Minangkabau merupakan negeri yang sangat kental keislamannya. Ajaran adat yang sejalan dengan Islam dimaklumatkan di Bukik Sati Marapalam pada abad ke-19 yang melahirkan sebuah ikrar yang disepakati oleh seluruh alam Minangkabau, adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah.
Sampai saat ini, ikrar tersebut masih belum berubah dan masih menjadi “bumbu” dalam setiap ucapan bangsa Minangkabau saat mengaji adat dan syarak. Akan tetapi, sudahkah masyarakat Minangkabau ini menjalankan syariat Islam secara kaffah dan menjalankan adat istiadatnya dengan benar?
Sebagai kultur yang kental keislamannya hampir di seluruh pelosok nagari dapat ditemukan surau dan masjid. Kadangkala keberadaannya tidak dalam jarak yang terlalu jauh, sehingga dalam hal ini Minangkabau sering juga dijuluki dengan Nagari Seribu Masjid. Tapi apakah masjid-masjid tersebut sudah menjadi “makmur”, setiap saat dipenuhi oleh umat dalam menjalankan ibadah pada waktunya?
Fungsi masjid di Minangkabau tak hanya sebagai sarana untuk melakukan peribadatan, namun juga dijadikan sarana menimba berbagai pengetahuan agama. Oleh sebab itu pada setiap masjid, baik di pelosok kampung maupun di kota, selalu diadakan kegiatan pengajian.
Kegiatan ini setidaknya dilaksanakan dua kali dalam seminggu oleh masing-masing masjid. Malahan ada juga masjid yang melaksanakan pengajian tiap hari yang dilaksanakan pada waktu selesai sholat subuh. Intensitas yang padat dengan pengajian ini sebagai penanda bahwa orang Minangkabau haus akan ilmu agama. Tapi apakah arus keilmuan yang mereka lahap hampir setiap hari benar-benar telah berhasil merobah akhlak dan keimanan umat dalam menjalankan syariat dalam kehidupan sehari-hari?
Sebuah masjid besar agaknya akan menjadi masjid paling termegah di Sumatera Barat, sudah hampir selesai pembangunannnya. Masjid tersebut konon kabarnya dinamakan dengan Masjid Raya Sumatera Barat. Walaupun belum sepenuhnya rampung masjid ini sudah kelihatan sangat megah, apalagi kalau dilihat dari udara, masjid yang dibangun dengan anggaran milyaran rupiah ini diprediksi mampu menampung ribuan umat islam yang ingin melaksanakan ibadah disana.
Kurang lebih hampir satu bulan Masjid Raya Sumatera Barat yang berada di jalan Khatib Sulaiman ini setiap Jumat pagi telah dipadati oleh para pegawai negeri sipil dari SKPD provinsi. Agaknya pihak Pemrov Sumbar ingin memulai untuk memanfaatkan penggunaan Masjid Raya ini. Setiap Jumat pagi para pegawai negeri sipil di lingkungan Pemrov melaksanakan kegiatan wirid dan siraman rohani tentunya. Di samping untuk kegiatan siraman rohani tentu saja Masjid Raya ini juga dimanfaatkan sebagai ajang silaturahim antarpegawai SKPD, yang barangkali karena kesibukan di masing-masing SKPD di hari biasa momen ini sulit mereka dapatkan.
Apa yang telah digagas oleh pihak Pemrov sangat menarik dan mengandung nilai positif, di samping telah memakmurkan masjid dengan sendirinya juga terjalin ukhuwah antar pegawai sehingga di antara mereka dapat saling mengenal dan saling silahturahmi.
Sungguhpun demikian, kegiatan positf ini bukan tanpa kendala. Yang jadi pertanyaaan apakah kegiatan ini menjadi efektif jika dilaksanakan tiap hari jumat itu, dimana para pegawai harus meninggalkan kantor berbondong-bondong menuju Masjid Raya, yang jaraknya dari masing-masing SKPD lumayan jauh?
Lalu bagaimana dengan kinerja pegawai dalam melaksanakan kegiatan layanan masyarakat? Katakanlah jika pengajian dimulai pukul 7.30 dan diakhiri pukul 09.00, dengan alasan jarak, belum sempat sarapan dan sebagainya kegiatan kantor akhirnya bisa dimulai pukul 10.00, bahkan 11.00 siang. Belum sempat melaksanakan apa-apa, maka jadwal salat Jumat pun sudah datang.
Pertanyaan yang tak kalah pentingnya benarkah para pegawai Pemprov tersebut datang karena keinginan untuk menimba pengetahuan atau hanya sekadar menjalankan perintah dan absensi? Bahkan, sebagian di antara mereka ada juga yang meninggalkan masjid sebelum kegiatan siraman rohani dimulai. Berikutnya, kegiatan setiap Jumat pagi di Masjid Raya Sumbar ini juga berpotensi mematikan kegiatan wirid pengajian yang sudah ada sebelumnya pada masing-masing SKPD, dan kegiatan ini juga sudah berjalan cukup lama dan terlaksana dengan baik.
Pengajian pada masing- masing SKPD ini lebih diminati para pegawai karena lebih fokus tidak dihadiri banyak orang. Dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan interaktif dengan para narasumber. Sementara wirid setiap Jumat yang terjadi di Masjid Raya, jangankan interaktif, ceramah oleh ustad saja apakah didengar atau tidak, tidak terlalu menjadi penting.
Kegiatan di Masjid Raya gagasan Pemrov Sumbar adalah sebuah gagasan brilian demi kemajuan spiritual para pegawai agar dapat mengubah akhlak dan perilaku dalam menjalankan tugas. Akan tetapi apakah cita-cita ini bisa tercapai dengan baik jika hal ini dilaksanakan masih berdasarkan perintah, belum lagi berangakat dari nurani yang tulus para pegawai negeri sipil tersebut? Lebih ironi lagi jika para PNS ini datang ke Masjid Raya Sumatera Barat hanya karena absen semata agar tunjangan daerah mereka tidak dipotong. Jika ini yang terjadi alangkah mubazirnya sebuah kegiatan rohani yang akhirnya mungkin tidak memberikan nilai apa-apa dan menjadi sia-sia. Kalaulah kegiatan ini akan menjadi sebuah bentuk kegiatan rutin alangkah baiknya diselenggarakan sekali saja setiap bulannya. Allahuallambisawab.
SYUHENDRI DATUAK SIRI MARAJO
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar