GUBERNUR: “SEMUA BAYAR, TAK ADA YANG GRATIS!”
JAKARTA, Mahasiswa Minang yang tergabung dalam organisasi Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) Jaya di Jakarta mengaku sedih karena ditolak oleh Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, untuk mendapatkan ruang sekretariat di bangunan baru Balairung Sumatera Barat di Jl. Matraman Raya No. 19, Jakarta yang dikelola oleh PT Balairung Citra Jaya Sumbar.
Pernyataan sedih itu disampaikan oleh Ketua Umum KMM Jaya, M. Rozi kepada Haluan tadi malam setelah sebelumnya menyampaikan melalui media mailinglist Gebu Minang. “Kami benar-benar sedih ditolak untuk mendapatkan sekretariat di gedung baru yang megah itu.
Padahal, sejak 1974, KMM Jaya selalu mendapat tempat di kantor Penghubung Sumatera Barat,” kata M.Rozi melalui telepon kepada Haluan.
Mahasiswa pascasarjana di Jayabaya ini menjelaskan, dalam pertemuan dengan gubernur di ruang lobby Balairung Minang pada Senin (20/2) malam, kontan Gubernur Irwan menolak permintaan KMM Jaya. “Pak Gubernur bilang gedung ini sudah milik swasta. Kantor penghubung Sumbar saja membayar. Kalau KMM Jaya mau, ya, harus sewa,” kata Rozi menirukan jawaban Gubernur.
Meski M. Rozi dan kawan-kawan sudah berusaha menjelaskan bahwa tak mungkin organisasi mahasiswa mampu membayar sewa dan selama gedung ini dibangun praktis KMM Jaya tak punya sekretariat sama sekali, namun Gubernur, menurut Rozi, tetap dengan keputusannya. “Sedih kami dengan pernyataan seorang Gubernur Sumbar yang tidak pro dengan mahasiswa sebagai keberlanjutan kaum intelektual Minangkabau,” kata Rozi yang bersama kawan-kawannya sudah lima kali menyurati Gubernur, namun selama ini tak pernah mendapat tanggapan.
Bukan Sosial
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang dikonfimasi via pesan singkat ke ponselnya, mengisyaratkan bahwa memang tidak ada ruang kantor atau sekretariat yang gratis di Balairung ini karena gedung itu bukan untuk kepentingan sosial.
“Perda mengamanatkan Balairung ini dikelola oleh perusahaan dan harus untung, bukan sosial. Pemda kabupaten dan kota menginginkan ada PAD,” jawab Irwan.
Masih dalam penjelasan gubernur, Kantor Penghubung Pemda Sumbar saja harus menyewa. “Pemprov juga menyewa, gubernur juga bayar. Tak ada yang gratis,” imbuh gubernur melalui pesan singkatnya.
Kebijakan Keliru
Sejumlah tanggapan dari perantau dan mantan pengurus KMM Jaya pun segera bermunculan soal keharusan membayar KMM Jaya untuk ruang sekretariat di Balairung tersebut. “Ini kebijakan yang keliru. Pemda jangan mencari untung terhadap anaknya sendiri,” kata mantan Ketua KMM Jaya, Sudirman Munir melalui jaringan telepon selulernya dari Batam tadi malam.
Menurut Sudirman, Pemda Sumbar, kabupaten dan kota yang menjadi pemegang saham di Balairung ini mesti memiliki kepedulian terhadap mahasiwa Minang yang notabene generasi penerus bangsa ini. “Pemda itu hidup dari uang rakyat, bukan uang dari langit. Jadi, apa susahnya memberikan kebijakan khusus untuk mahasiswa Minang bermarkas di situ,” kata Sudirman.
Ia menambahkan, komersialisasi untuk sebuah gedung Pemda di Jakarta boleh-boleh saja. Namun tolong dilihat kondisi dan situasinya. KMM itu, kata dia, selama ini selalu diberi tempat di Kantor Penghubung. Pemda-pemda yang lain juga memberi kebijakan yang sama untuk organisasi mahasiswanya.
Kalau organisasi semacam Gebu Minang, BK3AM dan lain-lain dipungut bayaran boleh-boleh saja karena di antara pengurus ada yang memiliki dana berlebih. Tetapi jangan sampai disamaratakan organisasi masyarakat dengan organisasi mahasiswa. “Untuk makan sehari-hari saja mereka susah, masak diminta membayar pula,” imbuhnya.
Ia mengingatkan agar Gubernur tidak melupakan KMM Jaya. Saat orang mendemo Menneg BUMN Tanri Abeng yang hendak menjual PT Semen Padang ke Cemex, KMM Jayalah yang terjun ke gelanggang. Hasilnya, Semen Padang itu tak jadi terjual. Pemda dapat dana dari Rajawali dan dari galian C. Masak membebaskan mahasiswa untuk sekretariat yang ukuran 2 x 3 meter saja tak bisa.
“Kan tidak sulit memberi ruang di kantor penghubung itu dengan nama ruang pembinaan generasi muda,” katanya sembari menambahkan, “apa Gubernur tak butuh lagi dengan mahasiswa-mahasiswa itu dan dengan perantau-perantau Minang ini?”
Hal senada juga disampaikan oleh mantan pengurus KMM Jaya, Amri Azis. Dia mengaku kecewa dengan sikap gubernur yang menyamaratakan saja organisasi masyarakat dengan organisasi mahasiswa. “Kalau bukan pemda, siapa lagi yang akan mengayomi para masiswa Minang itu. Masak ruang kecil begitu saja tak dibolehkan,” ujarnya. (h/sal)http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar