BANDUNG, (PRLM).- Pamor sentra jins di kawasan Jln. Cihampelas Bandung ditengarai makin memudar. Tata kelola kawasan yang belum optimal serta munculnya sentra niaga lain memicu turunnya omzet perdagangan di kawasan ini.
Seorang pengelola gerai jins di kawasan tersebut, Sugianto Nangolah mengatakan, saat ini pendapatan per hari usaha yang dikelolanya sekitar Rp 25 juta per hari pada hari biasa. Jumlah itu bisa meningkat hingga dua kali lipat saat masa libur atau akhir pekan. Namun secara umum, angka pendapatan saat ini menurun drastis dibandingkan saat masa keemasan kawasan Cihampelas, yakni sekitar tahun 1999 hingga 2004. “Saat itu bahkan bisa mencapai lebih dari Rp 200 juta per hari,” ujarnya ditemui beberapa waktu lalu.
Dilihat secara kasat mata, kawasan ini memang masih menjanjikan dari sisi bisnis. Tengok saja, kemacetan menjadi warna rutin Cihampelas, terutama pada akhir pekan atau masa libur. Tak jarang terlihat bis pengangkut rombongan wisatawan untuk berbelanja. Tak heran juga jika Pemerintah Kota Bandung membidik kawasan Cihampelas sebagai sentra industri unggulan Kota Bandung.
Sugianto menuturkan, perniagaan jins di Cihampelas mulai dirintis sejak 1988. Sentra jins ini merupakan pengembangan dari perniagaan serupa di Jln. Abdurrahman Saleh Kota Bandung. Melihat perkembangan potensi, kemudian dibuka tempat perniagaan baru, yaitu di Jln. Tamim dan Jln Cihampelas. Sapu Lidi dan IBC merupakan dua nama outlet yang pertama kali merintis usaha di kawasan Cihampelas.
Seiring waktu, bermunculanlah outlet-outlet lain. Untuk menarik pengunjung mereka mempercantik diri dengan dekorasi khas masing-masing, baik berupa patung maupun struktur tertentu yang kemudian menjadi identik dengan merk yang ditawarkan. Sejumlah ciri fisik kawasan Cihampelas ini sekarang masih bertahan, meski tak sedikit yang harus “tersembunyi” karena tertutup reklame atau benda-benda lain.
Sugianto mengatakan, saat ini terdapat sekitar 100 outlet yang terdapat di Cihampelas. Jumlah tersebut belum dihitung pedagang kaki lima yang memadati tepian jalan. Banyaknya pengusaha baik skala besar maupun kecil yang mengadu peruntungan tak urung membuat masing-masing unit usaha harus bersaing mendapat konsumen. "Toko-toko yang ada di Cihampelas saat ini sudah banyak, jadi omsetnya turun karena terbagi-bagi dengan toko lain" tuturnya.
Di sisi lain, kekhasan Cihampelas juga perlu dipertanyakan. Pasalnya, saat ini tak sedikit gerai yang tidak secara spesifik menjual jins, sebagai produk khas Cihampelas. Sugianto menyayangkan kondisi ini. Dengan tidak adanya keistimewaan, Cihampelas tak ubahnya seperti pusat perbelanjaan lain yang menawarkan beragam produk tanpa nilai unggulan. “Seharusnya pemerintah bisa mengatur dan menata hal tersebut,” ungkapnya.
Dia berharap, pemerintah bisa benar-benar merealisasikan itikad revitalisasi kawasan. Untuk persoalan parkir misalnya, lahan yang dimiliki tidak sebanding dengan volume kendaraan. Jika tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin pengunjung akan jenuh, tidak nyaman, dan memilih lokasi lain untuk berbelanja.
Saat ini, di Bandung terdapat sejumlah “pesaing” kawasan Cihampelas untuk agenda wisata belanja, seperti barisan factory outlet (FO) di Jln. Riau (L.L.R.E. Martadinata), Jln. Setiabudhi, serta sejumlah “trade center” yang sudah terbukti bisa menarik pengunjung dalam jumlah banyak. Itu belum dihitung pusat perbelanjaan yang menawarkan daya tarik tersendiri.
Menanggapi persoalan ini, Kepala Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung Ema Sumarna menuturkan, tata kelola kawasan masih menjadi persoalan di sentra niaga Cihampelas. Untuk sarana perparkiran misalnya, dari sisi jumlah diakui masih belum memadai. Padahal sarana ini diperlukan untuk mengakomodasi pengunjung. Sementara upaya penambahan lahan parkir terbentur keterbatasan lahan.
“Pembangunan lahan parkir itu memang penting, tapi sampai saat ini pemerintah belum mempunyai lahan yang bisa diubah untuk menjadi lahan parkir di kawasan Cihampelas, ” tuturnya.
Mengenai pembukaan kawasan niaga baru, terutama dengan peruntukkan sebagai FO di kawasan lain, Ema mengatakan, pola distribusi wisatawan menjadi latar belakangnya. Dengan adanya pilihan tempat baru untuk wisata belanja, wisatawan yang masuk ke Bandung bisa terdistribusi dan tidak hanya terpusat di satu titik. Lebih lanjut dia mengatakan, keberadaan sentra niaga baru tidak lantas mematikan kawasan Cihampelas karena porsinya tidak terlampau besar. “Walaupun ada di sentra lain, tapi kan presentasenya hanya sedikit,” ujarnya. (A-179/das)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar