Kepada detikcom, Faishal menceritakan bahwa sepatu ini menggunakan sensor inframerah sehingga para tunanetra tak perlu lagi menggunakan tongkat saat berada di dalam rumah atau jalur braille. Biaya produksi satu alat ini untuk sementara Rp 300 ribu.
"Tapi Rp 300 ribu itu masih handmade. Kalau diproduksi massal mungkin lebih murah," kata Faishal, Jumat (6/7/2012).
Meski begitu, Faisha mengakui masih ada kekurangan di alat ini. Salah satunya adalah para penyandang tunanetra harus menggesek-gesekan kakinya lebih keras saat berjalan.
"Selain itu, mereka juga harus konsentrasi penuh saat berjalan," terangnya.
Sepatu bernama Edges Shoes sebelumnya dilombakan dan mendapat medali perunggu di ajang lomba inovasi internasional di Thailand.
Selain Faishal dan Lukman, ada sejumlah pelajar lain yang mendapat penghargaan di ajang International Exhibition for Young Inventors (IEYI) Ke-12 di Thailand ini. Mereka antara lain Linus Nara Pradhana dengan karya Water-coated Helmet, serta siswa kelas 1 SMP Petra Surabaya dan Hermawan Maulana dan Zihramna Afdi siswa kelas 2 SMA Negeri 3 Semarang dengan karya Carbofil Application for Carbon-Oxygen Separation in Smoking Room.
Untuk inovasi terakhir, kedua siswa menciptakan alat yang mengubah asap rokok menjadi oksigen. Tujuannya agar perokok kerasan di smooking room.
http://news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar