Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, ziarah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, 1973. Pada kunjungan tersebut, Lee Kuan Yew menaburkan bunga ke makam Usman dan Harun. Dok. TEMPO/Syahrir Wahab
Curhatan pejabat Menteri Tenaga Kerja Singapura Tan Chuan-Jin menuai ramai respon dari pembacanya. Tulisan bertajuk “Supaya Jangan Lupa” yang diunggah ke laman Facebook pribadinya itu mendapat 672 jempol “likes”, 200 lebih komentar dan diteruskan oleh 440 akun pembacanya.(Baca:Soal Usman-Harun, Menteri Singapura Menolak Lupa)
Pro dan kontra mengemuka di boks komentar posting-an Tan. Meski curhatan itu diunggah sekitar empat hari lalu, respon masih berdatangan hingga dua jam lalu.
Polemik soal Usman-Harun mencuat saat Angkatan Laut Indonesia menamai salah satu kapal perangnya dengan nama dua marinir yang pernah melakukan operasi di Singapura kala konfrontasi Indonesia-Malaysia berlangsung. Menteri Luar Negeri Singapura sontak protes atas penamaan itu. Menurut Singapura, penamaan itu akan mengorek kembali luka lama yang dialami rakyatnya atas insiden pemboman yang diduga dilakukan dua serdadu marinir, Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said.
Kebanyakan komentar dari warga Singapura mempermasalahkan penamaan kapal perang Indonesia dengan nama Usman-Harun itu sebagai hal yang tak sensitif terhadap kepedihan rakyat Singapura. Di lain pihak, pengguna Facebook asal Indonesia berkukuh membela aksi penamaan itu, sebagai hak dari pemerintah Indonesia.(baca:Singapura: Indonesia Jangan Korbankan Bilateral)
Yang menarik adalah adanya anggapan kalau polemik ini merupakan permainan dari para politikus. Apalagi Indonesia sebentar lagi akan menyambut even politik terbesarnya, yakni pemilu dan pemilihan presiden 2014.
Sebelumnya, pejabat Menteri Tenaga Kerja Singapura, Tan Chuan-Jin, curhat di laman pribadi Facebooknya. “Supaya Jangan Lupa” adalah tajuk yang ia pilih untuk mewakili pikiran dan perasaannya yang ia unggah pada 7 Februari 2014 lalu. (Baca: Keluarga Setuju Usman Janatin Jadi Nama Kapal)
Dalam tulisannya Tan mencoba merekonstruksi kejadian pahit bagi rakyat Singapura, 48 tahun lalu itu. Ia masih ingat saat itu Tan masih sangat belia. Ayah Tan bekerja di sebuah perusahaan yang berlokasi di MacDonald House. Namun, ia beruntung karena hari saat bom meledakan gedung itu, sang ayah sedang cuti sakit sehingga tak masuk kerja.
Tan juga masih ingat soal penderitaan korban-korban dari ledakan bom di MacDonald House. Satu nama yang ia ingat, yakni seorang ibu bernama Elizabeth Suzie Choo, 36 tahun. Akibat dari bom yang meledak di MacDonald House, enam anaknya harus rela ditinggal ibunya. “Banyak lagi kepedihan yang harus ditanggung rakyat Singapura atas kejadian itu,” tulis Tan.
Dalam tulisannya, Tan mengherankan sikap Indonesia yang menganggap para bomberMacDonald sebagai pahlawan. Terlebih kedua nama tersangka mau diabadikan pada sebuah kapal perang. “Pesannya jelas, untuk itu kita tak boleh lupa,” kata Tan, menutup tulisannya. (Baca:Soal Usman-Harun, Menteri Singapura Menolak Lupa)
Pro dan kontra mengemuka di boks komentar posting-an Tan. Meski curhatan itu diunggah sekitar empat hari lalu, respon masih berdatangan hingga dua jam lalu.
Polemik soal Usman-Harun mencuat saat Angkatan Laut Indonesia menamai salah satu kapal perangnya dengan nama dua marinir yang pernah melakukan operasi di Singapura kala konfrontasi Indonesia-Malaysia berlangsung. Menteri Luar Negeri Singapura sontak protes atas penamaan itu. Menurut Singapura, penamaan itu akan mengorek kembali luka lama yang dialami rakyatnya atas insiden pemboman yang diduga dilakukan dua serdadu marinir, Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said.
Kebanyakan komentar dari warga Singapura mempermasalahkan penamaan kapal perang Indonesia dengan nama Usman-Harun itu sebagai hal yang tak sensitif terhadap kepedihan rakyat Singapura. Di lain pihak, pengguna Facebook asal Indonesia berkukuh membela aksi penamaan itu, sebagai hak dari pemerintah Indonesia.(baca:Singapura: Indonesia Jangan Korbankan Bilateral)
Yang menarik adalah adanya anggapan kalau polemik ini merupakan permainan dari para politikus. Apalagi Indonesia sebentar lagi akan menyambut even politik terbesarnya, yakni pemilu dan pemilihan presiden 2014.
Sebelumnya, pejabat Menteri Tenaga Kerja Singapura, Tan Chuan-Jin, curhat di laman pribadi Facebooknya. “Supaya Jangan Lupa” adalah tajuk yang ia pilih untuk mewakili pikiran dan perasaannya yang ia unggah pada 7 Februari 2014 lalu. (Baca: Keluarga Setuju Usman Janatin Jadi Nama Kapal)
Dalam tulisannya Tan mencoba merekonstruksi kejadian pahit bagi rakyat Singapura, 48 tahun lalu itu. Ia masih ingat saat itu Tan masih sangat belia. Ayah Tan bekerja di sebuah perusahaan yang berlokasi di MacDonald House. Namun, ia beruntung karena hari saat bom meledakan gedung itu, sang ayah sedang cuti sakit sehingga tak masuk kerja.
Tan juga masih ingat soal penderitaan korban-korban dari ledakan bom di MacDonald House. Satu nama yang ia ingat, yakni seorang ibu bernama Elizabeth Suzie Choo, 36 tahun. Akibat dari bom yang meledak di MacDonald House, enam anaknya harus rela ditinggal ibunya. “Banyak lagi kepedihan yang harus ditanggung rakyat Singapura atas kejadian itu,” tulis Tan.
Dalam tulisannya, Tan mengherankan sikap Indonesia yang menganggap para bomberMacDonald sebagai pahlawan. Terlebih kedua nama tersangka mau diabadikan pada sebuah kapal perang. “Pesannya jelas, untuk itu kita tak boleh lupa,” kata Tan, menutup tulisannya. (Baca:Soal Usman-Harun, Menteri Singapura Menolak Lupa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar