Tak seperti dunia seni lukis modern, jumlah pelukis kaligrafi Islam dalam peta seni rupa di Indonesia yang tetap eksis berkarya, berpameran dan berkarya lagi, dapat dihitung dengan jari. Salah satunya adalah Syaiful Adnan, 55, pelukis urang awak yang kini bermukim dan berkarya di Yogyakarta sejak puluhan tahun silam.
Kelangkaan pelukis kaligrafi Islam di tanah air itu, menjadikan nama Syaiful Adnan tercatat sebagai salah satu pelukis yang masih tetap eksis dan bertahan menekuni kepelukisan kaligrafi Islam di tanah air, bahkan ke beberapa negara berpenduduk muslim.
Banyak iven-iven nasional bahkan internasional diikutinya guna menampilkan lukisan hasil penjelajahan kreativitasnya dalam seni lukis kaligrafi Islam. Di antaranya, pameran visual art Festival Seni Melayu Asia Tenggara 2012 (See MAAF) yang baru usai diselenggarakan Badan Kerja Sama-Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS-PTSI) se-Indonesia serta sejumlah perguruan tinggi negara tetangga di antaranya University Teknologi MARA Malaysia, Rajabhat University Thailand di graha serambi Mekkah, Padang Panjang akhir November 2012 lalu.
Syaiful Adnan yang merupakan alumni jurusan seni lukis SSRI/SMSR (SMKN 4) Padang (1975) kelahiran Saniangbaka, Solok, 5 Juli 1957 itu menyebutkan, dalam pertumbuhan dan perkembangan seni lukis modern di tanah air, seni lukis kaligrafi Islam diakui tidak sedahsyat seni lukis secara umum.
Sebab, pelukisnya harus memahami dunia seni lukis baik secara fisik, nonfisik yang di-back uppenguasaan isi Al-Quran serta maknanya. Kemudian, mampu menulis khat seperti gaya Thuluth, Naski, Muhaqqaq, Raihani, Riqai, Taqwi atau Magribi yang masing-masingnya memiliki karakter.
Bagi Syaiful, melukis didasari kesadaran kulturalnya dengan menempatkan kaligrafi sebagai pilihan guna merepresentasikan memori pribadi dan memori kolektif yang menyenangi dan mendalami kaligrafi sebagai pilihan kerja lukis melukis. Yaitu, ranah estetis artistik didasari pemahaman kuat terhadap aspek-aspek elementer berupa garis, warna, bidang, ruang, komposisi dan lainnya dengan mengolah ayat-ayat suci Al Quran menjadi tampilan baru karya seni lukis.
“Hal yang terpenting, lukisan-lukisan juga merupakan ekspresi zikir visual, membaca dan mewujudkan terus menerus tentang ayat-ayat Allah,” ujarnya saat ditemui di sela-sela kesibukannya memberi workshopkaligrafi Islam Festival Seni Melayu Asia Tenggara (See MAAF) di Padangpanjang beberapa waktu lalu.
Syaiful menjelaskan, keesaan Allah SWT dapat dipahami melalui rangkaian ayat-ayat suci Al Quran yang memuat tentang segala kemahabesaran, kemahaagungan, kemahaindahan dan lain sebagainya.
Dikoleksi Kepala-kepala Negara
Selama karirnya sebagai pelukis, alumni SMSR (SMKN4) Padang ini termasuk salah satu pelukis cukup kuat dalam pengayaan kecenderungan realis dan naturalis. Peralihan ke kaligrafi Islam sebagai profesi kerja lukis-melukis mulai ia dalami jelang menyelesaikan kuliahnya di kota gudeg itu.
Tepatnya, ketika dia mengikuti pameran perdana kaligrafi Islam pada MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) nasional di Semarang, Jawa Tengah tahun 1979 silam. Sejak itu pula, nama dan karya-karya Syaiful Adnan terus meroket di tanah air, bahkan ke sejumlah negara berpenduduk muslim lainnya.
Ketika ditanya apa yang melatarbelakanginya menekuni seni kaligrafi Islam sebagai pilihan kerja lukis-melukis, menurut Syaiful, melukis baginya tidak semata menggeluti masalah estetik dan artistik, melainkan juga memiliki perspektif lain, yakni memberikan sesuatu pesan guna memberikan motivasi kepada penikmat sekaligus meneruskan adat kebiasaan menciptakan dan meneruskan makna kehidupan masyarakat dalam bentuk imajinatif yang memuat persoalan estetis, artistik hingga ke persoalan etis.
Melalui karya-karyanya, Syaiful Adnan sejak tahun 1978 hingga kini telah puluhan kali berpameran di dalam maupun luar negeri dalam iven-iven besar regional, nasional bahkan internasional seperti di Jeddah dan Riyaad (Arab Saudi), Jepang, Hongkong, Singapura, Thailand, Brunei Darusalam, Malaysia dan lainnya. Di antara karya-karya masterpiece yang dihasilkannya terdapat sejumlah kepala negara yang menjadikan lukisannya sebagai koleksi, baik koleksi negara maupun pribadi.
Di antaranya, Mahatir Muhamad dan Museum Negara Malaysia, Presiden Republik Islam Pakistan, Zia Ul Haq, Sultan Halsanah Bolkiah (Brunei Darusallam) serta sejumlah orang penting dunia seperti Dr Karel A Steenbrink (AS), Mr Dieter Amsler (Canada). Di dalam negeri kolektor karya Syaiful Adnan tercatat antara lain Istana Negara RI, H Adam Malik (alm), Jend AH Nasution, Azwar Anas, Alamsyah Ratu Prawiranegara, Dewi Montik Pramana, dan lainnya.
Tak Terhipnotis Budaya Sekuler
Di tengah-tengah bertaburan persoalan finansial karya-karya seni rupa saat ini baik di Indonesia maupun di sejumlah negara yang memiliki kecenderungan mengoleksi karya-karya dari Indonesia, Syaiful Adnan tidak terhipnotis dengan budaya sekuler.
“Menekuni seni lukis kaligrafi Islam tidak sepatutnya didasari tujuan duniawi, baik untuk ketenaran, meraup materi maupun alasan lainnya. Yang penting bagaimana kemampuan berolah seni lukis kaligrafi membuat seseorang makin dekat dengan Allah SWT dan Rasulnya kemudian mampu mengolah lukisan kaligrafi Islam menjadi sajadah panjang yang menuntun penikmatnya kedalam keesaan Allah SWT dengan segala bentuk ciptaan-Nya di muka bumi ini,” ujar pria yang merupakan salah seorang dewan hakim (khat) Daerah Istimewa Yogyakarta itu. (***)
Muharyadi, pendidik, kurator dan pegiat seni rupa tinggal di Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar