Mengejutkan memang keputusan Satuan Polisi Pamongpraja Kota Padang yang melepaskan dua penari telanjang yang sebelumnya ditangkap di Fellas Cafe. Betapa tidak mengejutkan, bila selama ini pekerja seks komersial (PSK) yang ditangkap, pasti dikirim ke Andam Dewi di Sukarami. Namun, dua penari telanjang itu justru dilepaskan. Dikembalikan ke mamak dan kaum mereka untuk dibina. Mempertontonkan tubuh tanpa selembar benang pun, sudah masuk kategori bagian dari pekerjaan seks komersial. Jadi, sebetulnya tak ada alasan untuk tidak memberikan tindakan lanjutan kepada dua penari telanjang itu. Merujuk pada pula Undang-undang Pornografi, dua penari telanjang itu sudah bisa pula dijerat. Namun, semua tindakan seolah berlalu begitu saja. Masyarakat pun jadi curiga, kenapa persoalan dianggap selesai begitu cepat. Betul, Satpol PP tak punya kewenangan menahan dan menyidik orang. Kita juga tak habis pikir pula, kenapa polisi tak dilibatkan. Kita bertambah bingung, kenapa polisi tak mengambilalih keadaan, ketika kasus sudah mengapung dan menjadi perhatian khalayak. Sudahlah, banyak celah bagi penegak hukum untuk menjerat, namun tak dianggap persoalan serius. Banyak pihak yang menginginkan persoalan itu dituntaskan secara hukum. Pengamat menyebut, ada pasal hukum formal yang dilanggar kedua penari. Termasuk pula penyedia tempat yang turut diseret. Para pelaku dapat dijerat dengan dengan Undang-undang No. 44/2008 tentang Pornografi. UU ini telah memenjarakan Ariel Piterpan karena aksi video pornonyo. Pakar hukum pidana Universitas Tamansiswa (Unitas), Fitriati mengatakan, para penari dan pemilik kafe bisa dijerat pidana karena telah melanggar Undang-undang Pornografi. Kalangan ulama mendesak hal itu diusut tuntas, karena rusak sudah tatanan adat yang selama ini kita dengungkan. Ulama berpandangan, persoalan moral tak bisa ditolerir. Tari telanjang bisa mengakibatkan kerusakan akhlak. Terlepas dari semua itu, pembiaran terhadap pelanggaran norma dan etika, merupakan preseden buruk. Tak akan memberikan efek jera dan bisa memicu pihak lain berbuat hal serupa. Masyarakat kini menilai, hukum tinggal hukum. Pemerintah akan dinilai tak berdaya melakukan penertiban terhadap pelanggaran aturan. Menjadi pelajaran berharga memang kasus tari telanjang yang menelanjangi Ranah Minang. Kita semua harus mengoreksi diri dan tak boleh membiarkan perbuatan serupa terulang lagi di masa depan. (*) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar