Nikah Siri (Ilustrasi)
Nikah siri tak pernah dibenarkan dalam hukum Islam. Perilaku nikah siri seperti yang dilakukan Bupati Garut, Aceng Fikri, pada dasarnya hanya bentuk melegalisasi perilaku mengumbar nafsu syahwat dengan berbagai cara.
''Dalam fiqh Islam itu tidak dikenal yang namanya nikah siri,'' kata dai muda asal Bandung, Erick Yusuf, kepada Republika Online.
Erick menjelaskan istilah nikah siri ini sejarahnya muncul ketika zaman khalifah Umar bin Khattab RA. Ketika itu, kata dia, Umar diberitahu bahwa telah terjadi perkawinan yang tidak dihadiri oleh saksi memadai. Mengutip kitab Al-Muwatha, ia mengatakan, Umar tidak memperbolehkan dilakukannya nikah siri serta akan merajam pelakunya.
Lantas Erick juga menyitir pendapat Aisyah RA. Dalam pandangan Aisyah, kata dia, wanita manapun yang menikah tanpa izin wali maka pernikahannya batal.
Erick menjelaskan, pernikahan yang disahkan dalam Islam itu harus sesuai dengan rukun nikah. Di dalamnya meliputi adanya calon suami dan istri, adanya wali pengantin perempuan, adanya 2 saksi yang adil terdiri dari 2 laki-laki atau 1 laki-laki ditambah dua perempuan serta dilakukannya ijab kabul. ''Itulah syarat wajib nikah namun juga terdapat sunnah nikah yang perlu dilakukan yaitu khotbah nikah, menyebutkan mahar, walimatul urs atau perayaan yang bertujuan untuk tasyakur dan pengumuman pernikahan,'' kata pria yang aktif mengisi salah satu kolom di Republika Online ini.
Mengenai perilaku nikah siri yang dilakukan Aceng, Erick menilai, kasus tersebut pada dasarnya sudah mempermainkan urusan aturan agama. Ia juga mengatakan, sebenarnya tak perlu lagi dibuat aturan khusus mengenai nikah siri. ''Karena sudah jelas-jelas melanggar. Bahkan Umar RA saja ingin merajamnya,'' kata dia.
Namun sebagai pembentuk aturan moral, Erick mengaku, perlu pula dibuatkan aturan. Aturan tersebut, kata dia, diharapkan bisa menjadi rambu untuk membuat pemimpin bisa memberikan teladan.
'Ya mesti dibuat aturan khusus bukan hanya sekedar nikah siri tapi juga aturan moral yang menyeluruh terhadap perilaku lainnya, agar bagaimana para pemimpin menjaga, memperlihatkan sekaligus mencontohkan akhlaq yg baik,''
Erick menjelaskan istilah nikah siri ini sejarahnya muncul ketika zaman khalifah Umar bin Khattab RA. Ketika itu, kata dia, Umar diberitahu bahwa telah terjadi perkawinan yang tidak dihadiri oleh saksi memadai. Mengutip kitab Al-Muwatha, ia mengatakan, Umar tidak memperbolehkan dilakukannya nikah siri serta akan merajam pelakunya.
Lantas Erick juga menyitir pendapat Aisyah RA. Dalam pandangan Aisyah, kata dia, wanita manapun yang menikah tanpa izin wali maka pernikahannya batal.
Erick menjelaskan, pernikahan yang disahkan dalam Islam itu harus sesuai dengan rukun nikah. Di dalamnya meliputi adanya calon suami dan istri, adanya wali pengantin perempuan, adanya 2 saksi yang adil terdiri dari 2 laki-laki atau 1 laki-laki ditambah dua perempuan serta dilakukannya ijab kabul. ''Itulah syarat wajib nikah namun juga terdapat sunnah nikah yang perlu dilakukan yaitu khotbah nikah, menyebutkan mahar, walimatul urs atau perayaan yang bertujuan untuk tasyakur dan pengumuman pernikahan,'' kata pria yang aktif mengisi salah satu kolom di Republika Online ini.
Mengenai perilaku nikah siri yang dilakukan Aceng, Erick menilai, kasus tersebut pada dasarnya sudah mempermainkan urusan aturan agama. Ia juga mengatakan, sebenarnya tak perlu lagi dibuat aturan khusus mengenai nikah siri. ''Karena sudah jelas-jelas melanggar. Bahkan Umar RA saja ingin merajamnya,'' kata dia.
Namun sebagai pembentuk aturan moral, Erick mengaku, perlu pula dibuatkan aturan. Aturan tersebut, kata dia, diharapkan bisa menjadi rambu untuk membuat pemimpin bisa memberikan teladan.
'Ya mesti dibuat aturan khusus bukan hanya sekedar nikah siri tapi juga aturan moral yang menyeluruh terhadap perilaku lainnya, agar bagaimana para pemimpin menjaga, memperlihatkan sekaligus mencontohkan akhlaq yg baik,''
Tidak ada komentar:
Posting Komentar