Utang luar negeri pemerintah dan swasta Indonesia saat ini mencapai Rp2.400 triliun. Tren peningkatan utang swasta punya risiko pembalikan yang dapat memicu instabilitas ekonomi. Karena itu, Wakil Menkeu Mahendra Siregar menyatakan bahwa pemerintah terus mencermati naiknya utang luar negeri swasta untuk menghindari kemungkinan gagal bayar.
Tingginya utang luar negeri, baik oleh pemerintah maupun swasta, membuat ekonomi Indonesia tahun 2013 bisa ambruk. Posisi utang luar negeri pemerintah dan swasta kini mencapai 251,200 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp2.400 triliun. Ini membuat bunga utang dan cicilan yang harus dibayar menjadi sangat besar pula.
Demikian dikatakan Salamuddin Daeng dari Institute for Global Justice. Ironisnya, pada saat yang sama, kata Salamuddin, bunga utang dan cicilan utang pokok yang harus ditanggung oleh pemerintah dan swasta mencapai 169,118 juta dollar AS atau sekitar Rp1.620 trilun lebih.
“Padahal pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia antara tahun 2011 - 2012 hanya Rp 819 triliun. Dengan demikian seluruh hasil yang diperoleh dari ekonomi Indonesia yang tercermin dalam PDB telah habis seluruhnya untuk membayar bunga utang dan cicilan utang pokok. Ini juga berarti bahwa sepanjang 2012 seluruh yang dihasilkan oleh bangsa ini telah habis diserahkan pada asing,” kata Salamuddin di Jakarta, Kamis (2/5).
Salamuddin mengingatkan pula bahwa angka pembayaran utang swasta dan pemerintah yang sangat besar selama tahun 2012 telah menyebabkan seluruh cadangan devisa Indonesia telah habis secara total. “Cadangan devisa RI yang diklaim BI turun menjadi 104,8 miliar dollar AS, sesungguhnya telah hilang,” tegasnya.
Menurut dia, penumpukan utang yang dilakukan oleh rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama berkuasa, bisa tak akan mewariskan apa pun bagi generasi penerus bangsa ini.
Antisipasi Gagal Bayar
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menyatakan bahwa pemerintah terus mencermati naiknya utang luar negeri swasta untuk menghindari kemungkinan gagal bayar (default) dan mengingatkan pengusaha untuk mewaspadai pinjaman luar negeri. Tingkat utang terus diperhatikan, baik utang pemerintah maupun korporasi, untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
“Kami mencermati bahwa perkembangan tingkat utang yang dilakukan oleh korporasi itu belakangan ini meningkat, antara lain karena memang tingginya pasokan kredit dari luar negeri,” kata Mahendra.
Namun, ujar dia, tren peningkatan utang swasta ini juga punya risiko pembalikan yang dapat memicu instabilitas ekonomi.
Pemerintah harus memantau utang swasta karena pemanfaatannya dapat menimbulkan berbagai risiko (mismatch) dan melahirkan krisis seperti yang pernah terjadi di AS pada 2008. Pemantauan antara lain dilakukan melalui instrumen pajak. Pemerintah juga sedang mempertimbangkan instrumen lain untuk meningkatkan transparansi pinjaman luar negeri. “Ini sedang kami lihat lebih lanjut, yang pasti transparansi harus meningkat, jadi kalau ada peminjaman utang dijelaskan asalnya dan peruntukkannya,” kata Mahendra.
Mahendra mengharapkan dengan adanya kendali tersebut maka pengawasan terhadap peningkatan utang luar negeri swasta dapat ditingkatkan dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. “Jadi jangan tanpa ada kendali sama sekali sehingga risiko sektor keuangan menjadi terbuka,” ujarnya. Berdasarkan data Bank Indonesia per Januari 2013, total utang luar negeri swasta baik bank maupun bukan bank telah mencapai 125,05 miliar dollar AS.
Sektor keuangan, jasa perusahaan, dan persewaan merupakan kelompok yang paling dominan menarik utang luar negeri dengan nominal 33,45 miliar dollar AS atau 26,8 persen dari total utang. Menyusul, sektor industri pengolahan/manufaktur sebesar 25,67 miliar dollar AS serta pertambangan dan penggalian sebesar 21,08 miliar dollar AS.
Dari total utang luar negeri swasta tersebut, sebanyak 36,28 miliar dollar AS merupakan utang jangka pendek yang jatuh tempo kurang dari satu tahun, dan 88,77 miliar dollar AS merupakan utang jangka panjang atau lebih dari satu tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar