KOMPAS.com/ SYAHRUL MUNIRWariyanto (32) bersama dua anaknya. Ia berharap utangnya kepada Rumah sakit segera lunas.
SEMARANG, Pameo "Orang Miskin Dilarang Sakit" nampaknya ada benarnya. Seorang tukang kayu dari Kabupaten Semarang terlilit utang di rumah sakit akibat biaya pengobatan anak ketiganya yang tak bisa dibayar. Tragisnya sang bocah bernama Muhammad Arka Prawira Ardiansyah (3,5) itu lima hari lalu menghembuskan nafas terakhir di bangsal rumah sakit RSUD Tugu Semarang.
Ayah Arka, Wariyanto (32) mengaku buta birokrasi sehingga tak mempunyai kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat dari Pemerintah yang seharusnya bisa meringankan biaya pengobatan anaknya. Selembar memo dari Bupati yang diusahakan temannya hanya bisa menangguhkan batas pelunasan sampai akhir bulan.
"Total biaya Rp 15 juta, setelah ada surat dari Bupati kami dapat keringanan 40 persen dari RS Tugu,'' ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (20/2/2012) di rumahnya di RT 04 RW 09, Kampung Bapang Harjosari, Bawen, Kabupaten Semarang.
Arka anaknya, menderita ispa, flek paru-paru dan terakhir divonis mengidap radang otak. Balita itu sempat gagal nafas dan pendarahan lambung. Ketiadaan biaya dan akses yang buruk membuat Arka tak segera mendapat perawatan yang semestinya. Ibu Arka, Diana Lestari mengakui Arka sempat berpindah-pindah rumah sakit sebelum akhirnya dirawat di RSUD Tugu.
"Hari itu kami pindah sampai tiga rumah sakit, dari Bawen ke Ungaran lalu ke Semarang. Kami hanya berupaya mencari biaya yang paling ringan,'' tuturnya mengenang peristiwa paling dramatis dalam hidupnya.
Diana belum tahu dari mana uang untuk melunasi biaya rumah sakit. Pendapatannya sebagai buruh pabrik dan suaminya sebagai tukang kayu hanya pas-pasan untuk biaya hidup bersama ketiga anaknya. Beruntung, seluruh biaya pengurusan jenazah dan ambulan ditanggung BAZIS Kabupaten Semarang. "Satu-satunya harapan kami hanyalah kartu Jamkesmas yang sedang diusahakan teman, semoga sebelum tanggal 27 bisa jadi," ujarnya.
Tiknyo, Ketua RT setempat membenarkan banyak warganya yang tidak mempunyai kartu Jamkesmas termasuk Wariyanto. Padahal jumlah warga miskin di lingkungannya cukup banyak "Cuma 6 KK yang dapat, padahal jumlah warga miskin lebih dari 15 KK,'' terang Tiknyo.
Tiknyo mengatakan, seharusnya Arka bisa mendapatkan pertolongan lebih dini dan perawatan yang baik di RS milik pemerintah jika mempunyai Jamkesmas.
http://regional.kompas.com "Total biaya Rp 15 juta, setelah ada surat dari Bupati kami dapat keringanan 40 persen dari RS Tugu,'' ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (20/2/2012) di rumahnya di RT 04 RW 09, Kampung Bapang Harjosari, Bawen, Kabupaten Semarang.
Arka anaknya, menderita ispa, flek paru-paru dan terakhir divonis mengidap radang otak. Balita itu sempat gagal nafas dan pendarahan lambung. Ketiadaan biaya dan akses yang buruk membuat Arka tak segera mendapat perawatan yang semestinya. Ibu Arka, Diana Lestari mengakui Arka sempat berpindah-pindah rumah sakit sebelum akhirnya dirawat di RSUD Tugu.
"Hari itu kami pindah sampai tiga rumah sakit, dari Bawen ke Ungaran lalu ke Semarang. Kami hanya berupaya mencari biaya yang paling ringan,'' tuturnya mengenang peristiwa paling dramatis dalam hidupnya.
Diana belum tahu dari mana uang untuk melunasi biaya rumah sakit. Pendapatannya sebagai buruh pabrik dan suaminya sebagai tukang kayu hanya pas-pasan untuk biaya hidup bersama ketiga anaknya. Beruntung, seluruh biaya pengurusan jenazah dan ambulan ditanggung BAZIS Kabupaten Semarang. "Satu-satunya harapan kami hanyalah kartu Jamkesmas yang sedang diusahakan teman, semoga sebelum tanggal 27 bisa jadi," ujarnya.
Tiknyo, Ketua RT setempat membenarkan banyak warganya yang tidak mempunyai kartu Jamkesmas termasuk Wariyanto. Padahal jumlah warga miskin di lingkungannya cukup banyak "Cuma 6 KK yang dapat, padahal jumlah warga miskin lebih dari 15 KK,'' terang Tiknyo.
Tiknyo mengatakan, seharusnya Arka bisa mendapatkan pertolongan lebih dini dan perawatan yang baik di RS milik pemerintah jika mempunyai Jamkesmas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar