Sangat mengecewakan! Begitulah perasaan masyarakat, begitu membaca berita tentang tertangkapnya Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Pesisir Selatan (Pessel) AKP “MR” dan Briptu “WSS” di salah satu kafe tempat hiburan malam di Kota Padang, MInggu (4/3) dinihari oleh Propam Polda Sumbar.
Yang mengecewakan, bukan hanya karena keberadaan MR dan WSS di Kota Padang, bukan dalam bertugas, tapi ketika dilakukan tes urine, ternyata kedua oknum anggota polisi tersebut positif mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu. Penyidik hingga saat ini belum dapat menemukan barang bukti sabu-sabu yang dikonsumsi keduanya.
Sanksi apa yang akan dijatuhkan kepada MR dan WSS hingga kini belum ada kepastian. Pada Senin (5/3) malam lalu, keduanya telah dijemput dari Polres Padang oleh tim provost Polres Pessel. Meskipun telah berada di Polres Pessel, tapi belum ada kepastian sanksi apa yang akan dijatuhkan pimpinan MR dan WSS atas pelanggaran kode etik meninggalkan tugas dan dugaan mengkonsumsi yang mereka lakukan.
Hingga kemarin keduanya tidak ditahan. Mereka masih tampak mondar-mandir di Polres Pessel. Sangat mengenyampingkan keadilan bila kasus yang melibatkan MR dan WSS tidak ada tindak lanjut sama sekali. Di satu sisi masyarakat dituntut untuk mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan pada sisi lain oknum aparat setingkat Kasat Reskrim justru mengangkangi kewibawaan hukum itu sendiri.
Jika polisi mau serius meneggakkan wibawa hukum dan wibawa lembaganya di hadapan hukum dan masyarakat, maka tidak ada alasan untuk tidak mencopot MR dari jabatannya sebagai Kasat Reskrim Polres Pessel. Aparat penegak hukum selain sebagai pengayom juga mesti tampil sebagai contoh tauladan bagi masyarakat di dalam penegakkan hukum.
Ketegasan berupa pemberian sanksi pencopotan, penundaan kenaikan pangkat dan lainnya terhadap MR dam WSS diharapkan memberi efek jera kepada anggota kepolisian lainnya agar tidak mengkonsumsi narkoba. Jika mereka melakukan itu, sama saja dengan pepatah Minang, “tungkek bana nan mambao rabah”. Selain memberi efek jera kepada anggota polisi yang lainnya, juga akan membangun citra polisi di mata masyarakat.
Kasus pelanggaran hukum yang dilakukan MR dan WSS sesungguhnya hanyalah secuil dari banyak pelanggaran hukum yang dilakukan anggota kepolisian. Seperti gunung es, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan aparat kepolisian yang tak terungkap ke permukaan. Tak jarang pula, kasus pelanggaran hukum, yang melibatkan oknum polisi ibaratnya seperti buang angin. Aroma busuknya menusuk hidung, tapi wujudnya tak kelihatan. Dalam sejumlah kasus, terkadang oknum polisi terang-terangan melakukan pelanggaran hukum, tapi sebagian masyarakat masa bodoh dengan kondisi itu. Sebab ketika orang masuk ke dalam masalah tersebut, sama saja artinya dengan mencari masalah atau bahkan ‘bunuh diri’.
Pada 22 Februari 2012 lalu, Wakil Direktur (Wadir) Reserse Narkoba Polda Sumut, AKBP Apriyanto Basuki Rahmat yang dicopot dari jabatannya karena diduga terlibat kasus narkoba. Apriyanto terjerat dalam kasus narkoba jenis ekstasi setelah jajaran Direktorat Narkoba Polda Sumut melakukan razia di salah satu club malam di Kota Medan.
Saat razia di tempat hiburan malam itu petugas membekuk dua orang yang tertangkap tangan memiliki narkoba jenis ekstasi. Setelah dikembangkan berikutnya didapatkan lagi satu orang yang juga memiliki ekstasi. Dari ketiga tersangka berikutnya dilakukan lagi pengembangan. Setelah disidik lebih mendalam ternyata esktasi tersebut adalah pesanan dari AKBP Apriyanto Basuki Rahmat. Dia pun diperiksa. Perkembangan berikutnya, Wadir Reserse Narkoba Polda Sumut itu pun ujung-ujungnya dicopot dari jabatan wadir. ***
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar