Persis dua tahun lalu, 30 september 2009, gempa besar 7,9 skala richter, mengguncang Sumatera Barat. Puluhan ribu bangunan, runtuh. Ribuan warga, tewas dan luka-luka. Sumbar menangis. Indonesia, berduka. Dunia pun, tersedu
.
Berhari-hari, berminggu bahkan berbilang bulan, perhatian tertuju ke Ranah Minang. Di televisi, bunyi saluang, mendayu-dayu, bak sembilu mengiris hati.
Masyarakat dan relawan datang dari berbagai daerah, dari negara tetangga dan dari berbagai belahan dunia. Mereka bersimpati, berempati, dan membantu saudara-saudaranya yang didera bencana.
Setahun berlalu. Dua tahun kini pun menjelang. Riuh rendah relawan, tak tampak lagi. Sebagian dari bangunan yang dulu ambruk, kini sudah berdiri kembali. Sejumlah gedung yang dulu retak-retak dan tak layak huni, kini sudah diperkuat dan ditempati lagi.
Roda kehidupan, mulai berputar normal, tampaknya.
Tapi, tidak. Atau, belum. Belum semua pulih. Ada sebagian bangunan yang hancur, masih tergeletak. Lihatlah, di beberapa lokasi, dinding yang retak dan jebol, tampak kusam dan mulai berlumut. Perhatikanlah, di sejumlah sudut kota dan kampung, masih ada warga yang nelangsa, akibat gempa. Bahkan ada di antaranya yang kesal dan mulai marah, karena belum tersentuh bantuan.
Siapa yang bertanggung jawab?
***
Persis di pekan-pekan peringatan dua tahun gempa besar di Sumatera Barat, dua berita, tampil menyentak. Ada video mesum pelajar SMU. Ada dua penari telanjang ditangkap Satpol. Media ribut. Walikota marah. Guru, ulama, ninik mamak, orang tua dan masyarakat, sibuk membicarakannya.
Di Ranah Minang yang punya ABS-SBK (Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah), ada peristiwa memalukan ini? Pelakunya, anak kemenakan orang Minang lagi. Na’uzubillah.
Pikiran dan perasaan sebagian warga, buncah. Berputar dan berpiuh-piuh. Ini bukan ciri-ciri kota metropolitan, Bung! Ini, pasti ada yang salah di negeri kita. Salah siapa? Siapa yang salah? Ah, maksiat, mengundang bencana.
Siapa yang bertanggung jawab?
***
Maaf, izinkan saya menjawab. Yang bertanggung jawab, adalah KITA. Ya, saya, Anda, kita semua. Yang bertanggung jawab para pemimpin, pejabat, pemerintah, anggota DPR, ulama, ninik mamak, bundo kanduang, guru, orang tua, pemuda, pemudi, kita semua.
Gempa adalah bencana. Ilmu pengetahuan menjelaskan, bahwa Sumbar memang daerah rawan petaka. Gempa, longsor dan tsunami.
Semua sudah jadi pemahaman kita. Karenanya, kita dituntut untuk siaga. Belajar ilmu kebencanaan, mendirikan bangunan tahan gempa, membangun jalur evakuasi danshelter serta berbagai upaya untuk memperkecil risiko.
Bencana sudah berulang kali terjadi di Sumbar. Karenanya, manajemen bencana, menjadi hal sangat penting. Baik saat masa evakuasi, rehab-rekon maupun pra bencana. Jika manajemen bencana baik, insya Allah, kita tidak panik dan pontang-panting manakala petaka itu tiba.
Tanggung jawab kita, tidak hanya secara fisik. Penguatan mental, akhlak dan moral, tak kalah pentingnya. Perilaku dan perangai negatif yang mengundang bencana, sejatinya, tak boleh berkembang di negeri beradat dan beragama ini.
***
Bencana dan bengkalainya serta berbagai pemicu yang masih ada, kiranya tak membuat kita terhenyak, putus asa atau saling menyalahkan. Justru, inilah saatnya, kita bangkit bersama. Kita introspeksi diri kita. Kita benahi yang salah dan keliru.
Kita maksimalkan ikhtiar untuk menghadapi berbagai risiko bencana. Kita bangun negeri ini, menjadi negeri yang siaga bencana. Kita tuntaskan rehab-rekon yang masih terbengkalai. Dan, sejalan dengan itu, kita bangun pribadi-pribadi yang berakhlak mulia.
Mulai dari kita. Anak kita. Kemenakan kita. Cucu kita. Keluarga kita. Lingkungan kita. RT kita, RW kita. Kelurahan kita. Nagari kita. Kecamatan kita, hingga kota, kabupaten dan provinsi kita.
Tak ada lagi video mesum pelajar kita. Tak ditemui lagi, penari striptis di kota kita. Pemimpin dan pejabatnya jujur lagi amanah. Warganya elok, saling bertolong-tolongan untuk kebaikan.
Semoga Allah SWT menyayangi kita dan melindungi negeri yang kita cintai ini. Amin!
ZUL EFFENDI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar