjamin. Apalagi ikan bilih tersebut merupakan ikan yang menjadi ciri khas dari Danau Singkarak. “Ikan bilih yang tanpa formalin, tahannya itu hanya delapan jam. Lebih dari itu, perutnya akan pecah. Yang di pasaran kan tidak, kelihatannya segar-segar dan tidak dihinggapi lalat,” ucapnya. Mau Diperiksa Beberapa waktu lalu, Haluan pernah membeli ikan bilih di Pasar Raya Padang sebagai sampel untuk uji coba terkait dengan penggunaan formalin. Haluan membelinya sudah menjelang siang hari. Ikan itu kelihatan segar-segar dan ukurannya lebih besar dibanding Danau Singkarak. Selain kelihatan segar, ikan itu juga tidak diminati lalat. Ketika ditanyakan dari mana dibeli ikan itu, sepertinya pedagang tersebut enggan menyebutkan. Ia hanya menyebutkan membeli di tempat orang biasa menjual ikan. Kemudian ikan tersebut dibawa ke BPOM Padang. Ketika minta tolong diperiksa, pihak BPOM kelihatan enggan. Alasannya, ikan tersebut tidak merupakan sampel yang diambil oleh lembaga itu. “Jika mau diperiksa juga harus membayar. Biayanya juga tergantung apa yang dites. Artinya bisa murah atau mahal,” kata seorang petugas BPOM. Akhirnya, ikan tersebutHaluan tinggalkan di BPOM dengan cacatan sebagai pelapor. Walaupun begitu, M. Syahrial, Kasi Informasi BPOM Padang, sempat menuturkan, dengan formalin sebesar 0.01 persen saja, sudah dapat mengawetkan ikan bilih sebanyak satu ember Kepala DKP Sumbar Yosmeri ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya selalu melakukan pemeriksaan rutin di pasar. Berdasarkan pemeriksaan terakhir tidak ada indikasi, bahwa ikan bilih dari mirip bilih dari Danau Toba itu memakai formalin. Ia tidak yakin kalau ikan dari Medan tersebut memakai bahan pengawet. “Ikan itu kelihatan segar, karena ikan bilih Toba dipanen sore dan bawa ke Sumbar sampainya pagi hari,” kata Yosmeri. Jika memang ada indikasi menggunakan formalin, ia malah menantang pakar ikan bilih untuk melakukan uji coba sendiri. Sementara pakar bilih UBH Padang, Hafrizal Syandri, mengatakan hal yang senada dengan Rizanto Algamar. Bahkan dirinya pernah membeli ikan bilih dari Medan dan ikan bilih dari Danau Singkarak. Ikan tersebut digorengnya, minyak gorengan kedua ikan tersebut sangat berbeda. Ikan bilih dari Medan minyak gorengannya lebih hitam, dari minyak gorengan ikan bilih dari Danau Singkarak. “Dari minyak gorengan itu, kami mengindikasi memang ada masalah terhadap ikan bilih dari Danau Toba,” kata Hafrizal Syandri yang juga Rektor UBH Padang itu. (h/rud/cw16) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar