Hidup dengan kondisi fisik kurang sempurna, tidak selamanya membuat nasib terpuruk. Justru dengan kekurangan yang ada, menjadi cemeti bagi Rudi Putra, lajang 32 tahun untuk bangkit dan maju.
Bermodalkan lahan kosong di kawasan Dusun Data Galundi Desa Batu Tanjung, Kota Sawahlunto, Rudi yang semenjak usia satu tahun mengalami cacat akibat jatuh, mulai menanam karet. Tepatnya petengahan tahun 2003, meski secara perlahan, namun dengan keyakinan hingga saat ini Rudi telah memiliki lebih dari 2000 batang karet.
Sejengkal demi sejengkal lahan kosong milik keluarga, ditanami Rudi dengan bibit pohon karet. Alhasil, ketekunan dan keyakinan Rudi, kini memberikan buah yang sangat manis, baik bagi dirinya maupun orang tua dan saudara.
Sebagian dari karet yang dulu ditanam, kini telah memberikan pemasukan bagi Rudi dalam menjalankan roda kehidupan. Bahkan, dari hasil tanaman karet, di atas lahan 7 hektare yang ditanaminya, Rudi bisa membantu orang tua beserta saudaranya.
Rata-rata dalam sehari, kebun karet Rudi mampu menghasilkan 15 kilogram getah karet. Dengan harga sekitar Rp15 ribu per kilogram, setiap hari pria kelahiran 5 mei 1978 itu bisa mengantongi uang sekitar Rp200 ribu.
Pemasukan itu, bagi pria yang masih lajang, terbilang sangat besar. Apalagi, pemasukan tersebut baru berasal dari sebagian pohon karet yang ditanamnya. Jika semua karet sudah bisa disadap, penghasilan Rudi diperkirakan sedikitnya dua kali lipat dari saat ini.
“Alhamdulillah, kini saya sedang membangun rumah untuk saya dan orang tua beserta saudara. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, rumah itu sudah bisa kami tempati,” terang Rudi ketika ditemui Haluan.
Ketika menceritakan perjuangannya untuk menanam karet dulu, mata Rudi sempat sembab seakan ingin mengeluarkan air mata. Cacat pada bagian pinggang yang membuat sulitya pertumbuhan tubuh khususnya pada bagian kaki itu, tidak jadi halangan baginya.
Yang terpenting, menurut Rudi, kala itu dirinya ingin berbuat dan ingin menghasilkan. Meski terkadang terasa sangat sulit, namun Rudi mencoba untuk terus berjuang demi memiliki kebun karet.
Tidak hanya siang, untuk mengatasi gangguang musuh baik babi maupun sejenisnya, Rudi berbekas sepucuk senapan angin, rela tidur di kebun yang berjarak sekitar 5 kilometer dari rumahnya.
Semangat Rudi juga ditunjukan dengan kemampuannya dalam menggunakan mesin pemotong rumput. Dengan pinggang yang terlihat goyang dan kesulitan untuk menopang tubuhnya, Rudi malah menggunakan pemotong rumput untuk membersihkan kebunnya.
“Buah akan terasa manis, jika kita pernah merasakan pahit. Tanpa mengenal rasa pahit, mungkin kita tidak akan merasakan rasa manis yang seutuhnya. Usaha keras akan memberikan hasil yang lebih baik,” ujarnya.
Walau kini telah memiliki penghasilan lebih dari cukup dari kebun karetnya, Rudi yang ditemani Basari sang Bapak, tetap bertekad akan terus menanam karet di semua lahan yang dimilikinya.
Rasa puas memang belum menghampiri putra ketiga dari empat bersaudara pasangan Basari dan Mardenis ini. Tidak hanya sekedar menanam, Rudi dan beberapa rekannya ingin memiliki pabrik mini untuk mengolah hasil produksi karet.
Dengan kemampuan dan keberhasilannya dalam mengembangkan perkebunan karet, kini Rudi menjadi contoh dan buah bibir bagi Pemerintah Kota Sawahlunto, dalam memotivasi warga lain untuk tidak putus asa dalam mengembangkan usaha.
“Semangat Rudi hendaknya mampu membuka mata semua masyarakat, untuk terus berbuat dan mengembangkan usaha, tanpa ada rasa menyerah. Rudi dengan keterbatasan yang dimilikinya, mampu mengembangkan kebun karet yang kini memberikan hasil maksimal,” terang Sekda Kota Sawahlunto, Zohirin Sayuti ketika melihat langsung kondisi Rudi di Desa Batu Tanjung.
Rudi dan warga Dusun Data Galundih kini hanya mengharapkan pengerasan jalan menuju sentra produksi yang menghubungkan pemukiman mereka dengan lahan pertanian. Sebab, ketika hujan tiba para petani kesulitan untuk mencapai lahan pertanian mereka. “Jalan ini akan becek, ketika hujan tiba,” terangnya. (Laporan Fadilla Jusman)
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar