PADANG--Tokoh agama Buya Mas'oed Abidin berpendapat MUI daerah ini patut mengeluarkan fatwa bahwa tradisi "balimau" --mensucikan diri di sungai secara bersama-sama-- sehari menjelang masuknya ramadhan adalah haram.
"Karena memang tidak ada ajarannya dalam Islam," kata Buya Mas'oed Abidin yang Mantan Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Sumatera Barat (Sumbar) ketika diminta tanggapannya di Padang, Kamis.
Selama ini, ujarnya, imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar telah ada tetapi belum sampai kepada bentuk fatwa berkaitan masalah tradisi balimau yang masih tetap dilaksanakan masyarakat menjelang ramadhan.Buya menjelaskan, dalam Islam memang diajurkan untuk mensucikan diri tetapi bukannya mandi di tempat umum yang berbaur antara laki-laki dan wanita, yang kemudian masyarakat memaknai bersuci dengan cara mandi dan berwudhu saja.
Tradisi balimau yang dilakukan masyarakat zaman dulu menjelang ramadhan terkait belum adanya wc dan kamar mandi di rumah, selain itu orang zaman dulu tidak berbaur antara perempuan dan laki-laki."Zaman dulu itu tempat mandi antara perempuan dan laki-laki terpisah, bukan seperti sekarang yang satu lokasi di tempat umum berbaur saja. Ini tradisi yang menyalahi ketentuan Agama Islam," katanya.
Parahnya lagi, terkadang ada yang terbuka aurat sehingga menimbulkan dosa, tentu tidak jadi mensucikan diri dan malahan menjadi dosa, padahal di rumah masing-masing sudah ada kamar mandi.Selain itu, tradisi ini juga semakin membuat pekerjaan aparat polisi dalam mengatur arus lalu lintas rute-rute menuju ke lokasi pemandian, bahkan tak jarang sering menimbulkan kecelakaan.
Betapa tidak, kata Buya, ada yang satu kendaraan sepeda membawa empat orang anaknya ke tempat pemandian sehingga beresiko terjadi kecelakaan dan melanggar ketentuan lalu lintas.Padahal, sesuatu yang menlanggar aturan tidak dibernarkan dalam Agama, makanya sesuatu yang banyak mudharatnya daripada manfaatnya harus dihindarkan, ujarnya."Kita berharap MUI Sumbar menyikapi tradisi yang banyak mudharatnya ini dengan mengeluarkan fatwa supaya masyarakat tidak berlarut-larut dalam kesesatan," sarannya.
Lebih lanjut Buya mengajak umat Islam, menjadikan ramadhan untuk memperbaiki diri serta menjauhkan dari hal-hal yang di larang dalam ketentutan Agama."Kita jadikan momentum ramadhan untuk mengoreksi diri atas perbuatan yang selama sebelas bulan dijalani," katanya.
Menyinggung masalah awal puasa 1 syawal yang sering terdapat perbedaan, Buya Mas'oed, tidak mempersoalkannya, tetapi dengan menjalani saja sesuai dengan keyakinan masing-masing.Namun, menjadi persolan dan masalah orang yang mengaku Islam tetapi sama sekali tidak pernah menjalankan ibadah puasa ramadhan."Bagaimana kita akan menjadi daerah yang religius kalau masih banyak masyarakat yang belum terbentuk nilai-nilai keimanannya atau kesadaran dalam menjalankan perintah Allah SWT," katanya mengakhiri.ant/kpo
republika.co.id
"Karena memang tidak ada ajarannya dalam Islam," kata Buya Mas'oed Abidin yang Mantan Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Sumatera Barat (Sumbar) ketika diminta tanggapannya di Padang, Kamis.
Selama ini, ujarnya, imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar telah ada tetapi belum sampai kepada bentuk fatwa berkaitan masalah tradisi balimau yang masih tetap dilaksanakan masyarakat menjelang ramadhan.Buya menjelaskan, dalam Islam memang diajurkan untuk mensucikan diri tetapi bukannya mandi di tempat umum yang berbaur antara laki-laki dan wanita, yang kemudian masyarakat memaknai bersuci dengan cara mandi dan berwudhu saja.
Tradisi balimau yang dilakukan masyarakat zaman dulu menjelang ramadhan terkait belum adanya wc dan kamar mandi di rumah, selain itu orang zaman dulu tidak berbaur antara perempuan dan laki-laki."Zaman dulu itu tempat mandi antara perempuan dan laki-laki terpisah, bukan seperti sekarang yang satu lokasi di tempat umum berbaur saja. Ini tradisi yang menyalahi ketentuan Agama Islam," katanya.
Parahnya lagi, terkadang ada yang terbuka aurat sehingga menimbulkan dosa, tentu tidak jadi mensucikan diri dan malahan menjadi dosa, padahal di rumah masing-masing sudah ada kamar mandi.Selain itu, tradisi ini juga semakin membuat pekerjaan aparat polisi dalam mengatur arus lalu lintas rute-rute menuju ke lokasi pemandian, bahkan tak jarang sering menimbulkan kecelakaan.
Betapa tidak, kata Buya, ada yang satu kendaraan sepeda membawa empat orang anaknya ke tempat pemandian sehingga beresiko terjadi kecelakaan dan melanggar ketentuan lalu lintas.Padahal, sesuatu yang menlanggar aturan tidak dibernarkan dalam Agama, makanya sesuatu yang banyak mudharatnya daripada manfaatnya harus dihindarkan, ujarnya."Kita berharap MUI Sumbar menyikapi tradisi yang banyak mudharatnya ini dengan mengeluarkan fatwa supaya masyarakat tidak berlarut-larut dalam kesesatan," sarannya.
Lebih lanjut Buya mengajak umat Islam, menjadikan ramadhan untuk memperbaiki diri serta menjauhkan dari hal-hal yang di larang dalam ketentutan Agama."Kita jadikan momentum ramadhan untuk mengoreksi diri atas perbuatan yang selama sebelas bulan dijalani," katanya.
Menyinggung masalah awal puasa 1 syawal yang sering terdapat perbedaan, Buya Mas'oed, tidak mempersoalkannya, tetapi dengan menjalani saja sesuai dengan keyakinan masing-masing.Namun, menjadi persolan dan masalah orang yang mengaku Islam tetapi sama sekali tidak pernah menjalankan ibadah puasa ramadhan."Bagaimana kita akan menjadi daerah yang religius kalau masih banyak masyarakat yang belum terbentuk nilai-nilai keimanannya atau kesadaran dalam menjalankan perintah Allah SWT," katanya mengakhiri.ant/kpo
republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar