PADANG, HALUAN — Jemaah tarekat Naqsabandiyah sudah mulai beraktivitas di Musala Baitul Ma’mur, Pasar Baru, Kecamatan Pauh, Kota Padang sejak sepuluh hari yang lalu. Mereka yang berasal dari berbagai daerah di Sumatera Barat dan sebagian besar adalah orang tua tersebut telah menjalani suluk dan puasa sunnah Syaban.
Baiyar (71) warga Limau Lunggu, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok mengakui baru sekali mengikuti puasa Syaban dan akan menjalani puasa Ramadan di musala yang dipimpin Buya Piri tersebut. Tahun-tahun sebelumnya ia menjalani suluk dan puasa di sebuah surau di kampungnya yang juga dipimpin oleh Buya Piri. “Sudah dari lama saya berniat mengikuti puasa di sini, dan kali ini anak saya mengizinkan dan mengantarnya,” katanya.
Keseluruhan jemaah Tarekat Naqsabandiyah yang melakukan suluk di musala tersebut membawa beragam perlengkapan dari rumah atau kampugnya. Termasuk kasur yang tidak akan mereka bawa lagi pulang dan akan disimpan di sana sampai tahun berikutnya.
“Tahun depan saya akan puasa di sini lagi, jika umur panjang,” jelas Baiyar yang mengakui ingin belajar banyak di musala tersebut melalui pengajian Buya Piri. “Jujur saja, kalau sudah tua begini agak susah belajar, kaji saja baru Alfatihah, itu pun susah,” terangnya.
Begitu juga dengan Maya (70) yang mengaku sudah tiga tahun belakangan menjalani puasa Syaban dan suluk di sana. Warga Limau Manis, Pauh tersebut mengakui sudah tiga tahun mengikuti pengajian tersebut dan juga baru kali itu menjalani ibadahnya di surau tersebut. “Sudah sepuluh hari saya di sini, dengan niat menjalani puasa penuh,” jelasnya
Ia juga mengakui dirinnya baru sanggup mengikuti ibadah puasa Syaban dan belum mengikuti salat empat puluh. “Makanya kami di bawah surau, kalau di atas orang sedang suluk dan sembahyang empat puluh, kami sudah tua dan tidak sanggup,” katanya tentang belasan jamaah tarekat naqsyabandiyah yang berada di lantai atas musala tersebut.
Mulai Tarawih
Aliyas (41) satu-satunya laki-laki yang baru datang untuk mengikuti suluk di musala tersebut, Kamis (28/7), mengatakan malam tanggal 30 Juli 2011 sebagai awal Ramadan 1432 H dan malam ini akan memulai salat tarawih. “Jumat malam kami akan menjalani tarawih pertama, dan sabtu sudah mulai puasa Ramadan,” katanya.
“Hal tersebut sudah menjadi penetapan dari ulama-ulama Naqsabandiyah,” jelas laki-laki yang berasal dari Solok tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa penghitungan awal ramadhan tersebut didasarkan pada hisab munjid (penanggalan yang disusun kalifah tareqat Naqsabandiyah) yakni metoda dalam melihat bulan.
“Peredaran bulan berubah sekali lima tahun, jadi ada ahli yang menghitungnya dalam sekali lima tahun,” jelasnya.
Selain itu, Aliyas mengakui metoda penghitungan tersebut sederhana dibanding penghitungan bulan dan penetapan Ramadan oleh pemerintah. “Dulu, semasa orde baru, atau sebelum reformasi penghitungan bulan tarekat Naqsabandiyah sama dengan pemerintah. Sama memulai puasa dan lebaran,” ungkapnya.
Hanya saja, tambah Aliyas, setelah Orde Baru, pemerintah juga melakukan ijma atau perbandingan dengan negara lain. “Makanya setelah itu penghitungannya tidak sama,” tambah Aliyas yang mengakui dalam konsep penghitungan tariqat naqsabandiyah penghitungan waktu di tiap daerah tersebut tentu berbeda. (cw01)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar