Baru seumur jagung rektor baru Unand Werry Darta Taifur dilantik. Berbagai macam polemik dan kontroversi bermunculan. Semakin tinggi suatu pohon semakin kencang angin menerjangnya. Rektor Unand saat ini pun pasti akan merasa “adem ayem” saja menanggapi keadaan yang terjadi saat ini jika memiliki pegangan seperti pepatah di atas.
Tentunya menjadi hot issue apapun permasalahan yang terjadi di Unand menjadi pembicaraan dan komsumsi publik. Unand adalah kampus besar di Sumatera dan tertua di luar Pulau Jawa. Dengan slogan “ untuk kedjajaan bangsa” dan visi menjadi world class university tentunya Unand tidak akan memasang dan mengambil langkah tanggung-tanggung.
Apalagi intelektual almamater Unand menguasai hampir semua posisi strategis di Sumbar. Ekspansi intelektual pun mulai merambah ke level nasional. Dari intelektual tua Unand atau intelektual muda Unand sudah mengisi pos-pos yang penting level nasional. Ada suatu keselarasan terjadi antara will and real jika melihat gambaran di atas.
Tak ada gading yang tak retak. Keindahan dan nilai jual tinggi pun pasti ada kekurangannya. Dahulu kita pernah dengar tentang persolan korupsi bus kampus Unand. Kasus yang saat ini hanya menghiasi lemari berkas di kejaksaan negeri padang yang berkabut. Ada juga kasus indikasi korupsi dana pengembangan institusi yang disingkat dana PI dan terakhir tentang peraturan rektor yang yang merupakan produk hukum yang represif dan berusaha mematikan kritik mahasiswa. Ketiganya sampai saat ini tidak ada kejelasannya dan tidak ada niat untuk menyelesaikan.
Kasus korupsi bus kampus masuk lemari berkas dengan alasan alat bukti yang tidak cukup. Sedangkan kasus dana PI yang sudah sempat menelan korban dengan sanksi kepada empat orang mahasiswa dan membekukan sebuah lembaga mahasiswa, masih menjadi perdebatan yang hangat.
Unand meskipun berstatus BLU (Badan Layanan Umum) yang seharusnya mempublikasi laporan keungannya setiap tahun namun tidak melakukannya (PP 23 tahun 2005). Namun semenjak tahun 2009 Unand menyandang status BLU tidak pernah melakukan itu sekalipun. Dan ketika diminta dengan landasan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Unand juga menolak. Unand berdalih karena KIP tidak menjangkau perguruan tinggi negeri. Padahal UU KIP menjangkau seluruh instansi yang memperoleh sumber dana seluruh atau sebagaian dari APBN atau menghimpun dana dari masyarakat.
Sedangkan kasus peraturan rektor baru sampai jawaban seorang birokrat. Akan di bahas lagi ditataran senat (titik). Meskipun takanan kuat berdatangan dari luar dan dalam untuk mencabutnya. Namun sampai saat ini hanya terdiam. Tidak ada tanda-tanda akan dicabut.
Itu segelintir persoalaan yang menjadi pekerjaan rumah dari rezim yang lama. Semuanya harus cepat terselesaikan jika memang ingin mendapat status world class university. Rezim memang telah berganti. Rezim baru menjadi harapan membuat langkah-langkah gebrakan dan progresif. Tapi diragukan jika permasalahan ini telah menjadi permasalahan yang terinstitusi.
Persoalan Baru
Belum selesai masalah lama timbul lagi masalah baru. Pekerjaan rumah terhadap kasus indikasi korupsi bus kampus, indikasi korupsi dana PI dan peraturan rektor belum juga selesai. Rektor baru saat ini malah mengambil kebijakan baru dan kontroversi. Dengan landasan dari peraturan Rektor No 7 tahun 2011 untuk mandrop out ( DO ) mahasiswa yang telah lewat masa kuliah empat semester dan mahasiswa angkatan 2009 yang tidak lulus 40 sks dan tidak mencukupi IPK minimal 2.00.
Di satu sisi kebijakan ini adalah kebijakan yang baik untuk meningkatkan kualitas dan mutu Unand. Di sisi lain kebijakan ini adalah keputusan yang tergesa-gesa dengan tidak mengoreksi diri dan mempertimbangkan sisi kemanusian. Unand tanpa ada aba-aba langsung memblokir pembayaran SPP dan pengisian KRS mahasiswa yang bermasalah. Setelah itu membiarkan mahasiswa terombang-ambing tidak jelas status dan nasibnya selama kurang lebih satu bulan.
Meskipun dalam pasal 66 Peraturan Rektor no 7 tahun 2011 tersebut apabila melanggar akan dikenakan DO. Namun saat ini Unand tidak memberlakukan hal tersebut. Unand hanya menerbitkan surat edaran yang menyebutkan anjuran untuk mengurus kepindahan kalau tidak akan di DO pada waktu yang ditentukan. Meskipun persoalan mahasiswa yang melewati batas kuliah empat belas semester telah selesai, tapi permasalahan DO untuk mahasiswa angakatan 2009 mengundang perhatian.
Sebab di sini Unand malah berusaha mengeneralisir persoalan. Padahal seharusnya persoalan ini adalah masalah individu yang mestinya menggunakan pendekatan persuasif. Tidak hanya itu Unand juga tidak berkaca pada diri sendiri. Mahasiswa mengeluhkan berbagai macam persoalan yang berbeda. Mulai dari sistem ICT, dosen yang tidak masuk dan bertindak konvensional dengan slogan nilai A untuk Tuhan, B untuk saya setelah itu silahkan kalian perebutkan.
Itu persoalan dari sisi akademik. Bagaimana persoalan mahasiswa yang berasal dari luar kampus. Seperti kuliah sambil kerja, kesulitan ekonomi keluarga mahasiswa atau melakukan studi di dua tempat. Itu hanya segelintir persoalan individu mahasiswa. Langkah Unand dengan mengeneralisir adalah langkah tidak cerdas. Unand harus mengenal individu perindividu sebelum menetapkan kebijakan. Sebab kualitas sesungguhnya tidak ternilai oleh kuantitas semata.
Selama ini mahasiswa tidak merasakan peran yang kuat dari bidang kemahasiswaan baik pembantu rektor, pembantu dekan dan kepala sub bagian kemahasiswaan. Selama ini kita didengungkan bahwa sekolah adalah rumah kedua dan guru sebagai orang tua selain di rumah. Namun jika melihat kehidupan di perguruan tinggi, kebanyakan terjadi adalah hubungan antara buruh dan majikan. Miris!
Tapi lucunya Unand sepertinya tidak konsisten dengan peraturan yang dibuat. Sebab tarik ulur masalah DO masih terjadi. Padahal pertauran tersebut sangat tegas pasalnya.
Di tambah dengan tawaran pengurusan pindah bagi mahasiswa yang bermasalah. Unand sepertinya terlihat takut juga melakukan DO lebih kurang 200 orang mahasiswa. Sebab melakukan DO sebanyak itu orang akan mnyoroti Unand dan besar kemungkinan preseden buruk akan menghinggapi Unand.
Habis Manis Sepah Dibuang
Mayoritas penduduk Indonesia pada umumnya ekonomi menengah kebawah. Jadi biaya perguruan tinggi tergolong mahal bagi mayoritas masyarakat Indonesia.
Unand sepertinya memperlakukan mahasiswa seperti tebu. Setelah di hisap manisnya (uang masuk, SPP, dll) setelah itu merasa tidak dibutuhkan lagi mahasiswa tersebut pun di buang seperti sepah (ampas). Mari kita lihat sejauh mana Unand akan melakukan tindakan yang untuk mewujudkan slogan serta visi dan misinya. Salam perubahan!
M. NURUL FAJRIhttp://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar