TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga Dusun Nangkalanung, Desa Benete, Sumbawa Barat, mengaku mengalami tindak kekerasan dari polisi saat berunjuk rasa di sekitar PT Newmont Nusa Tenggara. Warga berunjuk rasa meminta PT NNT memberi kesempatan kerja kepada penduduk sekitar, Sabtu (6/8/2011).
"Aparat menghadang warga yang melakukan aksi di jalan. Mereka melakukan kekerasan, hingga ke beberapa rumah warga tanpa alasan yang jelas. Padahal, kami hanya melakukan demo dengan damai untuk menyalurkan aspirasi kami," ujar Ruslan Mustami (35), salah satu warga dusun tersebut, saat melakukan konferensi pers di Kantor Walhi, Jakarta, Jumat (19/8/2011).
Ruslan menuturkan, akibat tindak kekerasan aparat tersebut, setidaknya tujuh orang terluka, dengan satu orang mengalami luka berat, yakni Yadisah. Menurut Ruslan, Yadisah yang saat itu sedang mengenderai sepeda motor di lokasi kejadian tiba-tiba menjadi sasaran aparat kepolisian. Ia mengalami luka serius yaitu patah tulang rahang, lengan, dan jari kaki kanan putus.
"Dia (Yadisah) sampai saat ini masih dirumah sakit. Tidak jelas kenapa polisi menghakimi dia. Begitupun dengan enam warga lainnya. Polisi sempat mendatangi kita untuk meminta maaf, tapi karena ini demi keadilan, kita minta agar kasus ini diselesaikan secara adil, tidak hanya dengan minta maaf saja," kata Ruslan.
Ditambahkan Ruslan, kejadian kekerasan aparat di sekitar area PT NNT, bukan pertama kalinya terjadi. Menurutnya, puluhan kali aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga sekitar masih berlangsung hingga saat ini.
"Kita sudah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM pada Senin 15 Agustus kemarin. Kita harapkan insiden dapat diusut tuntas. Kapolri sebagai bapak polisi se-indonesia harus bertanggung jawab secara moral dan moril, karena beberapa rumah di dusun Benete saat ini telah dihancurkan oleh aparat kepolisian yang melakukan kekerasan secara tidak manusiawi," kata Ruslan.
Berkaitan dengan insiden tersebut, Manager Tambang dan Energi Walhi Pius Ginting mengatakan, ada pola yang sama dari beberapa kejadian bahwa polisi cenderung melakukan represi dan kriminalisasi terhadap aksi-aksi protes. Menurutnya, pihaknya amat menyesalkan tindakan kekerasan tersebut, dan berharap aparat penegak hukum di negeri dapat menyelesaikan insiden-insiden yang dialami warga di sekitar daerah tersebut.
"Mereka (aparat kepolisian) biasanya tidak mau tahu apalagi menyelesaikan akar permasalahan dan tuntutan masyarakat. Ini yang kita sesalkan, dan kita harapkan instansi hukum, seperti Mabes Polri dapat menyelesaikan masalah yang dialami warga Desa Benete ini," kata Pius.
"Aparat menghadang warga yang melakukan aksi di jalan. Mereka melakukan kekerasan, hingga ke beberapa rumah warga tanpa alasan yang jelas. Padahal, kami hanya melakukan demo dengan damai untuk menyalurkan aspirasi kami," ujar Ruslan Mustami (35), salah satu warga dusun tersebut, saat melakukan konferensi pers di Kantor Walhi, Jakarta, Jumat (19/8/2011).
Ruslan menuturkan, akibat tindak kekerasan aparat tersebut, setidaknya tujuh orang terluka, dengan satu orang mengalami luka berat, yakni Yadisah. Menurut Ruslan, Yadisah yang saat itu sedang mengenderai sepeda motor di lokasi kejadian tiba-tiba menjadi sasaran aparat kepolisian. Ia mengalami luka serius yaitu patah tulang rahang, lengan, dan jari kaki kanan putus.
"Dia (Yadisah) sampai saat ini masih dirumah sakit. Tidak jelas kenapa polisi menghakimi dia. Begitupun dengan enam warga lainnya. Polisi sempat mendatangi kita untuk meminta maaf, tapi karena ini demi keadilan, kita minta agar kasus ini diselesaikan secara adil, tidak hanya dengan minta maaf saja," kata Ruslan.
Ditambahkan Ruslan, kejadian kekerasan aparat di sekitar area PT NNT, bukan pertama kalinya terjadi. Menurutnya, puluhan kali aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga sekitar masih berlangsung hingga saat ini.
"Kita sudah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM pada Senin 15 Agustus kemarin. Kita harapkan insiden dapat diusut tuntas. Kapolri sebagai bapak polisi se-indonesia harus bertanggung jawab secara moral dan moril, karena beberapa rumah di dusun Benete saat ini telah dihancurkan oleh aparat kepolisian yang melakukan kekerasan secara tidak manusiawi," kata Ruslan.
Berkaitan dengan insiden tersebut, Manager Tambang dan Energi Walhi Pius Ginting mengatakan, ada pola yang sama dari beberapa kejadian bahwa polisi cenderung melakukan represi dan kriminalisasi terhadap aksi-aksi protes. Menurutnya, pihaknya amat menyesalkan tindakan kekerasan tersebut, dan berharap aparat penegak hukum di negeri dapat menyelesaikan insiden-insiden yang dialami warga di sekitar daerah tersebut.
"Mereka (aparat kepolisian) biasanya tidak mau tahu apalagi menyelesaikan akar permasalahan dan tuntutan masyarakat. Ini yang kita sesalkan, dan kita harapkan instansi hukum, seperti Mabes Polri dapat menyelesaikan masalah yang dialami warga Desa Benete ini," kata Pius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar