Aipda LS, anggota Polres Raja Ampat Papua Barat yang memiliki transaksi keuangan hingga Rp1,5 triliun dalam kurun waktu 5 tahun, ternyata sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kepemilikan bahan bakar minyak sebanyak 1 juta liter.
Namun hingga kini yang bersangkutan belum bersedia memenuhi panggilan penyidik Polda Papua untuk diperika.
"Penyidik sudah memanggilnya untuk diperiksa dan menguatkannya sebagai tersangka tapi tidak dipenuhinya," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Papua, Komisaris Besar Pol. Setyo Budi Setyanto, Kamis, 16 Mei 2013.
Ditambahkan Setyo Budi, memang ada kesan bila LS kurang kooperatif untuk memenuhi panggilan penyidik. Sebelumnya dia meminta waktu pemeriksaan diundur.
"BBM yang dimiliki tersangka LS tidak memilki izin niaga, izin transportasi dan penampungan. Saat ini yang bersangkutan sudah bersedia diperiksa," terangnya.
Dalam kasus BBM, sambung Setyo, nama LS memang tidak tercantum dalam akta perusahaan, namun dia diduga sebagai operator. "Dia yang menggerakkan, itu hasil penelusuran kami," katanya.
Sedangkan untuk kepemilikan 115 kontainer berisi kayu yang disita di Tanjung Perak Surabaya, saat ini sedang didalami. "Kayu itu dikirim dari Sorong dan dokumennya sedang diteliti, kayu olahan itu sudah diamankan, karena disinyalir milik LS," kata Setyo Budi.
Mengenai apakah kayu berasal dari perambahan hutan dan BBM dari hasil transaksi kapal tanker di tengah laut, polisi masih melakukan pendalaman.
"Kami masih usut darimana asal kayu dan BBM. Bagaimana cara memperolehnya," katanya.
Sedangkan mengenai transaksi keuangan hingga Rp1,5 triliun di rekening LS, Polda Papua dan Bareskrim masih melakukan pengembangan. "Untuk rekening mencurigakan itu masih didalami, yang pasti terungkapnya rekening itu berasal dari penemuan BBM ilegal," imbuhnya.
Aipda LS memang memiliki transaksi keuangan yang tidak wajar. Apalagi sebagai anggota polisi berpangkat bintara. Diduga, uang yang dimilikinya berasal dari bisnis ilegal yakni kayu dan BBM.
Dari hasil penelusuran, Aipda LS juga kerap membayarkan gaji seluruh anggota Polres Raja Ampat tempatnya bertugas, jika ada keterlambatan pembayaran. Ia juga dikenal sebagai tempat peminjaman uang Pemda Raja Ampat.
Sebelum kasus kepemilikan BBM ilegal, LS juga dikenal sebagai "mesin ATM" sejumlah pejabat teras Polda Papua. Bahkan, dalam setiap bulan dia disinyalir memberikan upeti yang jumlah cukup besar yakni Rp300 juta, dengan kompensasi usahanya berjalan lancar.
Terungkapnya kasus kepemilikan BBM ini juga sinyamennya akibat persaingan usaha ilegal. Kompetitornya yang ingin menguasai bisnis ilegal seperti LS kemudian memperalat pejabat teras Polda Papua untuk menangkap LS.
Sedangkan mengenai transaksi keuangan hingga Rp1,5 triliun di rekening LS, Polda Papua dan Bareskrim masih melakukan pengembangan. "Untuk rekening mencurigakan itu masih didalami, yang pasti terungkapnya rekening itu berasal dari penemuan BBM ilegal," imbuhnya.
Aipda LS memang memiliki transaksi keuangan yang tidak wajar. Apalagi sebagai anggota polisi berpangkat bintara. Diduga, uang yang dimilikinya berasal dari bisnis ilegal yakni kayu dan BBM.
Dari hasil penelusuran, Aipda LS juga kerap membayarkan gaji seluruh anggota Polres Raja Ampat tempatnya bertugas, jika ada keterlambatan pembayaran. Ia juga dikenal sebagai tempat peminjaman uang Pemda Raja Ampat.
Sebelum kasus kepemilikan BBM ilegal, LS juga dikenal sebagai "mesin ATM" sejumlah pejabat teras Polda Papua. Bahkan, dalam setiap bulan dia disinyalir memberikan upeti yang jumlah cukup besar yakni Rp300 juta, dengan kompensasi usahanya berjalan lancar.
Terungkapnya kasus kepemilikan BBM ini juga sinyamennya akibat persaingan usaha ilegal. Kompetitornya yang ingin menguasai bisnis ilegal seperti LS kemudian memperalat pejabat teras Polda Papua untuk menangkap LS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar