Kecil-kecil cabai rawit adalah julukan yang pas bagi kedua penulis cilik ini. Alya dan Muthia bergabung dengan Komunitas Kecil-kecil Punya Karya yang dinaungi sebuah penerbit.
Tak tanggung-tanggung penjualan buku cerpen dan novel mereka bahkan lebih dari 12 ribu eksemplar. Selain itu merekapun menyabet berbagai penghargaan menulis. Apa yang mendorong Alya dan Muthia menjadi penulis? Dari mana saja ide tulisan mereka dapatkan?
Pagi itu puluhan siswa SD Islam Al Ikhlas, Bekasi, Jawa Barat memadati aula sekolah. Mereka asyik mengikuti acara promosi keliling komunitas penulis cilik “Kecil-Kecil Punya Karya”. Penulis cilik Alya Namira Nasution (10) yang akrab dipanggil Dinda menjadi pembicara.
Dinda menjadi penulis dan bergabung dengan komunitas “Kecil-Kecil Punya Karya” yang digawangi penerbit Mizan sejak usia delapan tahun.
Rendra Jadi Inspirator
Sang bunda Ade Nur Sa’adah yang juga seorang jurnalis bercerita, kakek Dinda adalah guru sekaligus penulis buku pelajaran. Sementara sang Ayah, Haris Nasution adalah seorang seniman teater dan penulis lagu. Menurut Ade, inspirator terbesar Dinda adalah Rendra.
“Kita pertama pindah ke Jakarta itu tinggalnya di bengkel teater Rendra selama dua tahun, sempat ayahnya anggota teater Rendra. Nah itu kita pindah gak dikasih sama Rendra. Dia selalu bilang ‘kamu tuh jimatnya eyang’ ke Dinda. Jadi Dinda yang umur tujuh tahun dan Rendra yang 70 tahun gak punya jarak. Setiap hari mainnya ke perpustakaan, mimpinya punya perpustakaan kayak eyang Rendra, ngomongnya udah bersahabat banget. Tinggal di teater Rendra itu benar-benar menambah warna tulisan dia.”
Dinda bercita-cita menjadi komikus. Berbagai penghargaan telah diraih pula oleh sulung dari dua bersaudara ini. Di antaranya, tulisannya yang berjudul Who Is The Mysterious Guest dan The Pinky Girls terpilih menjadi Cerpen Pilihan dalam Lomba Cerpen Hari Anak Nasional 2011.
Selain itu, Dinda juga menjadi juara pertama kategori penulis cilik dalam lomba cerpen Konferensi Penulis Cilik Indonesia 2011.
Meringkas Buku
Penulis cilik lainnya, Muthia, yang akrab disapa Thia. Ia mengaku tertarik menulis sejak usia enam tahun. Berawal dari tugas meringkas buku yang menjadi pekerjaan rumah dari sekolah.
“Awalnya waktu kelas 1 SD aku gak ada PR (Pekerjaan Rumah, Red.) tapi setiap Sabtu Minggu disuruh meringkas cerita dari buku. Akhirnya karena sering meringkas, kepikiran pengen buat buku juga. Kelas dua aku ketemu sama KKPK, setiap ke mall aku ke toko buku, karena belum punya laptop sendiri seringnya nulis di buku tulis, akhirnya terkumpul jadilah buku.”
Keseriusan Thia menulis dimulai dari mengikuti Konferensi Anak Indonesia yang diselenggarakan majalah Bobo di tahun 2009. Tulisannya berjudul Life Skill Memasak di Sekolahku mengantarkan Thia menjadi delegasi dari Jakarta.
Kemudian diapun mengikuti pelatihan menulis dan Konferensi Penulis Cilik Indonesia yang diselenggarakan penerbit Mizan.
Selain sekolah dan menulis, Thia juga memiliki sederet aktivitas lain seperti les piano dan balet. Berbagai prestasipun telah diraih Thia, di antaranya penulis terbaik dalam Konferensi Penulis Cilik Indonesia 2011 dalam karya Miss Pantun dan Miss Fashion dan pemenang harapan kategori penulis cilik dalam Lomba Cerpen KPCI 2011.
Komunitas “Kecil-Kecil Punya Karya” atau KKPK terbentuk sembilan tahun lalu. Berawal dari proyek idealis penerbit Mizan yang ingin mewadahi minat menulis anak-anak.
Pasar Terbuka
Staf Promosi Penerbit Mizan, Nugraha Hidayat mengatakan, KKPK dikhususkan untuk penulis berusia delapan hingga 12 tahun. Ia mengaku, awalnya sulit untuk mencari penulis cilik. Saat ini pasar begitu terbuka dengan karya para penulis cilik tersebut.
Kegiatan promosi keliling ke berbagai sekolah dan toko buku dipilih sebagai cara mengundang minat menulis anak. Seperti pagi itu di SD Islam Al Ikhlas, Bekasi, Jawa Barat. Selain mendengarkan pengalaman penulis cilik, anak-anak juga diajak berlomba menulis.
Meskipun sudah pernah menghasilkan banyak karya bukan berarti Thia tidak pernah merasa bosan. Namun dia punya tips untuk mengatasinya.”Kadang kalau lagi gak mood atau lagi gimana gitu sering, kadang-kadang blank gitu akhirnya berhenti nulis dulu, refreshing, main piano. Kalau udah muncul idenya lagi baru ku tulis lagi.”
Jika Muthia dan Dinda berhasil menjadi penulis cilik bukan berarti semuanya berjalan mulus. Ada usaha yang harus dilakukan. Merekapun berbagi tips menjadi penulis untuk anak-anak lainnya. “Tulis aja, kalau kayak aku sih selalu membawa buku catatan kemana-mana. Jadi kalau ada ide aku tulis dan jangan pernah takut untuk mengirimlah,” demikian Thia.
“Yang pertama itu tetap cari inspirasi dari manapun atau di manapun. Kalau punya ide jangan dipendam, langsung aja ditulis, misalkan di perjalanan gak bawa buku tulis, di HP kan ada memo-memonya jadi bisa ditulis di situ nanti baru dipindahin ke komputer. Terus kalau punya cita-cita pengen nulis kembangin aja nulisnya yang udah ditulis sampai akhirnya bisa dikirimkan ke penerbit.” (Sumber: www.kbr68h.com)
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar