shutterstockIlustrasi
JAKARTA, Pelajar Indonesia yang berprestasi di sejumlah olimpiade sains internasional mengeluhkan kelanjutan kuliah di dalam negeri. Mereka berjuang sendiri untuk melanjutkan kuliah di tengah komitmen pemerintah menyediakan beasiswa olimpiade sains internasional.
Peraih medali olimpiade di tingkat akhir SMA mencari kepastian kuliah dengan ikut seleksi masuk perguruan tinggi di jalur reguler. Mereka membayar biaya kuliah sendiri. Ada yang menerima tawaran beasiswa dari perguruan tinggi di luar negeri.
Peraih medali olimpiade di tingkat akhir SMA mencari kepastian kuliah dengan ikut seleksi masuk perguruan tinggi di jalur reguler. Mereka membayar biaya kuliah sendiri. Ada yang menerima tawaran beasiswa dari perguruan tinggi di luar negeri.
Marsha Christanvia, peraih medali perak Olimpiade Biologi Internasional 2011, terpaksa menunda kuliah setahun. Ia tak lolos seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) jalur undangan untuk siswa berprestasi dan jalur tertulis karena memilih jurusan kedokteran.
Muhammad Firmansyah Kasim (20) mesti lewat jalur tes untuk kuliah di Institut Teknologi Bandung. Ia lolos dan membayar uang masuk Rp 25 juta karena tak ada kepastian beasiswa dari pemerintah.
Anugerah Erlaut, peraih medali emas dan perak di Olimpiade Biologi Internasional, memilih masuk tanpa tes dan menerima beasiswa dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Setelah beasiswa olimpiade sains internasional (OSI) turun, ia mengambilnya, lalu mengembalikan beasiswa NTU dengan mengembalikan uang beasiswa.
Data Ditjen Dikti Kemdikbud, pada 2009-2011 tercatat 69 siswa berprestasi yang berhak menerima beasiswa OSI. Empat pelajar belum mengajukan beasiswa dan membatalkan.
Selain itu, ada 14 peraih medali olimpiade yang belum mendapat perhatian pada 2011. Ada yang lulus tahun lalu, sebagian di tingkat akhir SMA tahun ini.
Sebanyak 33 siswa berprestasi memilih kuliah di dalam negeri, sedangkan 36 siswa memilih di luar negeri. Anggaran pemerintah lebih dari Rp 10,34 miliar. Penerima beasiswa dibantu biaya sekolah, buku, hingga biaya hidup sesuai perguruan tinggi dan negara yang dipilih.
Tidak pasti
Satijan, Kepala SMAK 1 BPK Penabur Jakarta, mengatakan, siswa berprestasi di OSI tak mendapat kepastian kuliah di dalam negeri. Beasiswa tak disampaikan sejak awal kepada peraih medali. Selain itu, PTN papan atas juga membatasi jurusan pilihan sesuai olimpiade yang dimenangi.
”Peraih medali OSI Indonesia justru gencar diburu perguruan tinggi dari Singapura, Hongkong, dan Jepang,” katanya.
Perguruan tinggi luar negeri, terutama Singapura, setiap tahun menawarkan kuliah tanpa tes dan beasiswa ikatan dinas tiga tahun kepada siswa SMAK 1 BPK Penabur dengan modal sertifikat pemenang OSI.
Perguruan tinggi luar negeri, terutama Singapura, setiap tahun menawarkan kuliah tanpa tes dan beasiswa ikatan dinas tiga tahun kepada siswa SMAK 1 BPK Penabur dengan modal sertifikat pemenang OSI.
Nursyamsuddin dari bagian humas SMAN 78 Jakarta mengatakan, peraih medali olimpiade di sekolahnya terpaksa menolak tawaran masuk tanpa tes di PTN dalam negeri. ”Ada batasan kalau siswa peraih medali OSI hanya bisa mengambil program studi yang sesuai bidang studi yang mendapat medali. Kebijakan seperti ini menyulitkan siswa,” katanya. (ELN)
Sumber :
Kompas Ceta
k
Tidak ada komentar:
Posting Komentar