PADANG, Tiga penginapan di Pasie Jambak, Kelurahan Pasie Nan Tigo disegel Satpol PP dan petugas KP2T dan Pol PP, Rabu (22/2) siang.
Penyegelan ini dikarenakan izin usaha penginapan itu sudah kadaluarsa, dan juga diduga sebagai tempat mesum. Petugas juga sempat dikejutkan dengan kericuhan kecil yang dilakukan oleh warga karena telah kecewa dengan keberadaan penginapan yang sering menyediakan kamar untuk pasangan ilegal berbuat maksiat.
Warga yang telah memendam kemarahannya sempat membludak dan ingin melepaskan unek-unek mereka kepada pemilik penginapan. Bahkan dalam hitungan menit, jumlah masyarakat semakin ramai untuk menyaksikan penyegelan Hotel Uncle Jack, Dinasty, dan Dangau Mande tersebut.
Mengantisipasi anarkis dari warga sambil menunggu kedatangan KP2T, terlihat petugas TNI, Polri, dan Satpol PP berjaga-jaga, dan mencoba meredam emosi warga yang sekali-sekali berteriak dan melempari penginapan.
Kepala satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang Yadrison mengatakan, penyegelan ini dilakukan karena izin usaha telah berakhir sejak tahun 2008 yang lalu. Namun pemilik penginapan tetap tidak ada upaya untuk mengurus kembali izin usaha.
“Selain izin usaha yang tidak diperpanjang, petugas sering mendapat laporan dari masyarakat bahwa penginapan ini menyediakan kamar untuk pasangan ilegal, dan sebagai tempat maksiat, makanya tindakan penyegelan ini kami lakukan sampai pemilik penginapan mengurus izin usaha dan berjanji tidak menyediakan kamar untuk pasangan ilegal,” katanya.
Sementara itu, pemilik penginapan Dangau Mande, Eri Febrianti (49) membantah penginapannya telah memberikan izin kepada pasangan ilegal menginap. Bahkan berbuat maksiat.”Kita tidak benarkan pasangan ilegal untuk menginap di sini, kecuali bule,” kata eri.
Ditambahkannya, sejak izin penginapan Dangau Mande habis, ia telah berupaya untuk memperpanjang. Tetapi birokrasi yang tidak sehat, sering menyulitkannya mengurus perizinan. “Saya telah mengurus perizinan, tetapi sering dipersulit. Bahkan untuk meminta tanda tangan RT saja sangat sulit,” kata Eri lagi.
Di tempat yang sama, pemilik penginapan Uncle Jack, Yani Mendra mengatakan, di kawasan Pasir Jambak ini banyak kabar yang beredar di kalangan masyarakat agar mematikan usaha tiga penginapan ini. Alasan itulah yang mensulitkan segala urusan administrasi untuk memperpanjang administrasi.
Kepala KP2T, Muji Susilawati mengatakan, pihaknya selama ini telah memperingati pemilik penginapan untuk memperpanjang izin usahanya. Penyegelan ini hanya berlaku untuk 15 hari ke depan, namun apabila tidak ada upaya untuk memperpanjang izin usaha selama 15 hari ke depan, maka kita tidak akan memberikan izin penginapan lagi untuk selanjutnya.
Tutup Penginapan
Tiga penginapan yang disegel Pemko itu dinilai masyarakat tempat berbuat maksiat. Bahkan praktek maksiat hampir setiap hari dilakukan, dan masyarakat takut untuk berbuat karena sang pemilik penginapan disinyalir dibekingi aparat.
Zaiman (47), salah satu warga Pasir Jambak mengaku senang dengan adanya penyegelan penginapan ini oleh Pemko. Hal ini dikarenakan kegundahan masyarakat akibat praktek maksiat yang marak terjadi di penginapan.
“Bahkan tadi pagi saya melihat empat pasang keluar dari penginapan Dangau Mande. Mungkin mereka telah mengetahui informasi penyegelan, dan buru-buru untuk meninggalkan penginapan,” katanya.
Hal yang sama juga terlontar dari mulut ketua Ikatan Pemuda Pasir Jambak, Syahrial Buyuang. Ia mengatakan setiap kali Satpol PP menggelar razia, pasti ada saja pasangan ilegal yang terjaring di tiga penginapan ini.
“Masyarakat sebenarnya selama ini ingin sekali melakukan penggerebekan ke penginapan, karena telah banyak saksi dan bukti perbuatan maksiat. Tetapi pemuda takut karena yang memberkingi penginapan ini aparat yang berjabatan tinggi pula,” katanya.
Sementara itu, para pemilik penginapan menampik tudingan dari masyarakat, dan meminta kepada pemerintah untuk membersihkan juga warung esek-esek yang banyak berdiri di pinggir Pantai Pasir Jambak.
Yani mendra, pemilik penginapan Uncle Jack mengatakan tidak keberatan dengan penyegelan yang dilakukan oleh pemerintah apabila jika memang menyalahi aturan usaha. Tetapi apabila untuk menghapuskan perbuatan maksiat di Pasir Jambak, pemerintah harus kooperatif dan tidak tebang pilih dalam melakukan penertiban.
“Lihat saja di tepi pantai pasir jambak, banyak tenda esek-esek yang beridiri di sana. Untuk masuk dan minum disana saja bisa dikenai biaya Rp50 ribu, dan orang yang berpacaran boleh leluasa di dalam sana berbuat apa saja,” kata Yani.
Di tempat terpisah, Komisi IV DPRD Kota Padang mendukung penyegelan itu. “Kami sangat mendukung disegelnya penginapan Pasir Jambak itu. Karena, selain izinnya tidak diurus juga selama ini dimanfaatkan sebagai tempat maksiat,” kata Anggota Komisi IV DPRD Kota Padang Gustin Pramona, Rabu (22/2).
Ia juga mengatakan, jika pihak penginapan tidak juga mengurus izinnya maka akan semakin lama lokasi penginapan itu ditutup.
“Bahkan, ketika penyegelan itu ada kecurigaan sebelum pihak KP2T dan Satpol PP datang pengunjung yang tidak semuhrim itu telah diberitahu oleh pemilik penginapan agar kabur sehingga tidak ketahuan operasi maksiatnya. Artinya, sebelum aparat datang razia ini sudah ketahuan,” kata kader Demokrat ini.
Ia juga menegaskan, jika izinnya telah diurus maka pemilik penginapan harus membuat komitmen di atas kertas secara tertulis dengan materai untuk tidak memanfaatkan lagi sebagai lokasi maksiat. (h/ang/wan/ade)http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar