Kalau penularan penyakit menular yang biasa terjadi melalui hubungan antar manusia, secara langsung atau tidak langsung, tetapi penyakit menular baru ini beda dengan yang sudah-sudah. Penularannya bukan melalui udara, bukan pula melalui sentuhan fisik. Tetapi menular melalui hasrat untuk kaya seketika, ada peluang, kurang beriman atau karena perintah atasan.
Virusnya juga bukan sejenis makhluk hidup seperti yang biasa. Virus penyakit ini berupa 'uang'. Yakni uang rakyat yang salah masuk. Bukan ke kantong rakyat yang terlalu sempit, bukan pula ke kas negara, tetapi ke kantong orang-orang tertentu melalui bermacam cara. Lalu berubah bentuk menjadi sejenis penyakit.
Sebagaimana setiap penyakit ada gejalanya, wabah baru ini pun mempunyai gejala-gejala sendiri. Ada lima gejala pokok yang mudah dideteksi. Pertama, ada isu dalam masyarakat atau karena terdeteksi bahwa seseorang tersangkut TPK (tindak pidana korupsi). Ciri kedua, kalau pasien penyakit lain lari ke dokter terdekat untuk konsultasi, pasien penyakit baru ini tidak lari kedokter. Tetapi lari ke Singapura.
Ketiga, kalau pasien lain mengkarantinakan diri untuk mencegah penularan kepada orang lain, demi perlindungan terhadap masyarakat, pasien wabah baru ini juga suka mengkarantinakan diri, tapi bukan untuk melindungi orang lain, melainkan untuk melindungi dirinya sendiri. Keempat, kalau pasien lain biasanya sembuh setelah berobat, pasien wabah baru ini langsung meningkat penyakitnya ke gejala lain, yakni lupa ingatan berat. "Lupa pulang," kata Mas Pramono Anung.
Kelima, berikut sesudah itu, muncul gejala baru yang hampir serupa untuk semua pasien dari wabah penyakit itu, yakni tampil pembela. Baik itu berupa pengacara, sang keluarga, kroni separtai dan sebagainya. Kalau pasiennya dirasakan belum siap bersembunyi, sang pembela memberi jamian kepada masyarakat. Mereka berjanji, setiap saat bila diperlukan siap hadir, kapan saja, di mana saja. Tapi kalau dirasakan persembunyiannya sudah oke, diplomasinya berubah, "kami tidak bertanggung jawab. Silakan cari sendiri. Itu bukan urusan kami!". Persis seperti anak kecil main petak umpet.
Rakyat Indonesia yang sudah merdeka selama 65 tahun menyaksikan perilaku pasien wabah baru itu dan pembelanya dengan sikap penuh tanda tanya. Bukan tanda tanya karena tidak mengerti, tetapi tanda tanya karena heran. Rakyat berlaku persis seperti penonton topeng monyet di pinggir jalan. Monyet menyangka penonton tidak tahu, padahal yang menonton lebih pintar dari yang berlakon. Jangan disangka rakyat itu diam karena bodoh.
Kalau mau tahu bagaimana sikap rakyat kecil terhadap lakon koruptor dan konco-konconya itu, datanglah pagi-pagi ke masjid-masjid terdekat yang jamaah umumnya terdiri dari rakyat miskin, seperti masjid-masjid di sekitar Komplek Perumahan LAN, Pejompongan, Jakarta. Hampir setiap habis salat mereka berdoa "Ya Allah selamatkanlah kami, selamatkanlah keluarga kami, selamatkanlah negeri ini dari bencana kekufuran, korupsi dan segala macam kemunafikan! Hancurkanlah segala kemungkaran dan mereka yang berbuat mungkar. Amin, Ya rabbal alamin!".
Saya yakin, Tuhan mendengan doa mereka, dan sesuai dengan janji-Nya pasti akan mengabulkannya.
*) Said Zainal Abidin adalah ahli manajemen pembangunan daerah (regional development management) dan kebijakan publik, guru besar STIA LAN. Sekarang sebagai penasihat KPK.
(vit/vit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar