Gedung Kejaksaan Agung (ari saputra/detikcom)
Jakarta - - Puluhan terpidana mati para gembong narkoba tak kunjung ditembak mati kejaksaan. Hal ini membuat Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) geram. Mengapa jaksa terkesan mengulur-ulur waktu menembak mati gembong narkoba?"Saya tidak bisa memahami apa alasan Kejaksaan Agung (Kejagung) menunda-nunda. Apakah ada 'permintaan khusus' dari pihak tertentu karena sedang diurus Peninjauan Kembali (PK) atau grasinya yang akan mengubah putusan hukuman mati menjadi jangka waktu tertentu seperti yang sudah-sudah?" kata Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), Henry Yosodiningrat, kepada detikcom, Rabu (6/1/2013).
Dugaan tersebut bukannya tanpa alasan. Sebab Henry bersama seluruh jajaran DPP Granat sudah menyampaikan permintaan tersebut ke Kejagung pada awal 2012. Namun setelah ditunggu setahun lamanya, Kejagung tak ada tindakan menyiapkan regu tembak sama sekali.
Dalam pertemuan itu, DPP Granat ditemui Jaksa Agung didampingi Wakil Jaksa Agung dan seluruh Jaksa Agung Muda. Kedatangan DPP Granat mendesak Kejagung agar pelaksanaan eksekusi terhadap narapidana yang dijatuhi hukuman mati dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap.
"Dan untuk itu saya menyerahkan daftar yang memuat sederet nama, paling tidak 11 orang yang secara hukum harus dieksekusi," ucap Henry.
Tapi apa daya, Jaksa Agung menjawab bak politikus. Dengan alasan HAM, dia enggan menembak para terpidana tersebut.
"Saya menolak alasan Jaksa Agung yg mengatakan 'pelaksanaan hukuman mati tertunda-tunda kerana sorotan dunia internasional terkit masalah HAM'," tegas Henry.
Sebelumnya Wakil Jaksa Agung Darmono beralasan, pihaknya memberikan seluruh hak terpidana sebelum benar-benar menembak mati para terdakwa. Hak terpidana maksud Darmono adalah upaya hukum seperti kasasi dan PK.
"Karena kita memang memberikan kesempatan upaya hukum sampai tahapan terakhir. Jadi upaya hukum yang dimiliki seorang terpidana itu benar-benar dipenuhi dipenuhi dulu, dari banding,kasasi, grasi dan PK," ujar Darmono di Medan, Sumatera Utara, Selasa (5/1) kemarin.
Atas alasan itu, MA pun berang. Melalui Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, MA menilai alasan Kejagung dibuat-buat.
"Tidak bisa alasan seperti itu, kalau begitu mana buktinya? yang putusan kita tahun 2001 apa sudah ada yang ditembak mati? Apa mungkin kalau putusnya tahun 2001, salinannya belum diterima? Jadi segeralah lakukan eksekusi hukuman mati," kata Ridwan dengan nada keras.
Hal senada juga diungkapkan KY yang ikut mengeluhkan lambatnya terpidana tersebut didor regu tembak.
"Saya menilai hal ini menandakan criminal justice system kita yang tidak jelas dan ini melemahkan penegakan hukum. Tentunya KY bagian dari komitmen penegakan hukum meminta agar Kejagung memberi respon cepat dari MA jika ada terpidana hukuman mati untuk dieksekusi," kata komisioner KY Suparman Marzuki.
s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar