PADANG, HALUAN — Aliansi Mahasiswa Peduli Pasar Raya (Ampepara) bergerak lagi. Setelah beberapa aksi kali hingga membawa keranda mayat dan pembakaran kursi anggota DPRD Padang, mereka kembali turun ke jalan. Temanya, tetap persoalan Pasar Inpres II, III dan IV.
Meski jumlah mereka tidak banyak, hanya sekitar 25 orang, namun aksi mereka dapat mengusik sanubari pengunjung pasar. Selain memajang sejumlah poster yang berisikan dukungan untuk pedagang dan celaan bagi Pemko Padang, mereka juga menggelar aksi teatrikal.
Pada ruas jalan Pasar Raya itu, persisnya di depan BRI Cabang Pasar Raya, pada sebuah pohon pelindung di pinggir jalan, salah seorang rekan mereka “gantung diri”. Aksi ini menunjukkan sikap dan tindakan yang ditempuh Pemko Padang selama ini tidak berpihak pada pedagang, bahkan membunuh pedagang yang hidup matinya di pasar itu.
Mereka yang melintas di tempat itu akan terperanjat menyaksikan sesosok tubuh tergayut di pohon, berayun-ayun di tiup angin siang. Meski pada hari itu, pengunjung Pasar Raya terlihat tidak terlalu ramai. Padahal biasanya pengunjung sulit menyusuri lorong pasar tanpa berpapasan dengan pengunjung lainnya. Entah mereka takut ke pasar dan memilih berbelanja ke pasar satelit saja karena adanya kabar akan adanya pembongkaran pasar pada Senin (25/7) atau karena sudah cukup kebutuhannya terpenuhi.
Koodinator Umum Aksi Solidaritas Ampepara, Yogi Yolanda kepada wartawan mengatakan, mahasiswa akan bergabung dengan pedagang untuk mempertahankan hak-hak mereka. Dan sejak 3 hari lalu, mereka sudah siaga 24 jam di lokasi itu, berjaga-jaga dengan segala kemungkinan yang timbul, seperti praktek pembongkaran dan upaya pembakaran pasar.
Dan mereka akan terus siaga siang dan malam hingga Pemko Padang mengubah niatnya dan membatalkan rencana pembongkaran Pasar Inpres II, III dan IV. “Kita telah berjaga-jaga di sini sejak 3 hari lalu, kami dan pedagang sudah saling membaur dan bertekad untuk mempertahankan hak-haknya,” tegas Yogi.
Aksi itu sendiri diikuti sejumlah pedagang yang hari itu sudah selesai berdagang. Mereka duduk di jalanan dan otomatis ruas jalan itu tertutup untuk angkutan umum. Di ujung jalan masuk pasar, tepatnya di depan Bioskop Raya, mobil dinas polisi parkir menghalangi kendaraan masuk lewat jalan itu. Namun tak terlihat penjagaan mencolok dari aparat kepolisian.
Para mahasiswa masih terus berorasi, menyampaikan protes atas sikap Pemko Padang. Hampir 2 tahun gempa 2009 berlalu. Tetapi pedagang Pasar Raya Padang tidak juga mendapatkan hak-haknya. Karena selama itu pula kebijakan Pemko Padang tidak membuat pedagang sejahtera malah membuat tercekik dan mati perlahan.
“TIndakan itu mulai dari penggusuran kios darurat, penetapan harga kios Inpres I yang harga selangit mulai Rp9 juta/m2 hingga Rp27 juta/m2 dan yang terakhir rencana pembongkaran Pasar Inpres II, III dan IV,” kata Yogi.
Berdasarkan UU No.24 tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana, pada pasal 8 disebutkan, tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi (a) penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai standar pelayanan minimum, (b) perlindungan masyarakat dari dampak bencana, (c) pengurangan resiko bencana dan pemanduan pengurangan resiko bencana dengan program pembangunan dan (d) pengalokasian dan penanggulangan bencana dalam APBD yang memadai.
Lalu dalam PP No.22 tahun 2008 disebutkan pula bahwa dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah yang berasal dari APBN, APBD dan masyarakat. (h/vie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar